Trekking Merah Putih ke Kawah Ratu

Asap Sulfatara membumbung tinggi. Meliuk ke sana kemari mengikuti buaian angin. Aroma belerang menguar di udara, menyeruak ke dalam indera penciuman. Meski terasa agak tak nyaman, namun tak mengurangi keindahan panorama yang terbentang di depan mata.

*****

“Nanti dresscodenya Merah Putih ya. Trus jangan lupa bawa bendera juga. Kita ngerayain 17-an di Kawah Ratu,” begitu kurang lebih kesepakatan dalam obrolan di WAG kami, saat merencanakan perjalanan ke Kawah Ratu tepat di tanggal 17 Agustus 2023.

Jam 6 pagi, kami sudah ngumpul di meeting point yang ditentukan. Setelah sebelumnya saya sempat manyun karena udah berangkat dari rumah, tapi harus balik lagi gara-gara bapake ketinggalan sepatu. Bayangkan, kami ini mau trekking ke hutan, gunung dan kawah. Lalu sepatu malah ketinggalan. Mau gak mau ya balik lagi ke rumah. Coba deh, wajar to kalau saya jadinya manyun dikit. Sampai laporan minta maaf di grup kalau-kalau kami nanti agak telat. Mestakung, semesta mendukung. Meski jadinya telat berangkat, rupanya karena masih pagi,  jalanan lancar jaya dan kami malah jadi yang pertama tiba di Mepo. Manyunnya auto hilang deh hahaha.

Rombongan sejumlah 27 orang, kami menyewa dua angkot dan sisanya naik motor, menuju kawasan Gunung Halimun Salak.  Ada tiga jalur resmi untuk mencapai Wisata Kawah Ratu  yaitu jalur Bumi Perkemahan Gunung Bunder, Pasir Reungit, dan Bumi Perkemahan Cengkuang, Cidahu. Kami pilih rute terpendek yaitu Pasir Reungit.

Gerbang masuk Kawasan Taman Nasional Halimun Gunung Salak

Sepanjang perjalanan, kami bertemu dengan keriuhan khas 17 Agustus. Anak sekolah yang siap upacara, para ASN yang berpakaian rapi untuk mengikuti upacara, lomba-lomba di sana sini, pohon pinang dengan aneka hadiah digantung di atasnya, tak lupa umbul-umbul, bendera dan aneka hiasan untuk memeriahkan hari kemerdekaan menambah semarak pemandangan sepanjang perjalanan. Sungguh hari yang ceria.

Sekilas Tentang Kawah Ratu

Menjadi bagian dari Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kawah Ratu berada pada ketinggian 1338 mdpl berlokasi dalam komplek Kawah Cikuluwung Putri, terletak di sisi Barat Gunung Salak. Selain Kawah Ratu, di kawasan ini juga terdapat Kawah Mati I/Danau Situ Hiang (1330 mdpl) dan Kawah Paeh/Kawah Mati II (1335 mdpl).  Di area kawah aktifnya, kita bisa dengan mudah menemukan titik-titik bualan lumpur dan semburan air panas yang terlihat mendidih.

Kawah Ratu terbentuk sebagai akibat letusan Gunung Salak, membentang seluas 2 hektar. Meski letusan terakhir terjadi pada tahun 1938, namun kawahnya masih aktif mengeluarkan air dan uap panas  dengan gas belerang hingga kini.  Karena kandungan belerang yang sangat tinggi, pengunjung yang datang tidak diijinkan terlalu mendekat ke arah kawah. 

Jalur pendakian dengan pohon-pohon hijau. Jadi terasa teduh

Selain menampilkan bentang bebatuan khas kawah dan asap yang terus menerus keluar, Kawah Ratu juga dilalui oleh aliran Sungai Cikuluwung sepanjang satu kilometer. Dari kejauhan, air sungainya tampak berwarna biru.  Saat didekati, ternyata airnya bening dan hangat. Dasar sungainya tampak kuning kehijauan karena endapan belerang yang terbawa oleh aliran sungai. Sebagian pengunjung saya lihat mencelupkan kaki, mencuci muka bahkan ada yang berendam.  Konon katanya, air belerang berkhasiat untuk mengatasi aneka masalah kulit.

Atmosfer hutan belukar alami khas pegunungan tropis menjadi sensasi tersendiri saat melintasi jalur Pasir Reungit yang menjadi pilihan kami.  Pohon Damar (Agathis dammara) juga terlihat cukup dominan.  Pandan hutan dengan ukuran jumbo juga sering kami temui sepanjang jalan.  Bersyukurnya, memilih jalur Pasir Reungit membuat perjalanan kami cukup teduh karena banyak pohon-pohon besar sepanjang jalur.

Untuk satwa liar, menurut Akang pemandu terkadang masih ditemukan monyet ekor panjang (Macaca Fasicularis), owa jawa (Hylobathes moloch), lutung (Trachypithecus auratus), macan tutul atau macan kumbang (Panthera pardus melas), serta berbagai jenis burung dan serangga. Kami bersyukur karena tidak banyak bertemu dengan hewan-hewan liar selama trekking. Paling banter mendengar suara-suara khas hewan hutan saja.

Trekking, Yuk Gaskeuuun…!

Setibanya di Pasir Reungit, setelah istirahat sebentar, ke toilet, sarapan, kami lalu bersiap-siap melakukan perjalanan. Didampingi dua guide, Kang Adi dan Kang Ubay, perlahan tapi pasti kami mulai mendaki.  Diawali dengan jalur semak/hutan dengan lintasan yang berbatu.  Sesekali kami bertemu aliran sungai yang airnya terlihat jernih dan segar. Beberapa kali celupin tangan, bahkan ada yang mencuci muka juga, langsung berasa fresh kembali.

Gen Z. Biar gak kenal gadget aja, mari ajak ke alam

17 Agustus 2023, rupanya tak hanya kami yang punya keinginan mengibarkan bendera Merah Putih di Kawah Ratu. Banyak banget rombongan lainnya, ada yang datang sejak pagi seperti kami, mendaki,  lalu pulang hari. Ada juga yang sudah nge-camp sejak kemarinnya lalu memulai trekking lebih awal. Tak heran, saat kami baru beranjak naik, banyak berpapasan dengan rombongan lain yang sudah bergerak turun. 

Menurut informasi, perjalanan melalui jalur Pasir Reungit ini sejauh 3,6 km dengan estimasi waktu hiking sekitar 2 jam. Tapi, angka di jam tangan yang saya pakai ternyata menunjukkan hasil berbeda. Tercatat untuk pergi – pulang sejauh 17,7 km dengan sekitar 25 ribu langkah. Entah dimana letak perbedaannya, yang pasti jalurnya memang terasa cukup jauh.

Biar lelahnya gak terasa, narsis aja teroooos

Dengan tim kami yang beragam usia, dari remaja hingga dewasa (+++) yang memang pada dasarnya bukan pendaki professional, hanya penikmat keindahan alam yang senang melakukan perjalanan, maka waktu tempuh kami cukup lama jika dibandingkan dengan rombongan lainnya.  Kami cukup sering memutuskan istirahat, meluruskan kaki, mengambil gambar, minum, dll. Kami juga harus legowo membuka jalan untuk tim lain yang memang punya langkah dan stamina lebih baik. Disalip berkali-kali hehehe.

Jalurnya berupa jalan setapak, berbatu, agak licin dan kadang harus melintasi  sungai kecil atau genangan air. Jalur Kawah Ratu memang cenderung basah. Apalagi saat kami ke sana, kemarin sorenya baru saja turun hujan yang cukup deras.  Harus ekstra hati-hati saat melintas.

Kawah Mati dan Danau Mati

Hampir mirip suasana hutan mati saat pendakian Gunung Papandayan tempo hari,kami juga bertemu kawasan hutan mati di sini. Tapi kali ini Kawah Mati. Jadi ini adalah area kawah yang sekarang sudah tidak aktif lagi.  Sejauh mata memandang, adalah batu-batu besar berwarna hitam putih kekuningan. Juga akar-akar pohon besar yang sudah menyatu dengan batu. Meskipun sudah tidak aktif lagi, namun aroma belerang terasa kuat di sini, menusuk hidung.  Mungkin karena sudah kadung melekat dan meresap di batu-batu yang ada di sana. Sisa-sisa batang pohon juga tampak berserakan. Melengkapi lansekap ini. Indah, tapi memberi pesan kuat bahwa ini tak aman.

Baca juga : Pendakian Gunung Papandayan

“Kita tidak boleh lama-lama di sini. Maksimal 20 menit. Biar gak terlalu banyak menghirup belerang. Perjalanan juga masih cukup jauh ke atas” demikian pesan Kang Adi, salah satu pemandu kami.

Area Kawah Mati ini cukup terjal. Batu-batunya juga tajam. Benar-benar harus berhati-hati melangkah. Memilih jalur dan pijakan yang benar. Saat mendaki di Kawah Mati, kami melintasi sebuah plakat sebagai penanda kisah yang pernah terjadi di sana. Plakat yang dipasang untuk mengenang kepergian seorang pendaki yang meninggal karena terpapar gas beracun dari Kawah Mati. Inilah sebabnya, Kang Adi mewanti-wanti banget untuk tak berlama-lama di sini.

Jalur menanjak terjal menanti di depan. Pelan dan tertatih kami mendaki. Dari tanjakan ini kami kemudian turun ke area yang cukup datar, sepertinya ini bekas aliran sungai atau mungkin danau ya. Kering sih, tapi di sisi-sisinya tampak tumpukan cabang dan ranting pohon yang menggunung. Terlihat eksotik dan menarik. Seperti sengaja ditata sedemikian rupa. Padahal itu terbentuk secara alami.  Formasi indah yang menarik.

Dari sini, kami masih melanjutkan perjalanan menuju Kawah Ratu yang dari kejauhan tampak sudah mengepulkan asapnya, seolah memanggil kami untuk mendekat. Atau malah mengingatkan kami untuk lebih berhati-hati? 

Entahlah. Yang pasti, kami yang penasaran ini terus berjalan mendekat.

Kawah Ratu, Kami Datang

Akhirnya, setelah melintasi Kawah Mati, tiba juga kami di area Kawah aktifnya. Waktu menunjukkan jam 11-an. Kami memutuskan untuk istirahat dulu sebelum berjalan mendekat ke Kawah. Mojok, membuka bekal. Makan siang beramai-ramai, sharing satu sama lain.  Jalan jauh, lapar euy. 

Ramai sekali Kawah Ratu hari itu. Di sana-sini terlihat banyak rombongan membawa bendera Merah Putih. Juga banyak yang menggunakan dresscode seperti kami. Spot foto terfavorit, di papan plang Kawah Ratu terlihat antrian mengular.  Saat begini, memang harus bersabar dan tak boleh egois.

Merah Putih teruslah kau berkibar
Di ujung tiang tertinggi Indonesiaku

Usai makan siang, perlahan kami berjalan menuju area kawah. Rupanya makin siang, asap sulfatara makin tebal.  Kang Adi lagi-lagi mengingatkan agar berhati-hati. Jangan terlalu banyak menghirup asapnya.  Di beberapa titik, terlihat sumber-sumber air yang mendidih. Bahkan ada yang serupa air mancur kecil, tapi airnya panas. Benar-benar harus ekstra hati-hati saat melangkah, jangan sampai salah injak, ternyata nyemplung ke air panas.

Seperti biasa, semua sibuk berfoto ria. Puas-puasin mengambil gambar yang banyak. Urusan memilihnya belakangan saja. Yang penting ada dulu. Daripada nanti udah kadung turun lalu menyesal, iya khan?

Ada rasa yang tak terkatakan saat akhirnya kami ikut mengibarkan bendera Merah Putih di sini. Impian sejak dulu, suatu hari ingin mengibarkan bendera di salah satu puncak gunung Indonesia. Oke, ini bukan puncak, ini kawah, tapi lokasinya di puncak juga to.

Melihat semangat yang menggelora dari para pengunjung, rasanya bahagia sekali. Betapa kemerdekaan ini milik bersama. Hari besar kenegaraan yang dirayakan oleh semua orang tanpa sekat SARA. Semoga semangat kemerdekaan ini menjadikan kita pribadi yang lebih baik. Lawan kita saat kita bukanlah penjajah asing, lawan kita saat ini adalah diri sendiri. Bagaimana menekan ego, kesombongan, iri hati, kemalasan dan segala derivasinya. Mari bangkit bersama, terus melaju untuk Indonesia Maju.

Sungai Cikuluwung Nan Menawan

Selain area kawah dengan kepulan asapnya yang memesona, di area ini juga ada kali biru. Lebih tepatnya, Kawah Ratu dilintasi aliran Sungai Cikuluwung sepanjang satu kilometer. Airnya jernih, dasar sungai terlihat dengan jelas. Namun karena ada endapan belerang yang kuat berpadu dengan pantulan cahaya matahari, dari kejauhan airnya terlihat biru, kadang juga tampak hijau kekuningan. Suhu airnya terasa hangat. Pak Ben, salah satu kawan kami sampai berendam di sungai ini. Prema juga sempat pengen berendam, tapi akhirnya memutuskan cukup merendam kaki saja. 

Memandang sekeliling, terlihat pengunjung lainnya juga banyak yang berendam, mencuci muka, atau sekedar mencuci tangan. Masyarakat sekitar dan sebagian pengunjung percaya bahwa air sungai yang mengandung belerang berkhasiat menyembuhkan aneka penyakit kulit.

Kawah Ratu, Kami Pamit

Puas bermain di area sungai, kami memutuskan kembali. Mumpung masih terang, karena perjalanan akan melintasi jalur hutan dan semak belukar, tanpa penerangan.  Selain itu, kami juga khawatir hujan turun di sore hari.

Sesaat sebelum melangkah pulang, saya kembali menoleh ke arah kawah. Melangitkan doa agar keindahannya tetap terjaga, agar tetap tenang seperti ini, tak ikut bergejolak seperti gunung-gunung berapi lainnya.  Bagaimanapun, Indonesia berada dalam lingkaran cincin api. Satu gunung terbatuk, gunung lainnya bisa ikut terbangun. Semoga Gunung Salak tetap menjadi sumber oksigen alami, tetap hijau, tetap indah dan tenang.  Meskipun tercatat sebagai gunung berapi yang masih aktif, cukup mengeluarkan asap perlahan saja ya…

Kami Pamit. Terimakasih Kawah Ratu.  

Dirgahayu Republik Indonesia ke-78

Merdeka!!!

Salam

Arni

26 thoughts on “Trekking Merah Putih ke Kawah Ratu

  1. Trekking di kawah ratu seri juga karena medannya variatif..
    Kadang ketemu sungai, ketemu jalan yg licin, jalan yg tergenang air, sampai kubangan lumpur..
    Pernah ngalamin kesini cuma pakai sendal gunung, jadi waktu sebelah kaki kecemplung ke kubangan lumpur, walhasil sendal jadi copot..
    Nyesel pake sendal gunung kl trekking disini 😀

    • Rombongan kami tempo hari juga ada yang pakai sendal dan putus
      Baru ingat saya setelah baca komen ini
      Memang sebaiknya kalau trekking itu pakai sepatu deh, terlalu beresiko kalau pakai sendal aja. Banyak batu dan ranting pohon yang bisa melukai kaki

      • Waaah. Ini langganan sekolah kami setiap tahun lho. Hehe… Rencananya memang 7-9 September kami ke sana lagi. Serunyaaa mana bawa merah putih jadi lebih berasaaa

  2. Saya sempat menyesal karena dulu waktu masih jadi Mahasiswa, banyak teman pencinta alam yang mengajak saya berpetualang, termasuk ke kawah ratu. Tapi karena dulu saya orangnya insecure dan gak mau ribet, jadi skrg hanya bisa berdecak kagum pada keindahan foto” seperti di artikel ini.

  3. Hani says:

    Memang sih samma kayak aku, kalau jalan-jalan foto aja banyak-banyak, nanti baru dipilah. Seru banget nih, momennya pas Hari Kemerdekaan. Apalagi bisa jalan barena sama keluarga dan komunitas. Engga kerasa capek, happy aja yg ada.
    Merdeka! Dirgahayu Republik Indonesia

  4. Hahaha untung manyunnya cuman sebentar ya. Malah jadi yg pertama datang, keren bgt semangatnya. Gak sia² lelah mendaki terbayar dengan keindahan kawah ratu. Tapi, ada kawah mati juga ya gak boleh lama² disana. Meski bukan pendaki profesional harus tetap hati². Seru bgt mendaki di hari kemerdekaan pakai baju merah putih pula 😍

  5. 3,6 itu mungkin dihitung jalur lurus ya mbak hehehe…. jauh banget kan bedanya. 3,6 kalau pp sekitar 7 km, tapi benerannya lebih dari 17 km.

    Tapi karena menyusuri jalurnya dengan gembira, jarak segitu jadi nggak kerasa ya mbak. Tahu-tahu kerasa pegelnya pas berhenti (ini kalau saya)

  6. seruuu bangeeett! keren nih bisa trekking kompakan gini. jadi pengen trekking juga udah lama nggak trekking bareng temen. aku juga sebenernya tipikal yang tiap langkah foto hahaha karena sayang banget kalo nggak diabadikan momennya

  7. Perjalanan yang menyenangkan dengan menikmati keindahan bumi pertiwi dimana kemerdekaan bisa dirasakan. Trekking dengan semangat 45 menapaki setiap titik dan merasa bahagia. Sungguh keindahan Indonesia tak bisa dipungkiri ya

  8. Aku kalo mau pergi juga suka begitu, ada aja yg ketinggalan, wkwk.. Udah minta maaf duluan takutnya bakal telat, eh malah kita yg sampe duluan, wkwk..

    Btw, ini keluarga atau temen2 ya, kak? Seru bange bisa kompak gitu. Agak larn ya euforia kemerdekaannya. Yang biasanya makan kemana, bikin lomba apa, ini malah pada treking, keren dah ah.. Jadi pasti lebih terkenang.

  9. Selalu suka lihat foto2 dan cerita orang yg treking. Aku insecure karena jarang olahraga dan takut malah nyusahin orang lain. Padahal kepingin banget.. lihat keindahan alam secara langsung.

  10. deeeeh serunya tawwa 17an di atas gunung, kereen Kak.
    semangatnya juga membara ya emak-emak dan bapack-bapack ini, ada Gen Z yang cakep juga doong ikutan trekking 🙂

  11. Selalu seru ngikutin travel story Mbak Arni. Aku hampir 11 tahun di Bogor malah belum pernah ek Kawah Ratu, hiks. Indah banget ya, asyik rute ke sana. Bisa sekalian ajarin anak-anak buat mencintai lingkungan dan Indonesia. Automupeng jalan2 ke hutan kalau gini hehe

  12. Menyenangkan bgtt memperingati 17an dengan trekking ramai-ramai, kerasa seru krn ramai2 juga yaah, apalagi melihat keindahan alam kawahnya. Buat GenZ yg ikut ini pasti jd berasa senang krn jd lepas sm pergadgetan, relatee bgt wakakakaaa 😀

  13. dila says:

    Huaa seru banget liatnya.. udah lama pengen nyobain tracking kayak gini. Tapi entahlah, hanya sekadar wacana. lebih tepatnya gak ada yang ngajakin juga huhu. Enaknya kalau tracking emang rame-rame sih. Tapi, terkadang aku meragukan diri sendiri, kira-kira aku bisa gak ya wkwk

  14. Wahhh perjalanannya seru banget karena diikuti oleh banyak orang secara rombongan seperti ini. Perjalanan jauh pun tidak akan terasa capek kalau seperti ini mah, jadi kangen masa masa trekking naik gunung juga huhuh

  15. seru ya hiking bareng rombongan dan terasa puasnya gitu kalau udah nyampe puncak. asyik nih bisa berendam air hangat yang kaya kandungan belerang. jadi inget gunung tangkuban perahu disini. tapi gak ada sungai air hangatnya, kalau mau harus berendam di ciater, hihihi. btw ini rombongan apa sih kak? aku jadi penasaran

  16. Ih seru banget kaaak, medan trekkingnya macem-macem jadi beneran bikin otot berjuang haha. Akutu pengen banget ke gunung-gunung yang di Jabar hiks, kebanyakan sejauh ini Jawa Timur dan Jawa Tengah semoga next bisa ke Kawah Ratu jugaa

  17. Aku belum pernah berkunjung ke Kawah Ratu. Melihat foto2 mbak Arni dan ceritanya yang sangat menarik ini, aku jadi kepengen. Mau juga mengibarkan bendera merah putih di puncaknya aamiin. Bawa anak2 juga oke ya, seru nih kalau menginap di tenda kayaknya hihihihi….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *