Di Balik Layar Pementasan Tari

Tiga bulan terakhir saya cukup sering posting foto di medsos terkait aktivitas menari. Sebenarnya dari dulu juga nari sih, tapi sempat  “terhenti” karena pandemi yang mengharuskan kita menjaga jarak dan mengurangi kegiatan berkumpul. Nah, baru mulai lagi nih medio 2022.

Untuk sampai pada pementasan tari, tentunya ada proses panjang di belakang layar yang tak kalah serunya untuk jadi catatan dan kenangan indah. Apalagi kalau narinya sampai ke luar kota, wah kisahnya bakalan bisa jadi lebih panjang lagi dong. Kali ini saya mau bercerita kisah di balik layar pementasan tari di Candi Prambanan dalam rangka Abhiseka ke 1166.

Menari merupakan ekspresi rasa dan jiwa yang dihadirkan melalui gerakan tulus dan menjiwai. Dalam menari, ada 4 hal penting yang harus diperhatikan :

Wiraga yaitu raga atau tampilan gerak, olah dan bahasa tubuh penari. Wiraga inilah yang biasanya paling pertama dilihat oleh penonton, karenanya harus ditampilkan sebaik mungkin, elegan dan tidak perlu berlebihan hingga terkesan dibuat-buat.

Wirama adalah irama atau gerakan yang selaras dengan irama sehingga tercipta harmoni. Irama untuk tarian tentunya memiliki ketukan-ketukan tertentu yang menjadi panduan dalam menari. Keselarasan gerak dengan irama adalah satu kesatuan yang utuh.

Wirasa adalah penjiwaan, penghayatan, dan pengekspresian gerak dalam tari. Masri memasukkan rasa dalam menari. Dengan demikian, ekspresi yang ditampilkan menyesuaikan dengan gerak dan irama tarian. Ada saatnya tersenyum manis, ada saatnya berwajah tegas dan serus, ada saatnya ekpresi yang berbeda.

Wirupa adalah penampilan para penari, baik dari kostumnya yang menarik, juga pada ekspresi penari yang hadir dari rasa yang dibawakan saat menari.  

Keempat hal ini menjadi  dasar untuk dapat menari dengan baik. Semua harus berjalan bersama, selaras, serasi. Menari harus dibawakan dengan hati yang tenang, senang, sesuai irama. Dengan begitu otomatis ekspresi akan memancarkan aura positif yang membawa kebahagiaan bagi sekitarnya. Pun gerakan-gerakan akan tampak natural karena mengalir dengan indah.

Ada dua jenis tarian yaitu tari sakral dan tari profan (untuk hiburan/tontonan). Apapun jenis tariannya, semua tentu butuh proses untuk akhirnya pentas baik untuk pelengkap upacara keagamaan maupun sebagai hiburan.  Banyak hal berperan di balik layar. Mari kita intip.

Baca juga : Abhiseka Candi Prambanan

Latihan Seru dan Menyenangkan

Waktu saya posting aktivitas nari saya yang cukup sering dalam 3 bulan terakhir ini, seorang teman bertanya, “ini kapan latihannya? Secara ibu-ibu semua lho. Hebat ih bisa bagi waktu buat latihan nari di antara kerjaan lainnya,”

Hmm pastinya bagi waktu lah ya. Latihan nari khan bisa dimana saja. Apalagi sekarang teknologi sangat memudahkan kita untuk mendapatkan video contoh tarian yang kita butuhkan. Jadi latihan bisa di rumah dahulu, bertemu kemudian sesekali.

Waktu akan menari untuk di Gunung Salak dan Pura Bogor, saya masih bisa ikut latihan gabungan secara rutin. Jarak dan waktu tempuhnya singkat. Berbeda dengan ketika akan menari untuk acara Abhiseka di Prambanan, karena saya bergabung dengan tim DKI, maka mau tak mau latihan gabungannya di Rawamangun, Jakarta.

Suasana latihan yang selalu seru dan menyenangkan

Untungnya, tarian yang dipentaskan adalah tari sakral Rejang Sari yang sudah biasa kami bawakan. Jadi tak harus memulai dari nol.  Saya dan teman-teman Bogor ikut latihan gabungan hanya dua kali. Untuk menyelaraskan gerakan dan atur formasi.  Sementara tari Sekar Jagat dimana saya juga ikut serta, beneran tari baru untuk saya. Nah ini butuh ekstra latihan.  Bela-belain latihan dua kali ke Jakarta, PP naik commuter line. Tetap semangaaaat.

Baca juga : Tari Rejang, Persembahan Tanda Cinta Untuk Sang Pencipta

Tata Rias dan Kostum Cantik

Nari tanpa riasan cantik, gak banget deh.  Begitu pula kostumnya, tiap tarian khan kostumnya beda-beda.  Beberapa kali menari belakangan ini, suasana rias saat menari di Prambanan adalah yang paling berkesan untuk saya. Suasananya mengingatkan saya pada kenangan masa kecil dulu. Menghadirkan masa-masa rutin menari waktu masih piyik. Semuanya terasa seperti memutar film di ruang ingatan. Bedanya, kali ini pemerannya sudah senior (gak mau nyebut tua hahaha).

Keriuhan di ruang rias ini jadi memori indah untuk dikenang. Ketika sesama penari saling membantu memasang kostum. Sekedar berbagi peniti saja sudah bisa jadi satu cerita seru tersendiri.  Pokoknya ruang rias heboh bener.

Adalah Bu Ketut Sukarni, pelatih tari kami yang sekaligus mengkoordinir tata rias dan kostum tari. Jadi kalau kami semua tampil cantik saat menari, itu semua berkat bu Karni dan timnya yang luar biasa.  Rasa kagum dan hormat saya tak habis-habis pada sosok beliau, di usia yang sudah tak muda lagi (72 tahun) beliau masih luar biasa energik, lincah dan sehat bugar. Saat menari, saya merasa cupu banget di hadapan beliau. Gerakannya kenceng dan tegas. Sorot matanya tajam, ekspresinya lembut. Sungguh panutan banget.

Untuk urusan rias ini, saat kami akan menari rejang sari, total lebih 30 penari yang ikut. Dan semua penari disanggul oleh beliau. Dalam posisi berdiri , sejak subuh sampai jelang sore. Di sela-sela menyanggul rambut, tiba saatnya pentas tari belibis yang mana beliau juga tampil. Usai perform, langsung kembali ke ruang rias melanjutkan  kegiatan menyanggul para penari rejang sari. Luar biasa staminanya.  Matur suksma Ibu. Semoga sehat selalu ibu sayang…

Apresiasi luar biasa untuk Ibu Ketut Sukarni. Terimakasih juga pada tim perias, mbak Mala dan Cita. Berkat  sentuhan kalian, make over wajah kami jadi kece banget. Love banget semuanya.

Disulap jadi cantik dengan make up dan kostum yang manis

Mengabadikan Kenangan Dalam Gambar

Udah dandan cantik. Udah pakai kostum kece. Gak seru dong kalau gak diabadikan.  Kalau HP nya bisa ngomong, mungkin dia bakalan protes deh saking banyaknya dipakai jeprat jepret. Pulang dari Jogja, tambahan foto di HP ratusaaaaan. Pas mau bersih-bersih dan mengurangi bebannya, kok yo rasanya semua pengen disimpan. Alhasil, sampai sekarang gallery masih penuh.

Terimakasih pada teknologi yang sudah sangat maju. Di era digital ini siapapun bisa menghasilkan foto bagus dengan alat dalam genggaman. Kamera HP jaman now keren-keren banget. Jadinya bisa saling memotret dan merekam moment menjadi kenangan dan catatan perjalanan.

Selain saling memotret dengan HP, saat semuanya nari ya tentunya butuh fotografer buat mengabadikannya.  Ada Mas Abdu yang luar biasa sabar menghadapi kehebohan dan kenarsisan emak-emak ini. Bahkan jadi pengarah gaya yang baik. Jadi, kalau teman-teman lihat foto-foto kami yang kece di medsos, ada tangan dingin mas fotografer berperan di sana. Terimakasih mas Abdu.

Mas Abdu, fotografer andalan ibu-ibu. Sabar banget ngadepin yang pada narsis

Panitia yang Bekerja Keras

Meski tak ada pembentukan panitia khusus, tapi perjalanan ke Jogja terorginisr dengan rapi. Memang ada penyesuaian sana sini karena situasi, namun tak mengurangi keseruan perjalanan. Jujur saja, beberapa kali melakukan kegiatan ke luar kota seperti ini, baru kali ini saya merasakan duduk manis menjadi peserta. Tinggal ikut jadwal dan jalani kegiatan. Biasanya jadi seksi rempong mulai dari hitung-hitungan duit/budgeting, nyiapin itinerary/nyusun jadwal kegiatan, list peserta, konsumsi dan menjadi pemandu acara. Sementara kali ini jauh berbeda, aih enak juga ya jadi peserta kayak gini hehe.

Mbak Prapti, begitu saya biasa memanggilnya. Senior saya di KHMDI inilah yang kebagian jadi seksi sibuk dan mengerjakan semua yang saya sebutin di atas tadi. Dikerjakan berbarengan dengan kesibukan di kantor, kesibukan mendampingi anak yang juga  mengikuti lomba dance mewakili Sekolahnya.  Ada mbak Ira juga yang berperan ngelobi hotel, referensi tempat  wisata kuliner dan kegiatan lainnya. Sayang sekali di hari terakhir mbak Ira tidak bia ikut karena harus mendampingi suami ke Sumatera Barat.  Mudah-mudahan lain waktu bisa jalan bareng lagi yo,mbak.

Urusan dresscode, bu Dewi Edam dong juaranya. Mulai dari latihan, perjalanan hingga acara wisata. Perjalanan jadi seru dan menyenangkan.  Bu Dewi bahkan sengaja bawa banyak topi cantik buat acara foto-foto seru, sekaligus jadi pengarah gayanya. Adaaaa aja ide bu Dewi buat kita narsis di depan kamera. Top bangetlah.

Ditambah ibu-ibu peserta lainnya juga asik semua. Gak bisa saya sebutin satu-satu sih tapi yang pasti saya senang sekali bisa berkenalan dan seru-seruan bareng dengan para ibu yang sangat energik dan baik hati ini.  

Ini Beneran Bahagia, Bukan Pura-pura Bahagia

Ibu bahagia keluarga bahagia.  Ada yang masih ingat ungkapan itu?

Yes. Membahagiakan diri sendiri agar jadi ibu bahagia bukanlah hal egois. Justru itu tahap awal membangun keluarga bahagia. Ada banyak cara menikmati me time sebagai ibu. Melakukan hal yang disukai salah satunya.  Sesekali, bepergian bersama teman-teman juga boleh saja. Lepas sejenak dari rutinitas pekerjaan baik di rumah maupun di kantor, seru-seruan menikmati kebersamaan bisa jadi cara untuk refreshing dan healing.

Menari dengan menyatukan wiraga, wirama, wirasa dan wirupa terlebih ditujukan untuk upacara sakral adalah bentuk bhakti kepada-Nya sekaligus cara kami untuk bahagia.  Lewat menari, ada energy positif yang tersalurkan, hormon endorphin tercipta menjadikan tubuh sehat sekaligus membuat hati senang.  Semacam sistem motivasi dan reward pada otak yang teraktivasi saat tubuh melakukan kegiatan yang menyenangkan.  Bukan hanya saat menari saja, keseruan dalam perjalanan yang diisi dengan karaokean, kehebohan saat wisata, kenikmatan saat makan bersama, semua memberi kenangan yang mungkin bikin susah move on tapi terekam sebagai kebahagiaan.

Bahagianya beneran lho. Kalaupun saat pulang bawa oleh-oleh cucian setumpuk dan antrian PR kerjaan menanti untuk diselesaikan, yo wis tak apa. Balik ke rumah yang penting  full senyum sayang… kumpulin cuan lagi, ayo kita healing lagi.

Salam

Arni

30 thoughts on “Di Balik Layar Pementasan Tari

  1. Hendra Suhendra says:

    Wah keempat faktor tersebut wajib ada ya bagi seorang penari, biar tarian menjadi sangat indah untuk dinikmati penonton.

    Nggak nyangka loh Bu Karni ini luar biasa energik sekali mengurus seluruh penari. Standing applause for her!!

    Nice post. Saya jadi tahu sedikit mengenai dunia tari ini.

  2. Saya sudah menduga Mbak Arni pasti bisa menari. Soalnya kalau dari Bali rata-rata bisa menari, karena sejak kecil sudah latihan ya, Mbak.
    Dan untuk pementasan tari kali ini lumayan jauh latihannya ya, Mbak.
    Mbak Arni di Depok ke Rawamangun. Soalnya rumah saya ada di dekat kawasan Pulo Gadung. Rawamangun dekat, lewat jalan pemuda, dan dulu mall Arion daerah jajahan saya hehehe.
    Tapi latihannya sebanding dengan pementasannya yang keren.

  3. Wah teringat saya dulu terakhir latihan menari waktu SD. Hehe. Itu betul-betul latihan berkali-kali. Salut sama Mbak Arni yang masih menekuni bidang tari walaupun sudah jadi ibu. Bisa jadi me time tersendiri ya…

  4. Fenni Bungsu says:

    Menyenangkan itu ketika bisa me time dengan asik, melakukan hobi dengan aman, dan bertemu temen se-frekuensi yang mendukung me time dan hobi kita. Jadilah pas difoto ceria, senengnya lihat ekspresi kak Arni yang bahagia

  5. Ayu Natih Widhiarini says:

    wahh cantik banget dan seru banget persiapan latihan menarinya Kak. Saya orang Bali tapi saya tidak bisa menari, sedih bangett
    penyesalan banget kenapa dulu sering bolos kalau disuruh latihan menari

  6. Waahh jadi inget jaman kecil trakir SMP saya masih menari. Sukaa ajaa sering menari di acara nikahan, panggung 17an acara perpisahan menari jawa.

    Menari itu membentuk badan jd indah juga yaa…

  7. Aku tuh paling ngga bisa menari gituuu. Makanya suka kagum banget sama yang narinya luwes banget. Aku mah kaku kek robot. Yang penting bahagia ya mba bisa me time, bisa ketemu temen2 se frekuensi juga.

  8. saya selalu kagum dengan para penari-penari, saya yang punya badan kaku kalau diajak gerak itu masih kesulitan, sehingga orang yang bisa menari itu menurut saya adalah sebuah anugerah apalagi membaca 4 hal penting ketika menari itu, pastinya tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menguasainya

  9. Waah…aku juga dulu suka nari, kak..
    Tapi terhenti pas SMP. Merasa uda ABG kali ya.. Jadi malu kalo pake baju terbuka. Tapi aku dulu sampai les dan ikutan ekskulnya.
    Dapat pengalaman seru manggung sana sini dan dapat ijin dari sekolah tuh bangga banget.

    Semoga sehat terus yaa, kak dan bisa terus menari Bali dengan indah dan penuh penjiwaan yang sampai ke hati penonton.

  10. wah seru banget. aku kalau baca hal-hal kayak gini tuh jadi mengingat punya banyak penyesalan ke belakang. kenapa ya dulu gak eksplor ini itu. salah satunya tari. kayak seru aja liatnya, tapi aku minder duluan karena kaki bet XD

  11. gemaulani says:

    Jadi wiraga, wirama, wirasa, wirupa itu merupakan 4 hal penting dalam menari yang perlu diperhatikan ya mba. Ah iya juga kalau dipikir-pikir bukan hanya penari aja yang effort untuk memberikan penampilan yang terbaik. Panitianya juga ya. Seneng banget liat foto senyum di atas. Kayak kebahagiaannya serasa sampai sini

  12. Senang sekali ya bisa tahu hal-hal di balik tarian.
    Saya sendiri menyesal tidak melanjutkan les tari padahal bagus untuk mengetahui seluk belum setiap gerakannya

  13. huwaaaa kerennn dan seru banget mbaaa, perform di Prambanan juga yaa. Seru banget sih, ya latihan ya performnya. Aku tuh klo ikut latihan nari, suka gampang lupa sama gerakannya, dan susah nyamain ketukan lagu sama gerakan heuuu

  14. Keren sekali, Mbaaak. Hobi nariku berhenti saat masuk usia remaja. Sekarang baru terasa agak menyesal. Btw, itu Ibu Ketut Sukarni rahasianya apa ya sampai usia 72 tahun staminanya masih seprima itu?

  15. Yuhuuuuu..mbak Arni cantik dan kerennya minta ampyuuuun deh 🙂 Pandai menari, kostumnya kece, tariannya menakjubkan! Melestarika tarian daerah itu bagus. Saluuut! By the way zaman aku kelas 3 SD dulu pernah kursus tari gambyong dan tarian apa gitu satu lagi hehehe, jadi terkenang-kenang nih.

  16. Wah seru banget yah, mana rame juga yang ikut dan menyempatkan diri untuk bisa latihan bersama-sama dengan yang lain. Kebersamaaannya juga terasa banget saat berlibur ke tempat wisata, circlenya asik nih hha 😀

  17. Masya Allah, cantik cantik. Selalu seneng deh kalo liat pementasan tari. Sebenernya jerit hari pengen coba belajar nari, tapi apa daya kekakuan ini rasanya syulit. Btw, materi tentang seni tari, aku inget banget dulu dipelajari dibangku SMP deh mba

  18. Ketika piyik saya malu kalau praktik menari. Nilainya ya gitu deh. Tapi saya suka banget kalau ada yang narinya bagus. Apalagi kalau sudah bisa menyatukan raga dan iramanya, didukung dengan kostum yang indah juga.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *