Pujawali ; Sebuah Sinergi Antara Religi, Tradisi dan Seni Dalam Harmoni

Denting suara genta bersambut mantra suci para Pandita

Menghantar persembahan, membangkitkan api kundalini

Menyelaraskan rasa, menghadirkan kedamaian

Di sini, di tempat suci kami berserah diri

Dua bulan terakhir, di luar kegiatan rutin sehari hari, aktivitas saya juga seputar Pujawali Pura yang berlokasi di Bogor. Pura Parahyangan Agung Jagatkartta (PAJK), Gunung Salak  pada tanggal 10 September 2022 dan Pura Giri Kusuma (PGK), Kota Bogor pada tanggal 10 Oktober 2022.

Upacara Pujawali kali ini berlangsung sangat meriah dan semarak. Mempertemukan umat Hindu yang tersebar di Bogor, Jakarta hingga Banten. Tak heran, Pujawali kali ini memang baru kembali digelar terbuka setelah selama 2 tahun dicengkeram pandemi sehingga hanya dilaksanakan terbatas, oleh panitia yang ditunjuk, dengan prokes yang sangat ketat. Meski sudah terbuka, namun bukan berarti bisa abai ya, kita semua tetap wajib berhati-hati dalam berinteraksi.

Beberapa kegiatan terkait Pujawali diselenggarakan, terutama di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta antara lain yoga massal, sadhana youth camp, layanan kesehatan, parade rejang sari, lomba penjor dll yang menambah meriahnya Pujawali. Ou, tentu saja ini tidak dalam sehari ya. Ini adalah rangkaian panjang yang dilaksanakan dalam rangka Pujawali, sebagian besar digelar saat akhir pekan. Jadi ya, waktunya cukup panjang, sekitar sebulan sampai dengan hari H Pujawali itu sendiri.

Yoga massal

Apa Itu Pujawali?

Dari tadi saya terus menerus menyebut Pujawali. Mungkin sebagian teman-teman pembaca bertanya-tanya, apa sih Pujawali itu?

Umat Hindu (khususnya Hindu Bali – karena umat Hindu bukan hanya dari suku Bali saja, ada Hindu Jawa, Kaharingan, Batak, Toraja, Ambon dll) memiliki beragam ritual keagamaan. Mungkin sebagian orang Indonesia hanya mengenal Nyepi sebagai hari raya Hindu, karena pada hari ini ditetapkan sebagai libur nasional dalam kalender. Sebenarnya masih banyak hari raya lainnya dan ritual keagamaan yang rutin dilaksanakan. Pujawali salah satunya.

Pujawali merupakan salah satu upacara dimana umat Hindu melakukan persembahyangan dan rangkaian upacara lainnya yang ditujukan kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widi Wasa di Pura tertentu.  Pujawali (Puja = melakukan pemujaan, Wali = Yang Utama dan Suci) sering disebut juga Petoyan, Petirtaan atau Piodalan.

Petoyan/petirtaan bisa diartikan sebagai ritual memohon air suci. Memang sudah menjadi bagian dari setiap Upacara Keagamaan, usai persembahyangan maka umat Hindu akan menerima air suci yang diberikan oleh Pemangku/Pandita/Pedanda (Orang Suci yang memimpin persembahyangan).

Sedangkan Piodalan berasal dari kata wedal yang artinya keluar atau lahir. Dengan kata lain, piodalan diperingati sebagai penanda hari lahir sebuah Pura atau bangunan suci. Semacam ulang tahun kalau pada manusia.

Secara umum, keempat penyebutan ini memiliki makna yang sama. Upacara suci untuk memperingati hari berdirinya Pura, dimana umat melakukan rangkaian upacara khusus, persembahyangan lalu menerima anugerah berupa tirtha/air suci.

Beberapa rangkaian kegiatan Pujawali

Penetapan hari Pujawali biasanya melalui perhitungan berdasarkan kalender Bali dan penanggalan bulan yang dilakukan secara cermat oleh para pemuka agama dan umat setempat. Sehingga diperoleh kesepakatan tentang pelaksanaannya. Ada dua rujukan yang menjadi pertimbangan yaitu perhitungan sasih yang merujuk pada kalender Saka sehingga Pujawali jatuh 1 tahun sekali dan perhitungan wuku yang merujuk pada penanggalan Bali sehingga Pujawali dilaksanakan setiap 6 bulan (210 hari) sekali.

Nah, mungkin sebagian teman-teman pernah yang saat ke Bali lalu melihat ritual keagamaan di Pura tertentu di satu lokasi, tapi saat ke lokasi yang lainnya tak ada upacara yang sama. Bisa jadi di Pura yang ramai itu mungkin sedang ada upacara Pujawali/Piodalan yang mana waktunya gak barengan dengan Pura-Pura  lainnya.

Akan berbeda jika teman-teman ke Bali saat hari raya besar seperti Galungan, Kuningan, menjelang Nyepi dll dimana semua Pura pasti ramai karena ada upacara keagamaan di saat yang sama.

Semoga cukup jelas ya, sahabat ngiringmelali…

Ngayah dan Menyame Beraya Saat Pujawali

Di Pujawali kita kembali bertemu, setelah penantian panjang karena pandemi

Merangkai kisah menabur rindu, merajut bahagia indah bersemi

Selama persiapan menuju hari H Pujawali, banyak kegiatan yang dilakukan dan melibatkan umat yang tak sedikit. Dalam konsep Hindu Bali, aktivitas ini disebut ngayah (ngaturang ayah) atau sevanam yaitu memberikan pelayanan, persembahan/bekerja tanpa pamrih dan menyame beraya yaitu bergerak bersama-sama dalam persaudaraan.

Pelayanan pada siapa? Bekerja untuk apa?

Hindu mengenal konsep Tat Twam Asi. Aku adalah kamu dan kamu adalah aku. Bahwa dalam diri kita ada sumber yang sama. Bahwa energi hidup dalam diri manusia dan makhluk hidup lainnya adalah sama. Karena itu melayani orang lain dalam kemanusiaan sama dengan melayani Tuhan. Menjaga harmoni alam semesta sama dengan melayani Tuhan. Bersikap baik pada sesama, sama dengan melayani Tuhan.  

Terlahir sebagai manusia, artinya kita akan selalu terhubung dengan yang lain. Sebagai makhluk sosial, kita tak mungkin hidup sendiri. Bahkan sejak dilahirkan, kita sudah bergantung pada orang tua. Pun demikian dalam aktivitas keseharian, betapapun kecilnya pertolongan atau bantuan yang kita terima tetap membuat kita terhubung dan menjadikan kemelekatan dengan jasa orang lain. Inilah yang terwujud dalam bentuk ngayah bersama, bekerjasama, bergotong royong menyiapkan berbagai kebutuhan dan kegiatan dalam rangka Pujawali.

Menari Rejang Sari Saat Pujawali

Seperti yang saya tuliskan di awal artikel ini ada beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka Pujawali.  Saya mengikuti beberapa diantaranya, menyesuaikan dengan jadwal kegiatan rutin lainnya. Astungkara, diberi kesehatan dan kesempatan untuk turut berperan kecil dalam upacara ini. Salah satu yang saya ikuti adalah menarikan Tari Sakral Rejang Sari bersama ibu-ibu WHDI (Wanita Hindu Dharma Indonesia) Kota Bogor.

Baca juga : Tari Rejang, Sebuah Persembahan Tanda Cinta Pada Sang Pencipta

Selain tari rejang sari ada beberapa tari sakral yang juga selalu hadir menjadi rangkaian upacara Pujawali antara lain tari Rejang Dewa, Baris Gede dan tari Topeng.  Kali ini saya akan  bercerita sedikit tentang Tari Rejang Sari.

Ibu-ibu WHDI Kota Bogor in action

Diciptakan oleh I Ketut Rena pada tahun 2017, hingga saat ini Rejang Sari sudah berkembang luas sebagai salah satu tari yang kerap dihadirkan dalam upacara-upacara keagamaan. Dilengkapi iringan gamelan gong kebyar yang diaransemen oleh I Made Murna pada tahun yang sama.

Menurut bapak Ketut Rena yang pada bulan September lalu berkesempatan hadir di Pura Parahyangan Agung Jagatkartta, tarian ini diciptakan sebagai salah satu bentuk cinta yang tulus dan luhur pada Tuhan. Menyajikan keindahan, mewujudkan energy kebahagiaan dalam gerak tari yang luwes dan indah, dengan iringan musik dinamis sehingga membawa kedamaian dan harmoni.

Sebagai salah satu tari sakral, gerakan tari Rejang Sari sengaja diciptakan mudah dan sederhana namun tetap penuh makna, sehingga siapapun bisa mengikutinya. Tak harus menjadi penari professional untuk membawakan tarian ini. Tak seperti tari Bali yang ditujukan sebagai balih-balihan/hiburan yang disertai gerakan sulit, gerak tari di Rejang Sari bisa ditarikan bahkan oleh mereka yang tak punya basic/skill menari sebelumnya. Yang penting adalah niat untuk ngayah, untuk menyalurkan energi positif, sebagai persembahan tanda cinta pada Sang Pencipta.

Tari Rejang Sari

Meski demikian, ada pakem-pakem yang menjadi acuan dalam membawakan tari ini. Menurut Bapak Ketut Rena, struktur tarinya terdiri dari pepeson, pengawak, pengadeng, pengecet dan pekaad.

Pepeson

Merupakan bagian pertama dari Tari Rejang Sari. Berasal dari kata pesu yang berarti keluar. Menggambarkan bunga yang sedang mekar, sesuai dengan konsep beragama Hindu yaitu keindahan dan dipersembahkan pada Tuhan melalui gerak dinamis. Dalam penampilannya, pepeson diwujudkan dalam gerakan keluar menuju arena tari, dalam baris lurus lalu dilanjutkan menyebar membentuk pola lantai yang indah layaknya bunga yang sedang mekar.

Pengawak dan Pengadeng

Adalah bagian yang menunjukkan adanya gerakan dinamis, lemah gemulai yang disertai ketulusan sehingga dapat melepas diri dari hal-hal negatif. Biasanya dilakukan berulang sebagai simbol bahwa kita tak henti-henti untuk berusaha hingga dapat memberikan yang terbaik.

Pengecet

Merupakan bagian komposisi tarian yang menampilkan gerak tari dalam tempo sedang hingga cepat. Dalam tari rejang sari, ciri khas bagian ini adalah gerakan dilakukan dalam pola lantai lingkaran yang bermakna sebagai bentuk keseimbangan dan rasa syukur pada Tuhan.

Pekaad

Adalah bagian akhir dari tarian ditandai dengan gerak tari bertempo cepat kemudian melambat sebagai tanda berakhirnya tarian.

Harmoni di Pujawali

Aktivitas utama saat Pujawali tentu saja sembahyang. Biasanya sampai berkali-kali sesi persembahyangan digelar karena kehadiran umat yang sangat banyak. Apalagi seperti di PAJK, Gunung Salak tempo hari. Setelah 2 tahun dilanda pandemi, Pujawali kali ini berlangsung sangat meriah. Kebetulan Purnama Katiga jatuh tepat di hari Sabtu, jadi banyak yang memilih mengisi akhir pekan dengan mengikuti rangkaian upacara Pujawali. Benar-benar tumpah umat yang hadir. Sebagian besar berasal dari Jakarta, Jawa Barat dan Banten (JakJaBan). Pengelolaan Pura ini memang dilakukan bersama oleh umat dari tiga provinsi tersebut.

Tari Kecak. Salah satu hiburan di malam kesenian
Bahagia itu hadir dalam keikhlasan sevanam

Kolaborasi antara tradisi dan religi sangat terasa dalam pelaksanaan rangkaian upacara dalam Pujawali. Berdiri megah di Tanah Pasundan, tak ketinggalan saudara-saudara dari Sunda Wiwitan turut mengambil bagian dalam Pujawali. Mulai dari persembahan ala Sunda, kidung hingga pertunjukan kesenian. Tirta/air suci yang disatukan dalam Pujawali ini juga berasal dari berbagai sumber. Situs-situs Hindu yang tersebar di berbagai tempat, Pura-pura di wilayah JakJaBan hingga tirta dari Candi Prambanan, Candi terbesar umat Hindu di Indonesia.

Ketika tradisi yang indah, seni budaya yang agung, bertemu dengan aturan religi yang damai, niscaya harmonilah yang tercipta. Karena sesungguhnya tugas kita adalah menanam benih-benih kebaikan, agar kelak tumbuh sebagai tunas-tunas kebajikan, semakin besar dan rindang menjadi pohon-pohon keindahan dan menghasilkan buah perdamaian.

Salam

Arni

33 thoughts on “Pujawali ; Sebuah Sinergi Antara Religi, Tradisi dan Seni Dalam Harmoni

  1. salah satu yang sulit dipertahankan sekarang adalah tradisi dan budaya. Melihat Hari Raya Pujawali, saya pribadi merasa bangga, konsisten mempertahankannya dan terus menjaganya bukan perkara mudah. Salut dengan penduduk desa yang selalu menjaga dan melestarikannya

    • Ternyata peringatan Pujawali di kota lain gak kalah meriah dengan yang di bali ya kak. gempitanya juga bikin suka cita bagi yang menonton. Takjub akutuh

  2. Hari Raya Umat Hindu rupanya bukan Nyepi saja ya. Ternyata ada Pujawali. Acaranya juga seru penuh kesenian dan budaya.

    Ya, hampir semua kegiatan yang mengundang khalayak ramai libur selama 2 tahun di saat pandemi.

  3. Ikutt senang Indonesia yang memiliki masyarakat yang berbeda beda keyakinan dan ritual keagamaan yang beragam bisa hidup berdampingan saling menghargai satu sama lain.

    Semoga keharmonisan dan kerukunan s3lalu terjaga

  4. Fenni Bungsu says:

    Lewat perayaan hari raya akan ada nilai-nilai kebaikan yang tersirat, dan ini bisa sekaligus sebagai renungan juga untuk bersyukur atas karunia yang telah diberikan dari-NYA

  5. Lengkap sekali penjelasannya tentang Pujawali. Waktu di Bali beberapa waktu lalu, kami sempat menunggu-nunggu perayaan Pujawali, cuma nggak kebeneran terus. Semoga tahun depan berkesempatan deh.

  6. Gina says:

    beragam budaya membuat kita paham, perbedaan itu Indah. Termasuk beragam suku dan bahasa serta upacara dr berbagai daerah di Indonesia.

  7. temans aya kebetulan sekali asli Bali dan orangtuanya seperti kepala adat begitu, sering banget kami sharing soal budaya sana yang sangat unik dan menarik buat saya, semakin menambah wawasan bahwa negara kayak sekali akan budaya

    • Dewi Nuryanti says:

      Aku taunya Nyepi aja, Mba Nangka (teteuup). Ternyata ada upacara lain yah, Pujawali ini. Pasti senang&bersyukur bgt ya bisa mengadakan upacara Pujawali setelah 2 thn absen krn pandemi. Banyak yah rangkaian acaranya

  8. Shyntako says:

    Duh, aku suka banget deh kalo bisa ikut menyaksikan acara tradisi seperti ini, bagus juga untuk dokumentasiin momen kaya gini

    • Leha Barqa says:

      Umat Hindu Bali seJabodetabek berkumpul bersatu dalam peringatan Pujawali, aku seneng liatnya mbak. Vibesnya seperti lagi di Bali ga berkurang sedikitpun kemeriahannya.

  9. cantik banget budaya Bali ini. Mereka bener-bener masih kentel ya jaga dan melestarikan budaya yang berdampingan dengan kepercayaan mereka dalam hidup sehari-hari 🙂

  10. Bali memang salah satu daerah yang budayanya itu masih sangat dijaga ya mbak menurutku. Aku pun beberapa kali ke sana juga mikir, ada tempat yang rame banget tapi ada yang sepi, ku pikir dulu karena itu pura pribadi hahaha

  11. Wahyuindah says:

    Wah Pujawali meriah ya. Bisa jadi pengetahuan budaya umat Hindu nih. Makasih infonya kak. Seru kalau bisa lihat acaranya langsung. Pujawali ini kebalikan dari nyepi ya. Ramai soalnya. Nyepi kan sepi.

  12. waaaw saluuut ikutan ambil bagian pada Pujawali dengan menari Rejang Sari. Ini ibu-ibu yah tapi luwes lho
    trus gimana latihannya? kan pastinya latihan menari apalagi untuk umum gini ga cuma 1-2x aja. Ada behind the scene proses kalian?

  13. Unik betul umat Hindu di Indonesia ini ya, kak. Bahkan tiap daerah pun ada keunikannya, berbeda dengan umat Hindu di India. Kalau di sana dan Singapura-Malaysia, beberapa minggu lalu merayakan Deepavali (dipawali).

    Kalau di Kristen, istilahnya Hukum Kasih: “Kasihi Tuhan seperti mengasihi sesama, kasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.”

  14. Wahhh, menarik banget artikelnya mba. Menambah wawasan lagi tentang perbedaan. Punten banget, aku baru tau ada Hindu dari Batak juga ternyata yaa. Dan lewat artikel ini juga jadi paham tentang Pujawali

  15. Jujur, saya baru tahu Pujawali dari artikel ini. Saya baca dari awal sampai akhir isinya sangat damai. Penjelasannya juga sangat lengkap. Saya sebagai orang awam pun terlarut dalam tulisan ini. Thanks for sharing ya kak ^^

  16. Enggak perlu jalan-jalan ke Bali, aku jadi tahu banyak sisi lain dari Bali. Salah satunya upacara Pujawali. Acara meriah tanda para umat Hindu Bali memang merindukan momen kebersamaan dalam upacara keagamaan ini.

  17. Artikel ini memberikan informasi yang lengkap. Jadi banyak tahu tentang keagamaan Hindu di Bali. Waktu nyepi di Monas, aku sempat melihat pagelaran budayanya. Seru sekali ya…Indonesia emang kaya dalam banyak hal dan dengan banyak perbedaan membuatnya terlihat indah.

  18. Rangkaian kegiatan saat Pujawali sangat indah ya kak. Apalagi saat menari dan Tari Rejang Sari. Sungguh terlihat kolaborasi agama dan budaya yang begitu indah ya kak.

  19. Akhirnya nambah satu pengetahuan lagi tentang Hindu Bali. Bener-bener budaya yang masih terjaga dengan baik dan ikut membantu melestarikan budaya yang berdampingan dengan kepercayaan dalam hidup sehari-hari. Selalu suka melihat budaya dan agama masih berpadu harmonis seperti ini. Dan ternyata gak perlu jauh-jauh ke Bali untuk melihatnya.

    Mungkin lain waktu saya juga ingin melihat langsung Pujawali ini deh.

Leave a Reply to Shyntako Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *