Sejak pertamakali membuat blog ini, saya menggunakan tagline “Karena hidup adalah perjalanan”. Tak pernah menyangka suatu hari saya akan menuliskannya menjadi judul pada salah satu artikel di blog ini. Sampai saya bertemu buku karya A. Fuadi bertajuk “Anak Rantau” dan menyadari bahwa didalamnya begitu banyak pelajaran yang dapat dipetik dari setiap perjalanan. Bahwa hidup adalah tentang perjalanan. Baik jiwa maupun raga. Tentang perpindahan fisik, konflik batin, memetik hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa, hingga kesadaran jiwa untuk berjalan dari dendam, luruh, memaafkan lalu damai.
Menjadikan sebuah kisah biasa menjadi luar biasa dan penuh makna adalah kekuatan dalam setiap buku yang ditulis oleh A. Fuadi. Kita tentu sudah tak asing dengan Negeri 5 Menara yang legendaris itu. Berlanjut pada Ranah 3 Warna dan Rantau 1 Muara. Selalu ada pesan tentang hidup dan kehidupan, yang disajikan dengan manis tanpa terkesan menggurui atau tampak sok pintar. Itu juga salah satu alasan yang membuat saya bersemangat membaca rangkaian kata yang terjalin dalam Anak rantau sejak pertama kali membuka sampulnya.
Maafkan Lupakan
Merdekakan jiwa Merdekakan pikiran Dari penjajahan pribadi yang kita buat sendiri-sendiri Dari amarah dan dendam Maafkan, maafkan, maafkan Lalu mungkin lupakan (Anak Rantau, hal 263)
Adalah Hepi, anak kota yang tiba-tiba dipaksa menjalani kehidupan baru di kampung halaman ayahnya. Masuk ke dunia yang benar-benar baru dan tak terbayangkan sebelumnya. Menyalakan dendam berkepanjangan berbalut harga diri yang tak mau direndahkan. Tak seperti namanya, Hepi yang ini tak selalu happy.
Diwarnai pula dengan hadirnya Martiaz, Datuk, Pandeka Luko dengan dendam dan kemarahan masa lalu yang terasa terus mengikuti dalam setiap langkah. Membayangi mereka bahkan sejak dalam pikiran. Masing-masing mencari jalannya untuk dituntaskan.
Dalam banyak konsep pemulihan jiwa, saya sering membaca ajakan untuk memaafkan. Sampai disini, masalah akan dianggap tuntas karena saat memberi maaf, luka seakan telah sembuh. Padahal sesungguhnya, di sebuah sudut di dalam hati, luka itu tak benar-benar sembuh karena dia tak dilupakan. Suatu hari dia siap hadir ketika rasa kembali terusik.
Saya seolah terlempar ke sebuah kisah di masa lalu. Saya pernah begitu marah. Pada seseorang. Pada peristiwa. Pada hidup. Hati saya tak nyaman hingga saya seolah memelihara kebencian yang begitu besar. Melatih diri sendiri untuk memaafkan sungguh tak mudah. Nah, lewat Anak Rantau saya menemukan perspektif baru dalam pemulihan jiwa, bahwa maaf saja tak cukup.
Baca juga : Maaf dan memaafkan, Makanan Utama untuk Jiwa Bahagia
Ketika kemarahan memuncak dalam diri, pada satu titik dia akan menemukan jalannya untuk mereda. Bahwa marah dan dendam hanya melelahkan jiwa. Seiring dengan terbukanya pintu maaf di dalam hati, perlahan dia akan menjauh, samar-samar lalu menghilang. Maafkan maafkan lupakan. Ketika kita bisa memafkan dan melupakan, maka kita kembali ke titik nol. Dari titik nol itu kita siap menjalani hidup yang baru dengan semangat baru dan cahaya terang. Karena maaf dan lupa adalah obat penawar dari sebuah luka.
Alam Terkembang Jadi Guru
“Bebek jalan berbondong-bondong, elang terbang sendirian” (Anak Rantau, hal 18)
Saya jatuh cinta pada kalimat itu sejak pertama kali membacanya. Membuat saya menyadari bahwa untuk menjadi pemenang, beranilah mengambil keputusan. Sendiri. Bukan sekedar ikut arus, hanya untuk “main aman” atau mempertahankan zona nyaman.
Aroma petualangan khas anak muda kental sekali dalam buku ini. Bagaimana seorang bujang Minang yang sedang beranjak remaja harus menjalani hidup baru penuh tantangan sekaligus menuntaskan dendam dan amarah yang terus bergejolak.
Alam memberi banyak sekali pelajaran. Tentang keseimbangan ekosistem. Tentang persahabatan yang saling melengkapi. Bahkan tentang keahlian meracik minuman teh talua buatan Mak Tuo Ros disajikan dengan apik, membuat saya seolah bisa mencecap nikmatnya. Ini pelajaran dari alam. Bahwa sebuah keahlian diperoleh dari pengalaman dan eksperimen panjang. Jangan pernah segan belajar dari alam. Perjalanan panjang yang ditempa dari alam akan menghadirkan kebijaksanaan dalam menuntaskan luka di dalam hati.
Selalu Ada Tempat di Kampung Halaman
Ada kedekatan rasa saat membaca judul buku ini. Sebagai anak rantau yang terpisah pulau dengan kedua orang tua (dan mertua), rindu dan cinta selalu hadir tiba-tiba serupa kenangan yang tak mau pergi. Banyak alasan seseorang untuk merantau. Sekolah, bekerja, menimba pengalaman hingga menjauh dari masalah dan berbekal amarah. Apapun alasan itu, selalu ada alasan untuk kembali. Dialah rindu. Dialah cinta.
Kembali ke kampung halaman terkadang membersitkan tanya, “apakah masih ada tempat untukku di sana?”
Tempat. Tak pernah terbatasi oleh ruang dan waktu. Tempat tak harus hadir secara fisik. Karena semua yang pergi pasti akan pulang, dengan kisah dan caranya masing-masing. Merantaulah. Belajar dari setiap perjalanan. Karena kita melangkah bukan dari kesalahan menuju kebenaran, tapi dari kebenaran yang satu menuju kebenaran yang lainnya.
Dalam buku yang proses penulisannya memakan waktu hingga 4 tahun ini, saya menemukan banyak kejutan. Menebak-nebak akhirnya, menduga arahnya. Beberapa kali tebakan saya salah. Alurnya yang agak berkelok-kelok membuat ceritanya susah ditebak. Saya tak pernah menyangka akan menemukan konflik kekinian berupa peredaran narkoba dalam jalur merah lintas Sumatera. Saya juga tak menyangka akan menemukan kilas balik sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia didalamnya. Ditambah lagi tentang pesan-pesan untuk mengingat dan merasakan kembali akan nilai keluarga sesungguhnya berikut segala etika dan moral yang mengikutinya. Sungguh sebuah paket lengkap.
Jadi, tunggu apalagi?
Segera dapatkan bukunya, lalu rasakan kisahnya mengurai sebuah perjalanan jiwa dan menjadi inspirasi dalam mengobati luka.
Judul Buku : Anak Rantau Pengarang : Ahmad Fuadi Penerbit : Falcon Publishing Cetakan pertama: Juli 2017 Harga : IDR 90000
Salam
Arni
Ini paling lengkap. Asyik baca tulisanmu mbak.
Makasi mbak Maria udah mampir
Di beberapa bagian buku ini mewakili kisahku
Makanya menikmati banget pas baca
Saya sdh baca sebagian, ceritanya mengalir dan sederhana
Cerita sederhana yang dikemas dengan apik menjadi istimewa
Saya udah menuntaskan baca, tak sabaran soalnya. Bikin penasaran banget
Baru baca sebagian dan memang gaya penceritaan A. Fuadi juga enak, mengemas alurnya bikin gak terasa bacanya tau-tau udah beberapa halaman.
Sore itu sepulang dari kota tua, saya langsung baca di kereta. Lanjut sisanya malam hari dirumah. Udah kadung baca, kalau gak tuntas malah penasaran hehehe
Betul mbak, meski panjang alurnya masih enak dinikmati. Cara Uda Fuadi mendeskripsikan sesuatu itu bikin kita bayangin kejadiannya. Suka deh
saya suka novel2 dg setting lokalitas, Uda Fuadi ini termasuk penulis yg ciamik menyajikan unsur lokalitasnya. Duh baca review mbak Arni gak sabar pengen baca tp masih ada.pr nih… 😊
Ayo mbak segera beresin PRnya
Memendam penasaran terlalu lama itu gak enak lho hehehe
Bener kata mbak Inong. Saya belajar banyak tentang Minang dari buku ini
buku2 A.Fuadi memang tak bisa dilepaskan kalau sudah dipegang..
penasaran baca bukunya yang mungkin detail cerita kampung halaman di Maninjau sana..
trims mbak reviewnya bagus sekali
Saya banyak belajar hal baru lho mbak soal Minang dari buku ini. Beruntung banget rasanya bisa hadir sabtu kemarin
Makasi mbak Monda udah meluangkan waktu baca review sederhana ini
Belum apa-apa buku ini udah heboh karena diiklankan di salah satu akun IG tersohor.
Trilogi Negeri 5 Menara itu favorit sekali. Kayaknya mau baca yang terbaru ini 🙂
Wah aku kudet nih
Hebohnya kenapa dan siapakah IG tersohor itu?
Nah aku lupa-lupa inget haha. Tapi seingatku diiklankan di akun IG-nya Lambe Turah mbak Arni 🙂
Hebat juga budget marketingnya hwhwhw
Mb Arni aku suka baca tulisanmu yang ini. Entah kenapa aku kh larut dalam ceritamu tentang buku Anak rantau ini, seolah2 aku berada di sana, melihat mas Fuadi berada (halah”) tapi emang benar sih, merantau membuatku lebih kuat dan tau dunia luar.penasaran sama buku ini jg
Terimakasih mbak Mei
Saya menuliskan perasaan aja sih sebenarnya, semoga bermanfaat ya
Ayo mbak layak dikoleksi nih bukunya
Keren mba putu, suka bacanya.
Makasi Mak Tina udah mampir
Ini tulisan sebagian besar curcol hahahaha
Saya Sudah beli bukunya tapi masih anteng belum dibaca..masih nunggu waktu yang pas supaya pas baca nggak kepotong-potong..
Soalnya pengalaman pas baca novelnya yang Negeri 5 Menara setelah pegang bukunya jadi sayang ngelepas..hihi sayang kalo bacanya keputus putus
Nah klo aku orangnya penasaran
Kalau udah kadung dibuka dari plastiknya kudu tuntas
Bela2in deh begadang bacanya hahaha
Apalagi kalau memang ceritanya sejak awal sudah memikat, jadi lupa waktu
Ini penulis negeri lima menara itu kan ya mbakj?
Penasaran isinya, pinjem donk 😀
Aku paling suka dengan tema2 merantau gtu 😀
Jgn2 bakal difilmkan lagi hehe
TFS
Ayo ayo sini main ke rumah. Bukunya udah anteng di rak buku. Udah kelar bacanya aku
Banyak pesan moral yg terkandung di dalamnya ya mba. Sayapun pernah mengalami jadi anak perantauan jauh dr ortu, ketemu paling hanya setahun sekali.
Iya mbak
Aku lho pertamakali ke Jakarta, sendirian dan terdampar di sebuah kost-kostan di salah satu sudut Jakarta. Terkaget2 sama kondisinya, tiap malam nelp ibu sambil nangis. Kalau ingat masa2 itu sekarang jadi ngikik sendiri
Tapi jadi anak rantau yang jauh dari orang tua itu memberi banyak pelajaran. Terutama Belajar bertanggung jawab pada diri sendiri
Mbakk…membaca tulisanmu ini jadi pengen beli bukunya…aku banget….hahahah…(curcol)
Cuss ke toko buku
Mulai minggu ini sudah tersedia lho di toko buku kesayangan
Recomended banget bukunya. Mbak arni sukses nih reviewnya. Membuat yg baca resensinya jd pengen baca bukunya. Saluuut
Wah iyakah?
Syukurlah kalau begitu. Soalnya aku ngerasa ini lebih banyak curcolnya hahaha
Banyak kalimat menghipnotis yang aku baca di sini.
Aku termenung. Tentang memaafkan dan melupakan itu.
Aku belajar banyak dari dirimu mbak. Mudah2an tulisan sederhana ini bermanfaat ya, minimal jadi pengingat buat aku sendiri
Wuaw, isinya banyak kejutan ya. Untung dikasih spoiler tipis2 di akhir tulisan, jadinya anak rantau masuk booklist saya deh, hahaha
Saya juga pernah tuh waktu SMA, mengalami sakit hati teramat parah, dendam, gak nyapa, lalu mencoba mengikhlaskan, lalu menyapa lagi, lalu benar2 ikhlas, kemudian santai. Saya juga santai dan meyakini bahwa tidak menutup kemungkinan kami akan bertemu lagi dengan diri yang baru.
Ahaaaaay curcol dikit jadinya😂😂
Wuaaaa ketangkep juga ya spoilernya
Padahal gak mau ngasi spoiler nih hahaha
Memang benar, memelihara marah dan dendam itu hanya menyakiti diri sendiri. Tapi ya gitu, butuh perjuangan untuk bisa berdamai dengan keadaan
Marah memang tidak menyelesaikan masalah ya mbak… Ini novel bagus untuk memantapkan diri memaafkan dan melupakan.
Betul mbak
Memang berat untuk berdamai dengan keadaan, tapi kalau kita mau membuka hati pasti ada jalan untuk kesana
Kemarahan n kebencian gak boleh dipelihara ya ka.hempaskan
Hempaskan
Hempaskan
Sampai dia hancur dan lenyap
hehehehe
Aku merinding pas baca “selalu ada tempat di kampung halaman.”
Aku masih suka amazed sama diriku sendiri, setiap kali ke rumah mertua aku selalu merasa nyaman dan merasa di rumah. Padahal kalau dipikir-pikir aku kan baru ya kenal mereka.
Bukunya masuk list aku. Tapi nanti setelah menyelesaikan tumpukan hutang-hutang buku yang belum dibaca.
Iya mbak
Sebagai “anak rantau” yang jauh dari mertua dan orang tua, setiap kali pulang kampung selalu ada rasa yang tak bisa diungkapkan. Kenyamanan yang hanya bisa dirasakan dengan hati
Recomended bangetlah buku ini
Anak Rantau belum baca euy … tapi yakin bagus
Bagus beneran Kang
Sederhana tapi banyak pesan kehidupannya
Ini pasti nulisnya sambil kangen kampung halaman juga yaa hihihi
Hahahaha kebaca banget ya mbak *tutup muka*
Noted.. Anak Rantau karya mas Fuadi.. lumayan buat nambahin koleksi perpustaakan dirumah … terakhir baca itu lumayan lama negeri 5 menara
Halo Bang
Makasi udah mampir ya. Layak koleksi banget lho ini bukunya