Pandemi sudah selesai. Begitu kata orang-orang. Di lingkungan sekitar tempat kami tinggal udah jarang banget lihat orang pakai masker. Saat kami bepergian ke luar rumah dan bermasker, serasa jadi alien karena tampil beda. Petugas-petugas di minimarket dan layanan jasa lainnya juga sudah tak bermasker. Pokoknya udah bebaaas.
Saat kantor mulai masuk rutin. Sekolah udah PTM full. Tak ada lagi “jaga jarak” dalam interaksi sosial. Celah penularan terbuka lebar. Rasanya sih kami sudah cukup maksimal membentengi diri. Tetap bermasker di ruang publik, sesekali memang lepas saat di dalam komunitas atau kelompok yang terukur, kenal orangnya dan kurang lebih tahu kondisi kesehatannya. Selebihnya, di lingkungan yang sangat heterogen diusahakan untuk tetap bermasker.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Ndilalah hasil swab test sekeluarga pada hari Minggu, 7 Agustus 2022 malah menunjukkan kami positif dan harus menjalani isolasi mandiri (isoman).
“Walah…kebagian juga dicolek covid nih,” pikir saya.
Berkali-kali gelombang serangan covid hadir, kami aman. Ndilalah, nyaris di ujung pandemi kena juga. Darimana kenanya? Mbuhlah. Kami tak tahu. Mari kita jalani saja isoman ini. Tapi kalau dirunut ke belakang lagi, kurang lebih seperti ini.
Selasa malam, 2 Agustus 2022 Prema mulai mengeluh tak enak badan. Sekitar jam 12 malam badannya mulai panas yang ternyata berlanjut sampai pagi. Setelah sarapan kami berikan paracetamol, yang ternyata hanya memberi efek sedikit saja. Suhu tubuhnya tetap di atas 38 dercel. Lalu menjelang sore, batuk pilek mulai muncul. Kami pikir ini batpil biasa yang seperti biasa akan sembuh sendiri dalam 2 – 3 hari dengan konsumsi air putih hangat dan istirahat yang cukup.
Ternyata, sampai dengan Sabtu, 6 Agustus 2022 batpilnya gak ada perubahan. Demam sudah tak ada. Tapiii… malah gantian saya yang meriang. Sore hari tumbang, badan lemes,mulai demam dan menggigil kedinginan lalu malamnya batpil juga muncul. Walah Prema belum sembuh, saya malah ikutan tumbang.
Minggu pagi, Ayah yang memang sengaja tidur terpisah dari kami (saya dan Prema sekamar karena kami sedang sakit, ayah tidur sendirian agar tak ketularan) ternyata juga ikut demam. Saat saya samperin ke kamar sebelah kok yo menggigil dan mulai bersin-bersin. “Waduh, ndak beres nih!” batin saya.
Pagi itu juga kami langsung memutuskan untuk melakukan swab test ke Klinik terdekat. Sebenarnya agenda sepanjang hari dari pagi-sore itu cukup padat dan semuanya berhubungan dengan orang banyak. Daripada ambil resiko dan jadi carrier, mendingan cek dulu lah biar pasti. Dan ternyata hasilnya POSITIF. Wis lah, balik badan. Pulang. Cancel semua agenda!
Isoman di Rumah Saja
Covid bukan aib. Keyakinan itu yang paling penting kita tanamkan. Terkonfirmasi positif covid bukanlah sesuatu yang memalukan, meskipun kalau boleh meminta ya tentunya tak ada yang mau terinfeksi virus yang satu ini. Lagipula, positif covid jaman now rasanya gak setegang awal-awal kemunculannya dulu. Tak ada comorbid, vaksin lengkap, support system (keluarga, teman-teman, tetangga) yang memberi dukungan terbaik juga nakes, faskes bahkan kemenkes juga sudah punya alur yang rapi dan teratur dalam penanganan pasien covid membuat kami lebih percaya diri dan optimis sembuh.
Dengan kondisi kami yang bergejala ringan (batuk, pilek dan meriang), oleh dokter di Klinik disarankan untuk isoman di rumah saja. Tentunya dengan beberapa catatan seperti kami wajib secara rutin memeriksa suhu tubuh, saturasi oksigen dan jika memungkinkan tekanan darah. Kebetulan semua alat ukur itu ada di rumah karena selama 6 bulan terakhir kami merawat ibu saya yang sedang sakit di rumah Bogor, sehingga kami melengkapi ketersediaan beberapa alat kesehatan sederhana di rumah. Sekarang ibu sudah balik ke Kendari, alat-alat ini tetap di Bogor karena di rumah Kendari juga sudah ada. Jadinya sekarang malah bermanfaat untuk kami.
Dari klinik, hasil pemeriksaan kami dilaporkan ke Kemenkes melalui aplikasi pedulilindungi. Tak lama kemudian di aplikasi yang ada di HP masing-masing, muncul notifikasi status kesehatan bahwa kami terkonfirmasi positif dan pemberitahuan untuk isoman. Selanjutnya kami menerima WA dari Kemenkes yang memberi petunjuk langkah-langkah untuk konsultasi dokter di layanan telemedisin yang berafiliasi dengan Kemenkes untuk kemudian bisa menebus obat secara gratis. Ou, layanan konsultasinya juga gratis kok. Eh tapi ini hanya untuk saya dan suami ya. Kalau Prema, karena usianya masih di bawah 18 tahun, tidak mendapat WA layanan gratis ini dari Kemenkes. Tapi statusnya di pedulilindungi juga berubah sesuai data yang diinput dari Klinik.
Tebus Obat Gratis
Berdasarkan WA dari Kemenkes, kami mencoba mengikuti alurnya. Kami memilih salah satu layanan telemedisin yang dianjurkan. Bebas kok mau pilih yang mana dari 6 layanan yang ditawarkan. Semuanya gratis. Dari sini, kami diarahkan mengisi formulir online yang berisi data-data kita. Selanjutnya akan dikonsultasikan dengan dokter yang tersedia saat itu.
Akan ada beberapa pertanyaan mendasar terkait kondisi kesehatan. Misalnya riwayat bepergian, riwayat kontak dengan pasien covid, jenis obat yang rutin dikonsumsi dan segala derivasinya. Pertanyaan yang wajar kok. Di ujung konsultasi, dokter akan menjelaskan tentang paket obat gratis dari Kemenkes, yang ternyata ada dua jenis paket obat yaitu Paket A dan Paket B.
Paket A isinya hanya multivitamin, diperuntukkan bagi pasien tanpa gejala atau bergejala sangat ringan
Paket B isinya Multivitamin, Antivirus Favipiravir dan Parasetamol, diperuntukkan bagi pasien dengan gejala ringan
Dokter juga menjelaskan dengan baik efek samping dari obat-obatan tersebut, serta memberi saran tentang obat yang mana sebaiknya kita konsumsi. Meskipun ada saran dokter, namun tetap harus dengan persetujuan pasien yang akan meminta paket obat yang mana. Jadi benar-benar ada diskusi yang baik dan bukan keputusan sepihak ya.
Waktu mengisi formulir ini, kepala saya sedang terasa pusing banget. Batuk juga sangat sering dan hidung tersumbat. Lemes banget pokoknya. Karena itu saya meminta obat Paket B yang berisi antivirus. Sedangkan suami, meminta obat Paket A karena merasa gejalanya lebih ringan dari saya.
Dokter kemudian membuatkan resep untuk kami download, lalu setor kembali ke Kemenkes melalui formulir tebus obat. Ikuti langkahnya sampai selesai dan tunggu saja baik-baik di rumah, obat akan dikirim melalui kurir dari apotik Kimia Farma terdekat.
Voilaaa… sekitar jam 3 sore obat saya datang.
Kelihatan ribetkah?
Hmm.. tergantung dari sudut pandang mana melihatnya ya. Saya pribadi merasa ini terobosan yang baik dari pemerintah. Namanya juga pakai sistem digital, ya wajar saja banyak formulir yang diisi. Hampir sama saja kok kalau mengantri di Rumah Sakit, kita juga harus ke bagian pendaftaran, ke dokter, ke kasir, ke apotik, bahkan bisa bolak balik. Belum lagi ditambah waktu menunggu antrian. Dibandingkan itu semua, layanan digital seperti ini sangat memudahkan dan menghemat waktu lho. Memang dibutuhkan sedikit tambahan kesabaran saja saat mengisi datanya. Hari gini, yuk ah melek digital.
Eits… tapi ya memang ada jenis-jenis penyakit yang tak bisa diselesaikan hanya dengan konsultasi online. Harus langsung dipegang dan diperiksa oleh dokter dengan peralatan Rumah Sakit yang memadai. Untuk konsultasi awal bolehlah digital, sekedar mendapatkan gambaran umum, selebihnya ya tetap harus konsultasi langsung ya, dan jangan menganggap enteng alarm-alarm yang diberikan oleh tubuh kita.
Semangat Sehat. Hati Yang Gembira Adalah Obat
Selain mengkonsumsi obat dari dokter, yang paling penting di masa isoman ini adalah semangat dari dalam diri kita sendiri. Kami kebetulan positifnya barengan serumah. Jadi ya gak ada drama pisah kamar, pisah makan dan sejenisnya. Tetap beraktivitas normal seperti biasa, hanya saja menutup diri dari interaksi dengan sekitar. Kebutuhan makanan dan lainnya kami beli online. Paket-paket yang datang kami sampaikan untuk diletakkan di teras rumah saja. Pun demikian beberapa hantaran yang dibawakan oleh kerabat.
Pada pihak-pihak terkait, kami melaporkan kondisi keluarga secara terbuka. Sekolah Prema langsung bersikap aktif, mendata semua teman sekelas yang sekiranya ada kontak erat dengan Prema, untuk dilakukan swab test di Sekolah. Di kantor suami juga sama, swab dilakukan pada semua staf yang sekiranya sempat kontak erat pada hari Jumat. Astungkara, Puji Tuhan tak ada satupun teman Prema maupun teman suami yang positif. Tapi kami tetap melanjutkan isoman di rumah. Dengan kondisi Prema PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh/Online) dan Ayah WFH (Work From Home) sampai masa isolasi berakhir.
Selebihnya, makan makanan yang sehat. Istirahat yang cukup. Dan isi hati dan pikiran dengan hal-hal positif. Buat kami, bisa jadi ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk menguatkan dan merekatkan kebersamaan dalam keluarga. Memang sih, beberapa waktu terakhir kami sangat jarang menikmati waktu bertiga. Prema dan Ayah sempat sakit di bulan Januari sehingga harus opname selama 10 hari. Karena saya harus menemani di Rumah Sakit, kami bahkan sempat menitipkan ibu saya di rumah teman rasa saudara. Ah… terimakasih tak terhingga buat kalian, teman rasa keluarga di perantauan. Maaf sudah merepotkan.
Setelah itu kami mulai disibukkan beberapa kegiatan sosial dan keagamaan. Lalu Prema juga harus mengikuti ujian kelulusan dari SD. Termasuk beberapa kegiatan offline terkait proses kelulusan. Lanjut mencari SMP yang cocok untuk sekolah berikutnya. Ini juga berbarengan dengan kondisi Ibu saya yang sempat menurun beberapa kali sehingga harus dirawat di Rumah Sakit. Rasanya sampai Juni, hampir tiap bulan saya “staycation” di Rumah Sakit untuk menemani Ibu.
Puncaknya, akhir Juni mertua saya di Bali meninggal dunia. Lagi-lagi pukulan berat buat kami. Langsung terbang ke Bali selama dua minggu, sampai dengan upacara Ngaben selesai. Kembali dari Bali, Ayah langsung masuk kantor dan Prema juga mulai Sekolah dengan ritme yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Bagian ini ada ceritanya di Balada Anak SMP.
Ah, bisa jadi kelelahan fisik, hati dan pikiran inilah yang membuat kami lemah sehingga si virus seksi ini akhirnya bisa hinggap menyapa kami. Atau ya memang Tuhan memberi kami kesempatan untuk kembali ngumpul bertiga, menikmati waktu dan kebersamaan, saling menjaga, memperhatikan, menyayangi satu sama lain. Menikmati rumah yang rasanya belakangan kadang terasa seperti rumah singgah. Penghuninya penuh hanya saat malam, itupun tidur saja karena esok pagi sudah terburu-buru pergi ke tempat aktivitas masing-masing.
Apapun itu, kami jalani dengan bahagia. Apa saja kegiatan isoman kami? Intip di postingan selanjutnya ya. Saya kupas tuntas semua di sana.
Saat tulisan ini naik tayang, kami masih menjalani isoman. Mohon doa dari teman-teman semua agar kami bisa segera kembali pulih seperti sediakala. Terimakasih
Salam
Arni
Semoga lekas sehat ya Mba, 2 minggu yg lalu pun aku sekeluarga sakit, tapi ga keingetan ya buat SWAB, tapi kita sakit di rumah aja, sama sekali ga kemana2, berobat ke klinik pun dikasih parasetamol dan vitamin aja. Terima kasih informasinya semoga lekas pulih sekeluarga ya.
Kami juga tadinya gak kepikiran buat SWAB
Tapi lama-lama kok ngerasa ini sakitnya gak wajar. Jarang banget kami tumbang barengan gini semua sekeluarga. Lagian buat jaga-jaga karena akan banyak aktivitas yang bertemu komunitas. Akhirnya swab. Ndilalah positif hiks
Btw makasi doanya mbak
Semoga kita semua diberi kesehatan
Wah, lekas sehat kembali ya mbak Arni. Memang deh Covid-19 itu bukan aib, walaupun seperti jalangkung. Datang tak diundang, pulang tak dijemput hehehe. Alhamdulillaah layana Kemenkes ini benar2 membantu masyarakat berobat gratis saat isolasi di rumah. Ternyata cara memperoleh obatnya tak sesulit yang dibayangkan ya. Sehat terusssss setelah ini ya aamiin.
Hahaha lebih parah dari jalangkung
Gak keliatan bentuknya kakaaak
Makasi perhatiannya yaa
Mba Arni.. Semoga lekas sembuh yaa. Enak ya skrg bisa tebus obat jg meski prosesnya mayan. Aku dlu pas ngerasa gejala covid itu lgsg beli obat sendiri sih. Memang ga ada tau ya bakal kena covid kapan, meski uda reda tetap kudu waspada
Iyaaa. Bersyukur kami kena gejalanya ringan jadi bisa isoman di rumah aja
Dan support system lumayan mendukung. Sejauh ini kami masih merasa nyaman
Terimakasih perhatiannya mbak
tetap prokes ya mba. Dan smoga lekas selesai isoman, sembuh total.
Aku barusan pulang ke Bogor setelah setaun lebih eh, disini banyak yg udah ga pake lagi. Kita kan ga tau varian berubah2. Aku sih masi ngeri. Wlo katanya “cuma” sakit dan bisa sembuh, ya kita ga tau efek sampingnya di masa depan. Lebih baik sehat2 daripada sakit, apapun sakitnya. Semua kerjaan terhambat!
Itu juga yang kami takutkan
Efek jangka panjangnya itu lho
Mudah-mudahan aman lah
Semoga lekas sembuh ya Mbak. Salah satu anggota keluargaku merupakan Nakes dan sampai sekarang terus mewanti-wanti untuk jaga kesehatan dan tetap pakai masker untuk meminimalisir penyebaran virus dan penyakit.
Lebih baik mencegah daripada mengobati bukan…
Iya mbak
Kami juga sudah berusaha sih untuk mencegah
Apa daya kebagian juga disamperan neng coronces
Semoga saat ini sudah sehat kembali ya, Mbak Arni..
Di ujung pandemi kena juga ya, semoga setelahnya sehat semuaa
Aku juga memanfaatkan obat gratis covid dulu saat kena Delta (Juli 2021) masih pakai WA karena belum aktifnya Peduli Lindungi saat itu. Tapi lancar dan sembuh di antaranya berkat obat-obatan ini
Iya nih. Di Ujung malah kebagian juga diendorse neng Covid hehe
Sekarang kami sudah lebih baik. Mudah2an terus membaik. Terimakasih doanya, mbak
Semoga kita semua sehat selalu yaaa
Mba Arni dan keluarga semoga segera sembuh ya. Kita ndak tahu kapan virus itu mengincar kita ya hehe…Padahal mba sekeluarga sudah vaksin lengkap kan? Wah kudu tetap waspada dan jangan kendor nih buat jaga diri, jaga jarak, pake masker dan bawa handsanitizer. Pokoke semangat ya mba…
Semoga lekas sehat kembali untuk kak Arni dan keluarga. Betul sekali kak tidak perlu dipikirkan ketularan dari mana yang penting adalah fokus untuk kembali sehat dan selalu afirmasi positif. Terobosan dari pemerintah ini sudah sangat baik menurut aku. Pemerintah peduli rakyatnya dengan memberikan layanan obat gratis sehingga beban pikiran dan finansial saat menjalani isoman bisa berkurang.
alhamdulillah tetap jaga kesehatan dan jangan lengah agar kita dan keluarga tetap sehat dan terhindar dari covid tentunya, yuk saling jaga
Semangat sehat ya Mba Arni dan keluarga.. ☺ Aku juga sekarang masih isoman. Kebetulan nyoba isi data juga yang dari Kemenkes dan dapat yang Paket A. Lumayan banget dikirim vitamin gratis ya Mba. Iya ini terobosan juga soalnya kerjasama dengan beberapa provider kesehatan dan bisa bermanfaat buat yang kena.. Semoga sehat selalu ya Mba..
semangat mbak arni, alhamdulillah pelayanan kesehatan sudah gampang di akses ya mbak lewat teknologi terlebih lagi di masalah kesehatan.
Mbak Arni, syukurlah gejalanya ringan dan udah ada layanan telemedicine yah. Obat pun mudah didapat secara cuma-cuma. Enggak rebutan seperti dulu pas covid sedang memuncak.
Sekarang udah selesai isoman kan? Sehat-sehat selalu 🙂