Beberapa hari lalu saya membaca status seorang kawan di media social. Kawan saya ini biasa mengorganisir sebuah perjalanan bersama atau istilah kerennya “open trip” bareng dimana dia menjadi leadernya. Distatusnya dia menulis tentang kekesalannya pada salah satu peserta tripnya yang sering mengeluh karena gak puas dengan perjalanan yang mereka lakukan, mulai dari lokasi hingga gak siap untuk naik transortasi publik, hotel biasa bahkan makan kaki lima yang nota bene makanan lokal di tempat yang mereka kunjungi. Dan konon itu karena mereka merasa sudah membayar “lebih”
Yang menggelitik saya untuk menuliskan ini adalah salah satu komen di status tersebut, kira-kira bunyinya begini, “Kalau gak mau susah, holiday sana ikutan paket tour dengan guide. Jangan traveling, karena traveling itu justru seninya adalah saat nyasar bareng atau menikmati kehidupan masyarakat lokal,”. Continue reading “Traveling atau Holiday?”