Rumah bertumbuh, Ini cerita Kami

“Setelah nikah nanti, kita mau tinggal dimana?”

Pertanyaan itu menjadi awal mula obrolan kami tentang rumah, di pertengahan tahun 2004 lalu. Saat itu saya dan calon suami sudah bertunangan dan berencana melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, menikah.  Posisinya, saya masih ngekost di daerah Jakarta Selatan dan calon suami tinggal di sekretariat KMHDI bersama beberapa orang kawan, di Jakarta Timur.  Sedangkan orang tua kami masing-masing berada di kota berbeda, bapak ibu saya di kendari dan calon mertua di Bali. Otomatis, setelah menikah kami harus langsung mandiri.

Obrolan yang membawa kami bertualang dari satu perumahan ke perumahan lainnya di seputar Jabodetabek.

Sejak saat itu, setiap akhir pekan kami berkeliling ke daerah pinggiran Jakarta. Yup, pinggiran. Karena mau beli di Jakarta duitnya gak nyampe. Namanya juga pegawai baru. Gaji ya cukup untuk hidup dan menabung sedikit. Kami ke Bekasi, Depok, dan Bogor. Pertimbangannya adalah mencari daerah dengan akses angkutan publik yang terjangkau yaitu kereta atau bis kota.  Setelah mengunjungi banyak lokasi, memilah dan memilih, kami akhirnya cocok dengan rumah di Bogor, baik dari segi lokasi maupun harganya yang cukup terjangkau.

Drama Pembelian Rumah

Memutuskan membeli rumah saat kami belum resmi menikah ternyata menjadi cerita tersendiri yang menguntungkan, karena jadinya kami bisa membeli dua unit rumah atas nama masing-masing. Karena KK kami berbeda dan tak ada hubungan keluarga, saat pembelian rumah menjadi dua sertifikat. Kami lantas memilih unit yang berdampingan satu sama lain. Tetangga sebelahan.

“Nekat ya kalian, trus kalau seandainya putus dan gak jadi nikah gimana?” komentar seorang kawan saat tahu kami membeli rumah dan berdampingan.

“Khan gak lucu, ntar jadi tetanggaan sama mantan!” lanjutnya lagi.

“Kalau putus, ya udah. Jual aja salah satunya. Gitu aja kok repot,” Jawab saya santai waktu itu.  Tapi kemudian jadi kepikiran dan malah bikin kami sangat berhati-hati jaga hubungan. Jangan sampai putus pokoknya, bisa berabe urusannya hahaha.

Sejujurnya saat beli rumah itu, kami gak kepikiran sampai ke sana sih. Pokoknya beli aja dulu. Nanti rumahnya bakalan di rombak, menyatukan ruangan agar jadi satu rumah yang utuh. Sesederhana itu, gak ada mikir yang aneh-aneh.  Astungkare, apa yang ditakutkan oleh kawan saya tak terjadi, kami akhirnya menikah pada April 2006.

Setelah rumah benar-benar sah jadi milik kami, dan merombak sedikit ruangan agar bisa ditempati dengan layak, pada 17 Agustus 2006 kami memutuskan pindah dan menetap di rumah sendiri. Rumah cinta dan perjuangan. Tempat kami kemudian menciptakan banyak kisah, menabung kenangan dan menyiapkan masa depan. 

Lucunya, karena membeli dua unit, dengan keterbatasan dana yang ada, kami hanya mampu merapikan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi dan dapur saja. Sisanya masih bangunan asli dari perumahan yang seadanya banget. Posisi kamar tidur ada di unit rumah milik saya. Tapi pintu masuk ke rumah dan dapur adanya di unit rumah milik suami. Kalau lagi selisih paham, namanya awal-awal pengantin baru dan masih penyesuaian, urusan ruangan ini malah jadi bahan ngambek yang seru. Saya tak mau suami gabung di rumah saya, lha tapi gengsi mau keluar masuk rumah karena pintu masuknya di tempat suami. Kocak dah pokoknya. Masa-masa yang bikin ketawa kalau dikenang kembali.

Berusaha membangun rumah yang nyaman untuk keluarga

Rumah Bertumbuh, Begitu kami Menyebutnya

Pasangan muda, penghasilan pas-pasan, langsung mandiri sejak awal menikah.  Gak mungkin bisa langsung renovasi besar-besaran. Jadi ya, kami nabung dulu, kira-kira cukup untuk merapikan satu ruangan, langsung renovasi. Lalu nabung lagi, cukup, renovasi lagi untuk ruangan lainnya. Begitu seterusnya. Pelan-pelan mewujudkan rumah impian, apalagi kemudian di Maret 2010 kami dipercaya untuk menjadi orang tua. Tentunya, membuat makin semangat untuk menyediakan tempat tinggal yang nyaman untuk keluarga.

Ruang belajar untuk Prema

Rumah bertumbuh, karena renovasinya dikit-dikit. Sampai akhirnya tersedia ruang tamu, ruang keluarga, garasi dan ruang-ruang aktivitas lainnya. Bertumbuh sedikit demi sedikit, seiring dengan bertumbuh besarnya cinta dan kebersamaan kami. Minimal, saat seharian beraktivitas di luar rumah, ada tempat yang nyaman untuk melepas penat, ada cinta keluarga yang menanti di rumah.

Pandemi Covid-19 kemudian sedikit mengubah pandangan kami tentang rumah. Kalau dulu, hanya sekedar tempat beristirahat dan aktivitas bersama keluarga, sejak adanya larangan untuk keluar rumah, maka semua kegiatan di lakukan dari rumah, baik sekolah maupun bekerja. Work From Home (WFH), School From Home (SFH). Maka rumah harus menjadi tempat yang benar-benar dapat mendukung kondisi yang serba terbatas ini.  Harus ada ruang kerja yang nyaman, ruang belajar yang lega, juga pemandangan indah untuk sekedar healing. Syukurnya ada sedikit taman kecil di depan rumah yang lumayan membantu untuk menyegarkan mata dan paru-paru.

Saat kami sekeluarga terpapar covid-19, area balkon menjadi tempat favorit beraktivitas. Makan, berjemur, berolahraga atau sekedar duduk bersantai menikmati langit Barat berwarna jingga di kala senja.

Balkon, tempat favorit kami sekeluarga

Baca juga : Tenang Isolasi Mandiri di Rumah

Beli Rumah, Sesuaikan dengan Penghasilan

Dengan penghasilan pas-pasan, saat memutuskan membeli rumah tentunya kami tak mungkin memaksakan diri untuk membeli secara tunai. Gak ada pun duitnya. Mau minta orang tua? Malu kakak. Udah bertekad untuk mandiri. Jadi ya pilihannya, membeli secara kredit. Itu juga harus benar-benar dihitung secara cermat antara total penghasilan kami, angsuran tiap bulan, kebutuhan hidup dan sedapat mungkin bisa menyisihkan untuk tabungan dan sosial.

Saya cukup beruntung dulu kerja di Bank yang kebetulan di bagian perkreditan. Jadi sebelum membeli rumah, saya sudah mencoba-coba beragam simulasi kredit yang akan kami ambil. Mencoba perhitungan antara 5 tahun, 7 tahun, 10 tahun dan seterusnya sampai bertemu dengan angka yang pas sesuai kemampuan kami. Dulu itu, yang punya aplikasi untuk simulasi kredit seperti ini ya cuma Bank atau pihak developer perumahan. Udahlah, gak ada ceritanya coba-coba sendiri, kecuali ya dibantu oleh mereka.

Baca juga : Merayakan Lepas Isoman di Rumah

Seiring waktu, kebutuhan akan perumahan meningkat. Kesempatan baiknya, sejak pandemi covid-19 melanda dunia, Bank Sentral sempat menurunkan suku bunga KPR dan menjadikannya sebagai suku bunga tetap dalam jangka waktu yang cukup panjang sembari beriringan dengan perbaikan situasi ekonomi. Kesempatan nih buat yang mau beli rumah lewat kredit, baik untuk ditempati sendiri maupun investasi.

Nah, agar tidak besar pasak daripada tiang, sebaiknya lakukan banyak simulasi perhitungan kredit. Gunakan kalkulator perencanaan pembelian rumah agar tidak salah mengambil keputusan. Saatnya mengakses Mortgage Calculator, aplikasi penghitung simulasi kredit kepemilikan rumah. Siapapun bisa menghitung sendiri, tak perlu tergantung Bank atau pihak developer perumahan.

Dengan Mortgage Calculator, kita bisa mengevaluasi keuangan kita, mempertimbangkan segala kemungkinan dan menentukan pilihan di antara banyak opsi. Kita juga bisa mendiskusikan dengan para penasihat keuangan atau ahli hipotek sehingga dapat mengambil keputusan terbaik. Mortgage Calculator jadi semacam kalkulator pinjaman yang didalamnya juga tersedia bermacam instrument keuangan yang dapat kita sertakan dalam perencanaan perhitungan seperti investasi, anuitas, tunjangan,  dan sumber-sumber pendapatan lainnya sehingga akan diperoleh perhitungan yang tepat antara penghasilan dan keterjangkauan kredit yang kita rencanakan, simulasi kredit menjadi jelas, terperinci dan akurat.

Wah, kalau begini rasanya membeli rumah menjadi lebih terjangkau ya. Tentunya bagian paling penting berikutnya adalah disiplin mengatur keuangan agar dapat membayar cicilan tepat waktu. Kalau perlu, bisa diatur pendebetan otomatis setiap tanggal tertentu dari rekening kita untuk membayar angsuran kredit, jadi tak ada alasan lupa bayar. Eits… asal jangan lupa mengisi rekening pembayarannya juga ya hehehe.

“Bu, tadi Komang (adiknya suami) nelpon. Katanya dekat rumah dia ada kavlingan yang baru dibangun. Lokasinya strategis. Ini ada dikirimin fotonya, sepertinya bagus,” kata suami sebulan yang lalu.

“Maksudnya gimana, kita mau beli rumah?”

“Ya siapa tahu Ibu tertarik buat investasi. Nanti kalau pulang ke Bali, sekalian kita lihat-lihat lokasinya,”

“Hmm… boleh aja sih.  Tapi hitung dulu deh. Ini khan buat jangka panjang. Gak bisa kayak beli kacang goreng di pinggir jalan. Coba kita buat simulasinya di Mortgage Calculator dulu,” jawab saya

Kami merasa sangat terbantu dengan adanya Mortgage Calculator ini.  Berbagai simulasi kami coba, mengutak atik sesuai penghasilan yang ada. Mempertimbangkan kemungkinan pengeluaran dan kebutuhan lainnya.  Karena beli rumah bukan soal gengsi lantas kebutuhan utama terabaikan.  Untung ada kalkulator hipotek gratis dari Mortgage Calculator ini. Jadi kami bisa menentukan langkah-langkah yang tepat dalam pengelolaan keuangan kami terkait investasi rumah.

Mohon doanya ya, semoga keinginan investasi ini bisa terwujud.

Salam

Arni

29 thoughts on “Rumah bertumbuh, Ini cerita Kami

    • Terimakasih mbak
      Balkon memang jadi tempat favorit kami sekeluarga, jadi diusahakan ditata cantik dan nyaman. Karena aksesnya dari luar, balkon ini juga jadi tempat kami menyambut tamu yang datang

  1. membeli rumah memang tidak semudah membalikkan tangan, jadi memang bisa dilakukan secara bertahap. termasuk mengisi kebutuhan rumah. dan sebelum memutuskan untuk mengambil rumah penting banget buat simulasi cicilannya ya kak biar kita ada gambaran pengeluaran yang harus kita anggarkan, salah satunya dengan menggunakan situs simulasi kpr ini

  2. Hampir sama dengan mama dulu, beli 2 unit rumah lalu direnov dan disatukan.

    Renov emang biayanya gede y dan butuh beberapa kali renov sampe akhirnya jadi dan bagus hasilnya.

    Syukurlah sekarang udah ada kalkulator yg ngitungin biaya KPR, jadi bisa disesuaikan dengan pendapatan, mau kredit berapa tahun, DP berapa, dll.

  3. Lucu jg ceritanya ya, ada 2 rumah yg bisa jd bunker klo lg ngambek..hihi. btw baru tau ada kalkulator ini loh, mengingat mau beli rumah impian kok blm deal2. Mudah2an tercapai segera ah pakai metode ini. Happy terus yaaa💖

  4. Dila Bahar says:

    Fokus sama tulisan mbaknya yang bagus, mengalir banget. Jadi nyaman bacanya. Btw aku juga lagi menyiapkan rumah impian. Doain ya biar segera terwujud hehe

  5. Firdaus Deni Febriansyah says:

    Betul banget mbak, memang harus hati-hati dan penuh pertimbangan kalau beli rumah. Masalahnya rumah ini bukan barang murah, kalau salah beli bisa rugi

  6. Masya Allah ternyata cerita pembelian rumahnya sangat unik ya Kak, bisa beli 2 unit dan nyampur jadi 1 hehe. Kalau ngambekan juga jadi lucu karena saling berhubungan rumahnya.

    Mortgage Calculator sangat membantu dong soal perencanaan dan pembelian unit rumah, apalagi Kakak juga dulunya kerja di Bank bagian perkreditan. Memang keren.

    Terima Kasih ya Kak.

  7. Wah ikut seneng dengan perjalanan cerita Rumah Bertumbuh. Selain jadi inspirasi, tiap rumah tangga punya ceritanya sendiri tentang tempat tinggalnya. Ngomongin soal punya rumah sendiri, dengan adanya Mortgage Calculator ini, urusan hitung-hitungan pembiyayaannya jadi lebih mudah dan enggak manual apalagi sekedar nerawang aja. Bakalan sangat membantu menurut saya.

  8. Seru banget pengalamannya, Mbak. Aku dulu nggak kepikiran begitu. Sertifikat rumah dan tanah semua atas nama (mantan) suami, padahal duitnya barengan. Sekarang ke anak-anak udah kutanamkan pemahaman untuk punya rumah atas nama mereka sendiri, bukan nama pasangan.

  9. Celetukan si kawan kok bikin aku kesel yah, haha..

    Cukup panjang juga prosesnya yah, Mbak. Tapi cakep sih, karena perencanaan yg mateng, trus saling support juga, termasuk itung²an simulasi pake Mortgage Calculator, semuanya jadi bisa terealisasikan dengan baik.

    Semoga inves rumahnya lancar² yah, Mbak, aamiin..

  10. MasyaAllah proses yang panjang dan penuh cerita saat beli rumah sendiri ya, Mbak.
    Ikutan senyum-senyum waktu baca drama di awal pernikahannya. Lucu aja waktu dibayanginnya, kalau ngambek gak mau ke rumah sebelah hahaha…
    Mupeng sama balkonnya, Mbak, keliatan nyaman bangeet

  11. Membeli rumah perlu persiapan dan rencana matang karena akan memutuskan menginvestasikan menjadi aset sebuah property. Mortage calculator memandu memutuakan investasi ke depannya.

  12. Bener-bener berjuang dari nol ya Mbak dalam urusan rumah ini. Kocak deh cerita waktu awal-awal menempati dua rumah baru. Hihihi.
    Bersyukur ya sekarang sudah nyaman rumahnya, dan mau investasi rumah baru. Dengan bantuan Mortgage Calculator semoga dimudahkan cita-citanya 🙂

  13. Sepertinya konsep rumah bertumbuh ini cocok untuk pasangan dari gen Z yang baru-baru nikah. Ingat selalu untuk pertimbangkan daya beli, ketimbangkan ketimbangkan gengsi sih. Info yang menarik nih kak.

  14. wah lucu ya beli rumah sebelahan pas belum nikah pula. Tapi syukur alhamdlillah jadi berjodoh sekarang. dan rumahnya kalau dijadiin satu malah jadi luas ya. Senang kalau sudha punya rumah sendiri, apapun keadaannya rumah itu. Tapi yang pasti kalau belirumah disesuaikan dengan keuangan rumah tangga ya, agar yang bdget lainnya gak terganggu.

  15. Mbak Arni, aku ikut hepi plus terharu dengan proses membangun rumahnya. Dan istilahnya cakep amat “rumah bertumbuh”. Semoga orang-orang di dalamnya juga terus bertumbuh dalam kebaikan. Aku pingin mampir dan merasakan balkonnya hehe.

  16. Hani says:

    Cerita tentang rumah pasti seru yah…Menarik sekali bisa beli rumah an. masing-masing sebelahan, lalu menikah (pemiliknya). Kalau digambar lucu kalik yah…Property buat investasi masih cukup menarik sih. Bisa disewakan…

  17. Wahhh keren dan menginspirasi banget untuk pembangunan rumahnya dari awal hingga akhir seperti ini, segala perencanaan dan ide-ide yang dituangkan kerumah impian itu emang memuaskan banget sih..

  18. langsung tertarik sm judulnya krn kami pun menyebut rumah tumbuh dan udah bnyak bget dramanya. bedanya rumah kami belum bisa ditempati mba hihi masih nunggu rezeki datang lg buat nyelesein mudah2an Allah beri kemudahan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *