Berselimut Dingin di Agrowisata Tambi Dieng

Agrowisata Tambi Dieng

Kabut terus turun menyambut kedatangan kami malam itu saat memasuki kawasan Dieng.  Bergegas memacu kendaraan menuju penginapan di kawasan Agrowisata Tambi agar dingin tak semakin menusuk tulang.  Sepertinya bergelung dalam selimut adalah pilihan paling tepat disaat seperti ini.  Penat dan kantuk setelah perjalanan dari Bogor langsung menyerang begitu kami memasuki kamar.  Setelah membasuh diri dengan air hangat, kami langsung pulas dalam buaian sang malam.

Fasilitas

Penginapan ini terletak dalam kawasan agrowisata berupa perkebunan dan pabrik teh milik PT. Tambi.  Kamar tertata rapi seperti penginapan pada umumnya.  TV, tempat tidur, kamar mandi di dalam dengan air panas.  Kamar-kamar diatur sedemikian rupa dengan teras masing-masing di depan kamar.  Karena berada dalam lingkungan pabrik teh, suguhan selamat datang berupa teh asli tambi.  Rasanya nikmat sekali terutama ditengah udara dingin menusuk tulang.  Terdapat beberapa tipe kamar dengan harga bervariasi.  Namun yang pasti di semua tipe tersedia kamar mandi dengan air hangat, tempat tidur, televisi dengan teras mungil di depan masing-masing kamar.

Agrowisata Tambi Dieng
Halaman penginapan yang cantik

Agrowisata Tambi Dieng

Taman-taman cantik yang ditata dengan baik menjadi pemandangan segar saat berkeliling di penginapan ini.  Air terjun buatan tampak menghiasi di beberapa tempat.  Kemudian ada area taman bermain untuk anak-anak, berisi panjatan, ayunan dan aneka permainan lainnya. Oh tak lupa area narsis yang instagramable banget juga melambai-lambai minta dijepret, itu lho taman dengan payung warna warni menggantung diatasnya.  Pastinya sayang banget kalau dilewatkan #narsisakut

Menginap disini sudah termasuk dengan paket sarapan dan wisata kebun teh ditemani seorang pemandu.  Wisata ini lengkap dengan masuk ke dalam pabrik pengolahan tehnya lho.  Jadi bukan sekedar jalan-jalan, kita juga dapat ilmu bagaimana teh yang biasanya terima tinggal slurp dari cangkir ternyata mengalami proses panjang sebelum tersaji manis di atas meja.

Selamat Pagi Dieng

Kami mengunjungi Dieng bertepatan dengan libur hari raya Idul Fitri.  Tiba di penginapan saat malam takbir, artinya pagi pertama adalah hari lebaran.  Karena itu kami sudah dinformasikan bahwa tea walk atau wisata kebun yang biasanya diadakan pagi hari khusus pada hari ini baru akan dilaksanakan sekitar jam 10 karena para petugas hotel akan melaksanakan shalat Ied terlebih dahulu.

Tak masalah, itu justru memberi kami kesempatan untuk ngelayap lebih dulu baru kemudian kembali untuk mengikuti tour.  Dan benar saja, saat hari masih gelap dan sunyi, sekitar jam 5 pagi, kami sudah melipir meninggalkan penginapan, ngebangunin pak satpam untuk membuka gerbang lalu melaju menembus dinginnya Dieng.  Jalanan masih begitu sepi, karena para penduduk mungkin tengah bersiap untuk shalat Ied.  Yup, kami bergegas menuju Gardu Pandang Tieng untuk menyambut matahari terbit.  Lalu setelahnya melanjutkan perjalanan menuju Kawah Sikidang.  Setelahnya, baru kami kembali ke penginapan untuk mandi dan sarapan. Lho jadi tadi jalan-jalan belum mandi ya? Psssst…… itu rahasia hahahaha.

Baca juga Jelajah Pesona Dieng ; Negeri di Atas Awan

Tapi oh tapi karena keasikan ngelayap, kami agak kesiangan kembali ke hotel. Akibatnya saat usai bebersih diri, begitu masuk ruang makan, sarapannya udah tinggal dikit pilihannya kakaaak. Nasibmu buk! Makanya jangan kabur *melet*  Tapi amanlah, selama ada nasi goreng, teh anget dan tempe kemul, maka cacing-cacing di lambung gak bakalan demo kok.  Yang gak asiknya, pas lagi sarapan tau-tau tea walknya udah mau dimulai huhuhu.  Tak enak membuat rombongan lain menunggu, akhirnya kami bergegas menuntaskan sarapan.  Mbak petugas resto yang baik hati sampai ngebungkusin beberapa potong pisang goreng dan air mineral buat bekal perjalanan karena melihat kami belum tuntas makannya.  Aih makaci mbak kece #salaman

Agrowisata Tambi Dieng

Wisata Kebun dan Pabrik Teh Tambi

Sebuah jalan kecil tepat di belakang restoran menjadi gerbang masuk menuju kebun teh.  Wuaaaaa mata langsung seger deh disuguhi hamparan kebun teh yang super luas.  Sejauh mata memandang yang terlihat hanyalah barisan pohon-pohon teh bak permadani hijau. Dari lembah ke bukit, ke gunung, ke lembah lagi isinya sama.

Fakta menariknya ternyata kebun teh yang berada di lereng Gunung Sindoro,  sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda, yang dirintis oleh pengusaha Belanda bernama D. Vander Ships (unit perkebunan Tanjungsari) dan W.D. Jong (unit perkebunan Tambi dan Bedakah).  Terhampar seluas 800 hektar pada ketinggian 1400 mdpl, tak heran dingin senantiasa menyergap tak kenal siang dan malam.  Pada tahun 1880, perkebunan ini kemudian dibeli oleh Mr. M.P. van Der Berg, A.W. Hole, dan Ed Jacobson, yang kemudian mendirikan Bagelen Thee En Kina Maatschappij di Wonosobo.

Dalam perkembangannya, perkebunan teh ini sempat terbengkalai pada zaman pendudukan Jepang.  Sebagian lahannya bahkan ada yang berubah fungsi menjadi kebun palawija, umbi-umbian dan jarak.  Sampai akhirnya setelah Indonesia merdeka, status kepemilikannya diambil alih pemerintah RI dan berada dibawah Pusat Perkebunan Negara (PPN).  Namun pada tahun 1950 sesuai hasil KMB perusahaan diserahkan kembali pada pemilik semula yaitu Bagelen Thee En Kina Maatschappij.  Karena kondisi perusahaan yang tak menentu akhirnya pada tahun 1954 dijual kepada NV. Eks PPN Sindoro Sumbing yang kemudian bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Wonosobo mendirikan PT. Perkebunan Tambi yang beroperasi hingga sekarang.

Wow kebayang dong ya bahwa kebun teh ini sudah berusia ratusan tahun. Mendengar penjelasan dari mas pemandu membuat pikiran saya melayang ke masa ratusan tahun silam.  Kira-kira seperti apa kondisi kawasan ini.  Di satu sisi saya salut pada inisiatif membangun perkebunan ini, di sisi lain juga bergidik ngeri membayangkan rakyat Indonesia dalam kondisi terjajah lalu menjadi pekerja paksa di perkebunan ini.  Bersyukur, sekarang Indonesia sudah merdeka.  Menurut mas pemandu, para pekerja disini juga turun temurun sejak jaman dulu.

Agrowisata Tambi Dieng
Jembatan Timbang

Puas jelajah kebun, kami diajak mengintip proses produksi teh di pabrik.  Sayangnya (lagi-lagi) kami datang bertepatan dengan lebaran, jadi seluruh karyawan sedang libur dan pabrik tidak beroperasi.  Meski begitu, tour pabrik tetap dilakukan.  Minimal kami jadi tahu, bahwa pucuk-pucuk daun teh yang dipanen dari kebun, menjalani proses panjang sebelum akhirnya dikemas dan siap diminum.

Setelah melalui jembatan timbang, daun-daun kemudian melewati 4 proses yaitu :

  1. Pelayuan, sekitar +/- 15 jam hingga mencapai kadar air 50%
  2. Penggilingan, sekitar 40 menit
  3. Pengeringan, sekitar 25 menit
  4. Penjenisan, sekitar 6 jam

Agrowisata Tambi Dieng

Agrowisata Tambi Dieng
Proses panjang daun menjadi teh dalam kemasan

Masing-masing dilakukan dalam ruang berbeda.  Saat penjenisan Teh Tambi dibagi menjadi tiga jenis yaitu teh hitam, teh hijau dan teh kemasan.  Secara kasiat, teh hijau adalah yang paling banyak manfaatnya, namun karena rasanya yang kurang lezat di lidah, teh ini lebih akrab di kalangan para pecinta diet.

Agrowisata Tambi Dieng
Teh Tambi dari masa ke masa

Saatnya berkemas

Nginapnya udah.  Sarapan udah.  Cekrak cekrek udah.  Tea Walk Udah.  Update ilmu juga beres.  Saatnya kami pamit dari Agrowisata Tambi.  Iya, kami memang hanya menginap semalam.  Karena destinasi wisata yang akan kami kunjungi selanjutnya agak jauh dari agrowisata ini, maka kamipun berpindah lokasi menuju penginapan yang lebih dekat.

Gunung Sindoro tampak berdiri gagah di kejauhan mengantar perjalanan kami keluar dari gerbang Agrowisata.  Selamat tinggal.  Semoga suatu hari kami diberi kesempatan untuk kembali kesini.

 

Salam

Arni

20 thoughts on “Berselimut Dingin di Agrowisata Tambi Dieng

  1. Prima Hapsari says:

    Perlu dicoba nih, alternatif wisata ke Dieng selain lihat candi atau telaga. Terimakasih infonya mbak.

    • Iya mbak
      Dieng itu banyak banget wisata yang bisa dieksplore. Wisata kebun dan pabrik bisa jadi alternatif menarik karena ada pengetahuan didalamnya

    • Ayo diulaaaaaang
      Ajak2 aku ya klo kesana lagi
      Masih banyak tempat yang belum ku kunjungi di Dieng nih
      Kalau sama Manda khan asik selfie2nya hahahaha

  2. Kyaaaa dulu aku pernah nyaris ke tambi, namun akhirnya cuma sampai di hamparan kebun tehnya saja mb, ga sampai masuk ke pabriknya hiks hiks, waktu itu aku rencananya ada niatan ke dieng plateu cuma kok sampe tengah tengah tanjakan yerjadi kemacetan (maklum ke sananya pas lebaran ketiga jadi rameeee banget), nah gara2 ada satu mobil mogok, walhasil yang di atas ga bisa gerak, akhirnya kami yang di bawah langsung pada balik arah
    Untunglah masih ada memori beli oleh2 carica ama keripik jamur kuping aku mba

    • Waaaaa klo lebaran ketiga mah memang pasti lagi macet2nya mbak. Orang pada plesiran semua. Aku itu kesana pas lebaran pertama, puas bener jalan2 karena sepi. Lebaran kedua masih nyaman meskipun udah lumayan rame. Nah lebaran ketiga udah bye bye Dieng, itu di jalan aja papasan sama yg pada mau ke atas udah muacet banget
      Lain waktu diulang lagi mbak ke Diengnya
      Nah iya tuh, ke Dieng wajib belu manisan carica, segeeeeer

  3. April Hamsa says:

    Wah seru mbak, wisata di kebun teh sekaligus belajar sejarah. Emang jaman dulu banyak perkebunan dikuasai pihak asing ya? TFS info jalan2nya 😀

  4. Dari kapan Adit mau ajak ke sini tapi belom jadi-jadi. Aku pikir cuman gitu-gitu doang makanya aku juga gak begitu excited. Ternyata ada wisata kebun dan pabrik teh nya juga ya. Adit juga kayaknya nggak tahu deh ini. Hahaha.

    • Dirimu sekarang stay di Palembang apa Jogja sih mak
      Padahal klo dari Jogja mah deket atuh ya
      Kalau dari Palembang ya memang musti diagendakan khusus
      Semoga nanti kesampaian yaaaaa

    • Dingiiiiin. Dan sumpah buat saya yang timbang hujan 2 hari aja udah selimutan dan jaketan melulu, dinginnya Dieng itu benar2 sampe ke tulang huhuhu

Leave a Reply to Arni Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *