Lestari Alamku Hijau Bumiku Dengan Makanan Ramah Iklim

“Besok bikin binte biluhuta yuk! Sore ini kita panen jagung dulu di kebun.  Bantuin bapak kupas jagungnya nanti, ya.” Ajak bapak sore itu.  Beliau sudah siap membawa pisau dan keranjang menuju kebun di samping rumah kami

“Kalau gitu, besok pagi antar ibu ke pasar beli ikan ya,” sahut Ibu

Lalu sore itu kami rame-rame ke kebun.  Memetik jagung yang ditanam bapak.  Bukan hanya jagung, dengan tangan dingin bapak, kebun samping rumah kami penuh dengan aneka sayuran dan buah.  Hampir setiap musim buah ada saja buah yang siap dipanen.  Mulai dari pisang, rambutan, nenas, jambu, mangga, sawo hingga nangka.  Begitu juga sayuran, tinggal pilih mau masak apa, melipir sebentar ke kebun untuk memetik sesuai kebutuhan.

“Kupas di sini saja langsung.  Kulitnya kumpulin di lubang pojok itu, biar nanti jadi kompos,” kata bapak lagi saat kami selesai memetik jagung.

Dan begitulah.  Kami duduk bersama.  Bercerita macam-macam.  Tentang sekolah, tentang teman-teman, mendengarkan petuah dari bapak, diiringi suara ibu bersenandung dengan kidung favoritnya. 

Ah kenangan…………

*****

Menuliskan kisah di atas membuat hati saya hangat sekaligus gerimis.  Senin, 22 februari nanti tepat satu tahun bapak pergi untuk selamanya.  Kembali pada pemilik abadi.  Kisah di atas tak akan terulang lagi.  Terpatri selamanya di ruang kenangan.  Yang tersisa di kebun samping rumah adalah pohon buah-buahan yang memang tumbuh besar dan setia berbuah.  Dan setiap memetiknya, semua akan teringat pada bapak lalu mengalirkan banyak kisah.

Baiklah.  Cukup dulu mellownya.  Mari kembali ke kenyataan. 

Saya mengingat kembali kenangan lama itu karena pada hari Minggu, 14 Februari 2021 saya mengikuti webinar tentang  “Memilih Makanan Ramah Iklim + 39 Resep Gorontalo” yang digelar oleh  Omar Niode Foundation.  Tema menarik yang dipandu dengan manis oleh host cantik Noni Zara, menghadirkan pakar-pakar dibidangnya masing-masing.

√ Krisis Iklim dan Pertanian, Pangan dan Kuliner sebagai Solusi – Amanda Katili – Climate Reality Indonesia

√ Pemetaan 30.000 Kuliner Tradisional Nusantara – Nicky Ria – Sobat Budaya

√ Ragam Kuliner Gorontalo – Zahra Khan – Ahlli Teknologi Pangan, Pelaku UMKM, Penyusun Resep

√ Mengangkat Citra Kuliner Nusantara – William Wongso – Chef, Pakar Kuliner, Penulis buku “Flavors of Indonesia”

√ Display Masakan Gorontalo – Ihsan Averroes Wumu – Olamita Resto

Sejak awal mendengar kata Gorontalo, saya langsung teringat bapak.  Lalu ditambah lagi membahas makanan khas dari sana, teringat pula pada binte biluhuta.  Makanan favorit bapak dan jadi favorit kami sekeluarga juga.  Lahir dan besar di Sulawesi membuat saya cukup akrab dengan berbagai olahan unik dari jagung dan hasil laut.  Binte bilihuta salah satunya.  Makin hangat rasa di hati ketika Chef William Wongso menampilkan olahan binte yang ditata cantik dan hadir dalam event-event internasional.  Wuaaa… rasanya kangen saya makin menjadi sekaligus menemukan obatnya.

Binte Biluhuta dalam plating cantik by Chef William Wongso

Makanan Ramah Iklim, Apakah Itu?

Ibu Amanda Katili menyampaikan bahwa pangan dari hulu ke hilir mulai dari proses penanaman, distribusi hingga hasil akhir turut mempengaruhi krisis iklim.  Mari kita lihat, bagaimana ini bisa terjadi.

Seringkali luput dari perhatian kita, kenyataan bahwa makanan yang kita santap adalah hasil dari proses panjang.  Kita biasanya berada di titik akhir,  menikmati di meja makan.  Padahal untuk sampai menjadi hidangan, makanan ini dimulai dari bibit, disemai dan ditanam, dipelihara, disirami, diberi pupuk hingga kemudian dipanen.  Bagi sebagian besar masyarakat perkotaan, masih berlanjut pada proses pengemasan, distribusi, penyimpanan dalam rak-rak display di supermarket/pasar tradisional baru kemudian dibeli dan diolah menjadi hidangan.  Coba kita bayangkan, berapa banyak energi yang dibutuhkan untuk semua proses situ? Dan pernahkah terpikir bahwa perubahan iklim global salah satunya dipengaruhi oleh perilaku kita dalam kaitannya dengan makanan?

Dalam hal selera makan, terkadang kita lupa untuk makan sesuai kebutuhan.  Yang seringkali terjadi adalah makan sesuai keinginan, sehingga kita menjadi lebih konsumtif lantas menyediakan makanan jauh lebih banyak dari kebutuhan konsumsi yang sebenarnya terbatas.  Chef William Wongso dalam webinar tersebut bahkan mengatakan bahwa untuk manusia dewasa sebenarnya hanya memiliki kebutuhan makan kurang dari 500 gram/hari.  Kelebihan ketersediaan makanan ini kemudian berpotensi menjadi makanan terbuang yang berujung di tempat sampah dan menjadi limbah (food waste).

Data-data yang disajikan dalam paparan Ibu Amanda sungguh membuka mata bahwa untuk urusan makan saja manusia begitu banyak menyumbang “dosa” pada bumi.  Belum lagi ditambah dosa-dosa lainnya seperti produk fashion, industri, asap kendaraan dll.  Luar biasa. 

Baca juga :  Green Jobs, Hadiah Kecil Untuk Bumi

Pemborosan pangan (food waste) tanpa disadari telah menjadi penyakit akut hampir di seluruh belahan dunia.  Yang menyedihkan, ini sangat berbanding terbalik dengan kondisi di berbagai tempat lainnya dimana masih banyak orang yang kelaparan, bahkan jutaan balita dan anak menderita busung lapar.  Ah… patah hati saya membayangkan ini.

Sebuah riset dari Barilla Center for Food & Nutrition pada 2016 bahkan menunjukkan bahwa Indonesia menjadi urutan kedua sebagai negara pembuang makanan terbesar setelah Arab Saudi.  Rata-rata orang Indonesia membuang hingga 300 kg makanan setiap tahun, sedangkan Arab Saudi mencapai 427 kg makanan per tahun.  Wabah yang sama terjadi di sejumlah negara maju di Amerika dan Eropa.  Limbah makanan tercipta dimana-mana dan menjadi penghasil karbondioksida yang sangat besar sehingga memberi pengaruh signifikan pada perubahan iklim.  Terutama limbah makanan yang berasal dari unsur hewani, termasuk didalamnya gas metana yang dihasilkan dari peternakan dan aktivitas manusia lainnya.  Persoalan makanan sisa, bukan hanya sekedar pemborosan tapi juga memberi dampak buruk untuk bumi.

Tak ada jalan lain.  Kita harus berubah.  Kita harus bergerak.  Kita harus memulai. 

Mari mulai dari diri sendiri, dari langkah yang paling sederhana dan menjadi rutinitas sehari-hari.  Kita diberi akal pikiran untuk dapat memilah aktivitas yang baik dan mengurangi kebiasaan buruk.  Mengkonsumsi makanan ramah iklim bisa jadi salah satu alternatif perbaikan kesehatan bumi yang kita cintai ini.   

Makanan ramah iklim adalah makanan yang dalam produksinya sejak masih menjadi benih hingga terhidang di meja makan tidak merusak lingkungan.  Diproses dengan cara mempertimbangkan keberlanjutan di masa depan.

“Idealnya adalah dengan mengurangi konsumsi daging dan makanan yang diproses panjang.  Kemudian mengarah ke makanan yang berbasis nabati,” Ujar Terzian Ayuba Niode, Sekretaris Omar Niode Foundation saat membuka webinar tempo hari.

Tak harus menjadi vegetarian, kok.  Tapi kita bisa mulai dengan mengurangi sedikit demi sedikit lalu beralih ke pola makan gizi seimbang.  Makan sesuai kebutuhan, bukan sekedar memenuhi rasa penasaran.  “Pola makan plant base, “kata Chef William Wongso.

Dalam skala kecil di rumah tangga kita bisa memulai dengan beberapa langkah sederhana antara lain :

  • Sebelum berbelanja bahan makanan, cek kembali ketersediaan bahan yang masih ada di rumah.  Jika perlu buat daftar rencana belanja agar benar-benar sesuai kebutuhan
  • Berbelanja bahan makanan segar.  Untuk mendapatkan khasiat kesehatan sebaiknya mengurangi konsumsi makanan olahan/beku yang sudah mengalami proses panjang terutama dalam pengawetannya.
  • Pilih bahan pangan lokal.  Dengan begini selain mendukung petani dan peternak lokal juga menghemat biaya pengiriman yang menyebabkan tingginya emisi.
  • Menempatkan bahan makanan dengan teknik penyimpanan yang benar, misalnya dengan memisahkan berdasarkan jenisnya lalu mengolah mulai dari yang paling mudah layu/kadaluarsa
  • Memilah sampah organik dan non organik.  Sebisa mungkin manfaatkan sampah organik menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat misalnya dengan membuat kompos atau eco enzyme
  • Memasak dan mengkonsumsi sesuai kebutuhan, agar tidak banyak menghasilkan makanan sisa
  • Mengolah kembali lebihan makanan menjadi menu yang baru.  Misalnya nasi menjadi nasi goreng, nasi bakar dll.  Cake menjadi puding.  Pisang yang terlalu matang menjadi cake, roti dll
  • Mengusahakan menanam sendiri bahan makanan di rumah.  Tidak harus di lahan yang super luas. Mari bercocok tanam sederhana. Berdayakan halaman kecil, balkon, teras dll.  Banyak jenis sayuran yang bisa dibudidayakan dalam pot.  Memanfaatkan ruang sempit. Tanam makananmu, makan tanamanmu.  Bayangkan jika semakin banyak yang melakukan ini,  kita bisa memotong biaya distribusi dan pengemasan sekaligus bermanfaat untuk diri sendiri dan lingkungan.
  • Rutin melakukan evaluasi dalam keluarga.  Kenali kebutuhan masing-masing anggota keluarga.   Setiap usaha yang kita lakukan dari diri sendiri akan sangat berarti untuk lingkungan, sekecil apapun itu.  Kita bisa bergerak bersama memberi yang terbaik untuk bumi.
Tanam makananmu, makan tanamanmu

Baca juga :  Semangat Hidup Sehat, Konsumsi Sayur Organik

Ragam Kuliner Nusantara, Kekayaan Budaya Bangsa yang Luar Biasa

Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau berpotensi besar menciptakan keragaman dalam hal kuliner.  Setiap daerah mempunyai makanan khas sendiri yang meski punya nama yang sama namun memiliki cita rasa yang berbeda.  Soto misalnya, hampir tiap daerah punya jenis masakan ini.  Soto betawi, soto kudus, soto surabaya, soto lamongan, soto Madura dll.  Itu baru soto saja, belum lagi olahan kue, ikan, dan ragam penganan lainnya.

Yang pink itu sorbet kecombrang lho. Aih pasti unik sekali rasanya

Olahan ikan misalnya, meski dengan bumbu yang sama, ikan-ikan di laut Timur Indonesia akan berbeda rasanya dengan ikan yang di daerah Pelabuhan Ratu.  Selain itu ada jenis-jenis ikan tertentu yang hanya bisa kita temui pada wilayah perairan yang khusus.  Begitu juga bumbu masak.  Andaliman, adalah bumbu khas Batak Toba.  Gak akan kita temukan di tempat lainnya.  Lain lagi dengan kecombrang, di Bali biasa buat sambal, di tempat lain untuk masak daging, oleh Chef William malah lebih unik, dijadiin sorbet.  Wuaaa… saya penasaran sama sorbet kecombrang deh.

Nicky Ria dari Sobat Budaya Indonesia menyampaikan  bahwa Indonesia punya hingga 30 ribu jenis kuliner nusantara.  Saat ini sebagian besar kuliner kita belum memiliki hak cipta terutama dari indikasi geografis dan ini riskan sekali, beresiko untuk diakui oleh negara lain lalu kita kehilangan hak dan tak bisa menuntutnya.  Sebagai langkah awal, saat ini Sobat Budaya sedang menghimpun data basenya.    Hasil penelitian teman-teman Sobat Budaya bisa diakses di laman budaya-indonesia.org

Sebuah gambar yang dihadirkan oleh Nicky Ria dalam pemaparannya menunjukkan sebaran rempah nusantara yang begitu beragam.   Cabai, bawang, jahe adalah sedikit dari bumbu masakan yang sangat umum digunakan.  Makin keluar, makin kecil titiknya menunjukkan bahan-bahan lain yang lebih unik dan spesifik untuk jenis olahan tertentu atau hanya ada di daerah tertentu saja.  Sebagian malah belum terdeteksi.  Luar biasa potensi pangan nusantara kita.

Kekayaan kuliner lokal Indonesia ini menjadi sejarah panjang bagaimana dahulu menarik minat penjajah untuk menguasainya.  Menjadi tantangan besar bagi kita semua untuk mempertahankannya.  Di seluruh dunia, sedang berusaha menggali kekayaan lokal di bidang pangan.  Mencari misteri rasa baru.  Indonesia adalah gudangnya.

Pangan lokal kita sejak dulu dikenal sangat ramah iklim.  Sebagai negara agraris dan maritim, sejak dulu pengelolaan pangan kita memiliki cita rasa unik dan bersahabat dengan alam.  Sayangnya, makin ke sini tergerus oleh arus modernisasi, mulai mengalami pergeseran.  Dari pemupukan sintetis hingga pengemasan plastik.  Dari makan secukupnya jadi berlebihan atas nama prestise dan gengsi. 

Hal inilah yang menggerakkan Zahra Khan, seorang ahli teknologi pangan bersama ibu Amanda Katili untuk mengembalikan pangan lokal ke  khasanah aslinya, khususnya makanan khas Gorontalo yang memang nama dan cara pengolahannya sangat unik.  Binte Biluhuta atau milu siram misalnya, waktu pertamakali dikenalkan oleh bapak, yang bikin saya penasaran ya karena namanya yang unik.  Ternyata rasanya juga top banget.  Masih banyak jenis makanan Gorontalo lainnya yang dikenalkan oleh beliau berdua dalam e-book berjudul  “Memilih Makanan Ramah Iklim + 39 Resep Gorontalo” dengan harapan  akan lebih banyak lagi upaya serupa untuk melestarikan resep dan tradisi kuliner nusantara untuk melindungi warisan budaya dan alam Indonesia.

E-Book dapat diunduh di Memilih Makanan Ramah Iklim + 39 Resep Gorontalo

Saat menelusuri e-book ini, saya dibuat ngiler dan membayangkan kelezatan berbagai menu yang ditampilkan.  Sejak kecil menikmati aneka makanan olahan dari Sulawesi, lidah saya cukup lekat dengan aneka masakan dari ikan.  Duh, rasanya pengen langsung pulang kampung deh.  Ikan di Bogor, tempat saya terdampar saat ini kebanyakan ikan air tawar.  Rasanya jauh berbeda dengan ikan laut, apalagi yang segar seperti di laut-laut Timur Indonesia. Mari kita intip salah satu olahan ikan Gorontalo berikut ini.  Langsung pengen bawa nasi hangat jadinya. Haha.

Mengenal Makanan Gorontalo Nan Istimewa

Adalah Ihsan Averroes, seorang entrepreneur muda yang membuka gerai makanan khusus Gorontalo di bilangan Tebet, Jakarta Selatan.  Yang bikin mantap, ikan yang dimasak di restoran ini khusus didatangkan dari Maluku dan Gorontalo, agar cita rasanya tetap terjaga seperti menikmati langsung di daerah asalnya. 

Keputusan untuk menjual makanan khas daerah ini mendapat apresiasi dari Chef William Wongso.  Dengan menawarkan menu yang lebih spesifik, penikmat kuliner yang datang memang bertujuan menikmati makanan yang diinginkan.  Sejak lama saya tahu di Tebet banyak restoran yang menjual makanan khas Sulawesi.  Tapi selama ini yang saya tahu kebanyakan khas Makassar.  Baru tahu kalau ada gerai khusus makanan Gorontalo. 

Siapa yang gak ngiler coba lihat sajian begini?

 “Di era sosial media dan internet seperti saat ini, satu hal yang tidak dapat kita lakukan adalah meng-googling rasa, experience itu harus dicoba langsung. Tapi kita dapat menginformasikan budaya kuliner bangsa Indonesia yang beragam ini lewat internet, dan menarik orang untuk mencoba,” ujar Chef William

Yups.  Saya setuju Chef.  Saya langsung membujuk suami untuk main ke Tebet nih.  Penasaran pengen icip-icip.

Sekilas Tentang Omar Niode Foundation

Omar Niode Foundation berdiri pada tahun 2009 sebagai bentuk penghargaan pada Omar Taraki Niode, seorang pemuda berbakat yang sangat mencintai dunia kuliner khususnya makanan sehat dan aman.  Semangatnya ini yang kemudian menginspirasi hadirnya Omar Niode Foundation sebagai lembaga nirlaba yang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, citra budaya dan kuliner nusantara.  Saat ini masih berfokus pada kekayaan kuliner Gorontalo.  Tidak menutup kemungkinan akan berkembang ke daerah-daerah lainnya. 

“Mari kita bersama-sama saling menginspirasi untuk memajukan kuliner Indonesia.  Mengangkat citra kuliner masing-masing dan berjejaring.  Kembangkan pangan lokal yang bersahabat dengan perubahan iklim, “ demikian disampaikan oleh Ibu Amanda Katili, Ketua Omar Niode Foundation.

Saat ini Omar Niode Foundation telah menerbitkan 15 buku.  Beberapa diantaranya mendapatkan penghargaan tingkat dunia dalam kategori Food Heritage.  Ada Trailing the Taste of Gorontalo yang berhasil menggondol Gourmand World Cookbook Award, Best of the Best 1995-2020 untuk kategori Food Heritage dan menjadi kontributor Bab Indonesia pada buku At the Table. Food and Family around the World, yang juga diganjar Gourmand Award.

Dalam berbagai programnya, Omar Niode Foundation menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga, komunitas maupun pribadi serta aktif dalam organisasi food blogger baik nasional maupun internasional.

Makan sehat, makan sesuai kebutuhan

Kalau Bukan Kita Siapa Lagi, Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi?

Sejujurnya tak cukup menuliskan hanya dalam satu kisah saja tentang webinar bergizi sore itu.  Tapi sangat cukup untuk menyadarkan kita betapa pentingnya memilih dan memilah makanan yang kita konsumsi.  Ingatlah bahwa setiap suapan makanan yang kita konsumsi punya perjalanan panjang dan dampak yang luar biasa terhadap ekosistem, lingkungan, ekonomi dan kesejahteraan petani kita.  Ah lagi-lagi saya mellow teringat bapak yang bercocok tanam dengan sistem organik.  Apa yang kita ambil dari bumi, kembalikan lagi ke bumi. 

Perubahan besar dimulai dari hal-hal kecil.  Perubahan perilaku massa dimulai dari perubahan diri sendiri, keluarga, lingkungan.  Makan secukupnya.  Kurangi limbah pangan. Ayo bergerak bersama.  Untuk keberlanjutan generasi yang sehat, bumi yang lestari dan semesta yang indah.

Salam

Arni

39 thoughts on “Lestari Alamku Hijau Bumiku Dengan Makanan Ramah Iklim

  1. Lengkap sekali artikelnya. Sudah kubaca ampe lama bener hihi…

    Agak asing dengan makanan ramah iklim. Ternyata oh ternyata…

    Singkong dan ubi jalar juga makanan ramah iklim bukan ya?

  2. Nur Asiyah says:

    Wah, ternyata makanan nusantara beneran beragam ya kak sampai 30 ribu jenis, merasa bangga sekaligus terhormat memiliki negara yang kaya akan ke-khas-annya termasuk bidang kuliner. Sayang masih mencicipi makanan itu-itu saja karena belum ada kesempatan untuk mencoba. Semoga nanti ada kesempatan untuk bisa merasakan banyak makanan khas nusantara.

  3. Rika Widiastuti Altair says:

    Ya Allah ternyata umtuk masalah makanan yamg kita konsumsi saja susah menyumbang masalah buat bumi kita. Jadi makin bnyk yg harus dibenahi untuk pelestarian lingkungan ya. Thanks sharingnya kak.

  4. Di awal aku jadi ingat lagu daerah yang kuhapal di masa sekolah
    “Bindhe biluhuta ula ulau loduwo
    Wanu ola mita ngo indha mopulito
    Bindhe biluhuta malo sambe lolowo
    Malita dadata ora sawa toho woto…”
    Wah..
    Mencerahkan sekali liputan webinarnya, Mbak Arni
    Dan yang pasti meski belum banyak yang bisa kulakukan untuk ikut melestarikan alam, tapi artikel seperti ini akan mengingatkan lagi agar lebih berhati-hati memilih makanan yang aku konsumsi. Utamakan makanan ramah iklim demi kelestarian bumi.

  5. Aku otomatis langsung download ebooknya, kak. Sempat baca juga kalau ternyata mengonsumsi daging terlalu banyak bisa mengganggu ekosistem. Tadinya ngga paham, tapi pas dijelasin dalam bentuk bagan sampai siklus hidup hewan penyumbang protein. Akhirnya baru paham. Semoga aja aku bisa nerapin makanan yang ramah lingkungan

  6. Selalu senang mampir ke blog Mba Arni karena tulisannya selalu terasa lengkap dan dekat.

    Iya ya. Kadang kita sendiri yang mengacaukan iklim, bahkan dari makanan yang disajikan di meja makan rumah kita.

    Penasaran sama menu Gorontalo.

  7. Terima kasih ya sharenya sgt bermanfaat. Jadi tahi tentang makanan yang ramah iklim. Tulisannya juga lengkap sekali. Banyak ilmu yg bisa di petik.

    Jadi pengen makan binte, ada teman org gorontalo janji terus mau buatkan binte tp sampe skg gak kesampaian. Sedih akutuh hahahaa

  8. Mba Arni, baca cerita mba arni aku jadi kangen masa-masa nemenin Mimih bikin pais. Ternyata itu juga makana ramah iklim ya.

    Sekarang alhamdulillah sedang belajar untuk mempraktikkan seperti yang mbak Arni sampaikan. Lebih memilih sayur segar, kurangi daging2 dan frozen food, dan lebih mementingkan kebutuhan daripada keinginan. Thank udah ngerangkum acara webinarnya mbak. Aku jadi dapat insight banyak nih, ternyata william wongso juga care banget tentang pola hidup sehat ya..

    semoga sehat selalu untuk kita semua

  9. Innalillahi.. sedih ya Indonesia termasuk negara yg buang2 makanan.. ya Allah sedih bgt.. aku baru tau soal makanan ramah iklim.. berbobot bgt nih tulisannya mbak.. thank you

  10. Ini acaranya menarik banget ya, mbak.. Waktu 2 jam setengah jadi terasa singkat. Apalagi pas ngeliat foto-foto makanan yang ditampilkan ama Om Will.. Takjub dan bikin laper yaa. Semoga acara-acara kayak gini sering diadakan, biar makin banyak yg peduli ama pola makan ramah iklim..

  11. Sebenarnya kalau kita memakan makanan yang ramah iklim, dampaknya selain kita sehat bumi pun terselamatkan.
    Dan baiknya lagi kalau kita tanam sendiri dipekarangan rumah, itung itung berhemat juga.
    Bisa kangkung, bisa seledri,maupun daun bawang yang ditanam di polyback.

  12. Jujur aku baru tahu tentang makanan ramah iklim ini mbak
    Ternyata selain sehat juga tetap enak ya mbak
    Mulai sekarang aku mau coba beralih ke makanan ramah iklim ini ah

  13. Jadi makin sadar untuk selektif memilih bahan makanan dan cara memasaknya nih, Mbak Arni. Potensi pangan lokal kita memang banget, bisa buat ketahanan pangan juga mendukung pemulihan iklim yang sudah dilanda krisis. Yang sulit itu ngembaliin krisis perut keroncongan gara-gara lihat masakan Gorontalo yang enak-enak banget tuh. Diet besok aja! 🙂

  14. Suka banget sama imbauan ‘Tanam Makananmu, Makan Tanamanmu.’ Ini alhamdulillah sudah saya mulai di rumah bersama papa mama mertua, meski belum bisa mencukupi semua. Saya punya dosen yang sudah bertahun-tahun gak pernah lagi ke pasar. Di rumah dan halamannya yang luas dia punya semuanya kecuali beras. Ikan, sayur, buah, semua tanam sendiri. Masya Allah. Sehat.

  15. Waw lumayan tinggi juga ya peringkat indonesia perihal sampah makanan. Terkadang sebuah rasa malas itu ya yang gak bisa bikin kita berbuat lebih perihal ke makanan saja, sering banget sampah sayur sayuran dibuang begitu aja. Padahal kalau dijadikan pupuk lumayan banget sudah mengurangi sampah organik dan juga sekaligus menghemat uang untuk tidak membeli pupuk karena bisa bikin sendiri.

  16. Triyatni says:

    Aku fokus ke food waste jadinya
    Berbicara tentang food waste ini memang memprihatinkan
    sering kali liat ornag makan tapi gak dihabiskan
    padahal apa susahnya dihabisin huhu
    cuma emang jadi kebiasaan sih

    Btw baru dengar soal makanan ramah iklim. ternyata dari pangan juga bisa berdampak ke iklim ya

  17. makan sesuai kebutuhan, bukan berdasar keinginan, ini yang masih jarang saya temukan. Kalau pas nginap di hotel, saat sarapan, saya sering mengamati perilaku para tamu yang nginap di hotel. Meja penuh dengan piring berisi aneka hidangan. Emang sih, pilihan makanan di hotel itu banyak dan nampak enak semua, tapi kan kapasitas perut itu terbatas.

  18. wahyuindah says:

    wah hidroponik termasuk tanaman yang bisa dijadikan makanan ramah iklim dong ya. kebetulan suamiku nanam hidroponik di rumah. awalnya aku kira ramah iklim harus vegertarian. ternyata gak ya. baca artikel ini jadi tercerahkan saya. dapat ilmu baru. makasih sharingnya kak

  19. Shyntako says:

    Wah aku kok ngiler ya dan baru tau nih soal makanan ramah iklim tuh ternyata ada yaaa, itu binte biluhuta platingnya juga cakep banget bikin makin laper

  20. Untuk menyebut chef yang membuat makanan ramah iklim ini, apa ya sebutannya? Apa bener sebutannya sustainable chef?
    Seru kali kalau restoran-restoran punya chef semacam ini. Sehingga sampah makanan tidak banyak bertumpuk dan pengolahannya ramah lingkungan juga.

  21. Ternyata gila bener angka pembuangan makanan di Indonesia ya kak. Nomer dua setelah Arab Saudi. Ya Allah kita buang-buang makanan sementara banyak orang yang membutuhkan. Dan Alhamdulillah ternyata kuliner Indonesia banyak yang ramah lingkungan.

  22. Ya ampunn ternyata ada cheff williamnya jugaa.
    Pantess makanan dan platingnya cakep bangett
    Nngiler deh akuu.
    Baru tau jg nih konsep makanan ramah iklim begini kak. Thanks bangett tulisannya mengedukasi betul

  23. Fadli says:

    Saya jadi membayangkan apa kira-kira di masa depan, makanan tidak hanya ada sertifikasi BPOM nya, tapi juga sertifikasi ramah lingkungannya. Saya kira, kita perlu juga mengedukasi petani sebagai orang-orang yang berjasa dalam memproduksi bahan pangan

Leave a Reply to ghina Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *