Penuh Kesan di Bukit Paniisan

Bukit Paniisan

“Hujan nih. Gimana dong, jadi jalan gak?” Tanya saya di WA grup, sekitar jam 4.30 pagi karena ternyata hujan tipis-tipis turun membasahi bumi. Duh, kalau udah rencana jalan lantas hujan rasanya semangat agak mencelos deh.

“Di Lawang Gintung cerah,” bu Ira memberi jawaban

“Pakuan Hill mendung aja, belum hujan,” bu Ayu Anom juga memberi laporan

Lalu berturut-turut teman lainnya juga memberi laporan cuaca di tempat tinggal masing-masing. Ada yang gerimis, hujan agak deras dll.

“Jam 6 kita putuskan ya. Sepertinya hujan merata ini,” kesepakatan dibentuk

Lalu masing-masing lanjut dengan tugas domestik di rumah masing-masing.  Dan sepertinya semesta sedang berbaik hati, jelang jam 6 hujan berhenti. Meski masih agak mendung, tapi mentari mulai mengintip malu-malu di ufuk Timur.

“Hujan sudah reda, ayo siap-siap,”                                

“Oke. Saya udah tinggal jalan nih. Sampai ketemu di Bogor Raya,”

“Sip. Saya otw 5 menit lagi. Pakai sepatu dulu,”

Fix. Memang ya kalau udah niat. Pokoknya maju terus pantang mundur. Dan jadilah, kami bersepuluh, emak-emak semua, dengan 6 motor melaju menuju Bogor Raya, lalu konvoi lewat jalur belakang ke arah Sentul.

Tujuan kami kali ini adalah Bukit Paniisan yang terletak di kawasan Gunung Pancar tepatnya di  Jl. Airpanas, Karang Tengah, Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Ada beberapa rute yang bisa ditempuh untuk menuju Bukit Paniisan antara lain Gunung Pancar, Curug Cibingbin, Cisadon, Wangun 2 dan Curug Kalimata. Kami memilih rute Wangun 2.

Bukit Paniisan
Trekking Ceria

Ini kali pertama saya ke Sentul via jalur belakang. Biasanya dengan mobil, jadi bablas lewat tol.  Seru juga ternyata.  Melintasi rumah-rumah penduduk, jembatan, jalan berlubang, dll.  Dari pusat Sentul, kami menuju Babakan Madang. Wah ini dia tantangan berat bermotornya. Beberapa kali kami bertemu tanjakan dan tikungan terjal. Karena jalannya kecil, ketika di depan kami ada mobil, jadilah pasrah saja berkendara di belakang mobil. Yang jadi masalah ketika tanjakan tiba. Ada saatnya si mobil tak kuat nanjak, lalu terhenti di tengah-tengah. Kami yang naik motor di belakang otomatis jadi ketar-ketir dong. Takut mobilnya tiba-tiba mundur kembali. Dan kejadian seperti ini berulang sampai 3 kali. Duuh… untungnya masih aman.

Tanjakan Wangun 2, Sedaaaaap!

Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya kami tiba di lokasi parkir. Menitipkan motor di sana, lalu bersiap trekking. Abang tukang parkirnya bilang, rute ini yang paling pendek dibanding rute lainnya. Tapi sepertinya dia lupa bilang bahwa jalur ini full tanjakan, bahkan sejak langkah pertama. Astagaaaa….

Yups. Teman-teman gak salah baca. Jalur ini ternyata beneran sedaaap. Bikin lutut njarem sejak awal. Baru keluar dari parkiran langsung mendaki. Jalur tanah liat. Agak lengket dan langsung nempel ke sepatu. Aih, beneran deh sedap nian.

Bukit Paniisan
Bukit Paniisan
Jalur sedap, tapi narsis jalan terooos

Kami melewati kebun sayur, kopi, cengkeh dan aneka tanaman lainnya. Terus mendaki, makin ke atas, bentang alam di kejauhan terlihat makin cantik. Memang ya, memandang panorama dengan dominasi pepohonan hijau dan hutan lebat selalu terlihat memesona. Jalur yang kami lewati berupa jalan setapak, agak sempit tapi cukup nyaman dilintasi.

Beberapa kali kami memutuskan beristirahat. Menenangkan nafas, meregangkan otot, mengamankan lutut. Mungkin karena pendakian dilakukan pada hari Jumat, perjalanan hari itu terasa sepi. Tak ada rombongan lain yang kami temui sepanjang perjalanan. Kami benar-benar hanya bersepuluh, emak-emak semua dan tanpa guide. Jadi ya, hanya mengandalkan feeling dan beberapa petunjuk jalan.

Welcome to Bukit Paniisan

Mendung tampak menggelayut di antara mega-mega. Siap tumpah ke bumi. Benar saja, mendekat ke puncak, gerimis tipis mulai turun satu persatu. Membuat kami mempercepat langkah agar segera tiba. Berkejaran dengan waktu, menyesuaikan dengan isyarat alam. Syukurlah sebelum hujan benar-benar deras kami tiba juga di puncak Bukit Paniisan di ketinggian 846 mdpl.

Di puncak, kami bertemu kawan yang naik dari jalur berbeda, (Pak Ferry, mbak Sari dan satu anak remaja, tetangga mbak Sari). Katanya jalur itu lebih panjang tapi lebih landai. Sedangkan jalur kami ya memang lebih pendek tapi lebih terjal. Begitulah, semua ada plus minusnya deh. Masing-masing ada tantangannya.  Ngobrol sejenak, mbak Sari dan tim melanjutkan perjalanan menuju Curug Cibingbin sementara kami tetap di lokasi.

Ngapain? Makan indomieeee……

Bukit Paniisan

Di puncak Bukit Paniisan ini memang ada warung. Satu-satunya, tapi cukup lengkap. Asal tahu aja ya, makan mie instan di lokasi seperti ini, setelah menempuh perjalanan yang penuh perjuangan, nikmatnya luar biasa. Tak tergantikan. Hahahaha

Banyu Langit Menemani Perjalanan Pulang

Saat kami menikmati mie instan, hujan turun deras.  Lalu kabut mulai turun menyelimuti bukit. Awalnya kami bertahan, rencananya menunggu hujan agak reda baru beranjak turun. Sayangnya, stock air di atas sana sepertinya sangat berlimpah, makin lama justru makin deras sementara waktu terus berjalan. Akhirnya, kami memutuskan untuk turun saja, meski hujan belum berhenti.

Beruntung sebagian besar membawa jas hujan di tas. Beruntung berikutnya, warung tempat kami berteduh juga menjual jas hujan. Jadi teman-teman yang tidak membawa bisa beli di warung. Yang jadi masalah adalah, jalur pulang pastinya licin banget, turunan pula. Harus ekstra hati-hati.

Bukit Paniisan
Hujan tak kunjung berhenti, nekat turun dengan jas hujan
Bukit Paniisan
Perjalanan pulang di tengah guyuran hujan dan kabut tebal

Pelan-pelan kami mulai merambat turun. Benar saja, jalur yang sempit menjadi lebih licin, selain itu karena tanah liat, jadinya lengket di sepatu. Makin lama, sepatu makin berat. Udahlah basah, ngangkut tanah pula. Kabut turun makin tebal, jarak pandang benar-benar terbatas, kurang dari 5 meter. Kami berderet 10 orang, saling menjaga satu sama lain.

Saya sempat terpeleset dua kali, beruntung ada teman yang sigap menyangga. Kawan lain juga beberapa kali ada yang terpeleset, bahkan ada insiden sol sepatu yang jebol. Bisa jadi karena basah dan berat ketempelan tanah, sol sepatu jadi jebol. Akhirnya dibantu dengan menambah ikatan agar lebih kuat dan bisa bertahan sampai di bawah.

Bukit Paniisan
Reparasi Sepatu

Terus menerus diguyur hujan, badan rasanya dingin. Tapi karena bergerak dan mengenakan jas hujan, jadi rada berkeringat juga. Kurang nyaman memang, tapi harus dijalani. Meski rada berat saat turun tapi seru banget kok. Kami tetap bisa bercanda, ngobrol, ketawa-ketawa, pokoknya rame. Dalam setiap perjalanan, celetukan-celetukan tak terduga itu selalu ngangenin  dan bikin nagih lho.

Bukit Paniisan, sungguh-sungguh penuh kesan.

Trekking, Cari Apa Sih?

“Dapat apa sih jalan ke hutan gitu. Emang dasar emak-emak aneh. Mbok yo tenang-tenang aja di rumah, drakor-an, nonton TV, merajut, masak-masak. Kalau hujan gini yo bisa selimutan. Malah nyusahin diri sendiri hujan-hujanan, pegel, capek. Pulang-pulang tepar,”

Ada lho yang ngomentarin kami begini. Banyaaak. Komentar-komentar lainnya bernada serupa juga banyak. Dan jujur, saya bingung jawabnya. Senyumin aja deh hehehe.

Kalau ditanya dapat apa, yang indikatornya barang, prestasi yang terukur atau apapun itu ya memang tak bisa kami tunjukkan.  Buat kami, ada rasa yang tak bisa diungkapkan ketika melakukan perjalanan. Ada bahagia yang sulit diceritakan dengan kata-kata. Hanya bisa dirasakan oleh yang menjalani. Jadi kalau dinilai dari luar oleh mereka yang gak menjalani, ya gak bisa nyampai rasa itu. Karena memang dia tak merasakannya.

Kebersamaan, kekompakan, keseruan, keceriaan, susah senang bersama itu tak tergantikan oleh apapun. Bahwa secara fisik mungkin lelah, tapi di sisi lain ini juga olahraga. Kalau sudah terbiasa, fisik makin terlatih,  jadinya gak lelah yang berat kok. Lelah pasti, tapi senang.

Bukit Paniisan
Ada bahagia yang tak bisa diwakilkan dengan kata-kata, hanya bisa dirasakan dan dijalani

Perjalanan seperti ini juga melatih kita untuk belajar sabar, saling mengerti satu sama lain. Satu teman istirahat, yang lain juga ikut. Tak boleh egois. Gak guna nyampe puncak paling awal sementara kawan tertinggal jauh di belakang dan mungkin dalam kondisi tak baik-baik saja. Tantangan pasti ada. Namanya ke alam bebas ya.  

Kapok?

Tentu tidak. Tak ada kata kapok dalam kamus kami. Malah jadi makin penasaran untuk menempuh perjalanan ke rute-rute lainnya.  

Oh ya satu lagi, bonus setiap perjalanan adalah panorama  yang selalu bikin hangat di hati. Sungguh semesta maha luas ini menyimpan banyak keindahan. Menyajikan bentang alam yang tak bisa dinikmati di tengah kota dengan gedung bertingkat.

Well, setiap orang punya caranya masing-masing untuk menikmati indahnya semesta. Untuk mengisi hari-harinya. Untuk mencari jalan bahagianya. Untuk kami, belajar untuk lebih peka terhadap cara kerja semesta ya seperti ini. Bertemu teman-teman baru, mengeksplor tempat baru, berbincang dengan alam, dan derivasinya. Lalu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap perjalanan.

Jadi, kapan kita kemana (lagi)?

Gaskeuuuuuuun

Salam

Arni

25 thoughts on “Penuh Kesan di Bukit Paniisan

  1. Hani says:

    Keren mbak Arni pakai baju kuning, paling kelihatan. Hehe…Seru memang kalau sama-sama Emak-emak yg sehobi. Semua dibawa enteng dan seru yah…
    Wadudu…sampai sepatu jebol. Jadi pengalaman tak terlupakan…
    Ditunggu cerita trekking berikutnya nih…

  2. Akhirnya jadi juga ya mbak meski cuacanya ada yg hujan dan mendung. Ada 2 jalur ternyata ya bisa cari yg mudah sesuai kondisi dan kemampuan..aku bayangin makan mie rebus saat cuaca hujan di bukit aahhh seru banget 😍

    Karena hujan jadi licin dan terpeleset, Alhamdulillah tapi berhasil juga turun dengan selamat ya mbak 🤗

  3. keren banget kak. seru ya pada kompak. jadi kangen trekking bareng temen. agak serem juga ya kalo ujan gitu. mesti extra hati-hati. untung bisa saling bantu dan jaga ya selama perjalanan

  4. Andrew Pradana says:

    hooo mantap! Tetap jalan walau hujan melewati jalur trekking yang penuh tanjakan dan tikungan. Pengalaman buat pembaca yang belum pernah atau takutr memulai kegiatan ini :D. Besok di atas 846 mdpl ya kaaaa

  5. Wahh asyik banget ya trekking bareng. Begitulah kalau mama2 strong udah bersatu, trek menanjak dan terjal hajar aja.

    Tapi turunnya horooooor. Untung bisa turun bukit dengan aman ya dan kok pas banget warungnya juga jual jas hujan.

  6. Aku belum pernah ngerasain pas lagi trekking hujan..
    Aku liat fotonya doang degdegan. Hujan, licin, terpeleset, aduuuuh. Tapi kalau kompak gitu kayaknya seru gitu ya.

    • Muncak bareng temen-temen itu memang seruuu!!
      Emang kerasa capek tapi kalau sudah tiba di puncak trus lihat pemandangan yang indah, rasa capek jadi ilang. Yang ada rasa puas.
      Apalagi kalau bareng rombongan, tambah seru. Bisa sambil ketawa-ketawa dan ngobrol asik.

  7. Eh itu yang komentar nanya-nanya tentang apa yang didapat dari trekking seru kekgitu, mungkin sebenarnya mupeng tapi tak mampu? hehehehe … dalam arti tak mampu sebab mudah capek atau enggan kepanasan kehujanan atau apalah-apalah gitu.

    Sementara aktivitas jalan di alam terbuka kekgini sangat menyehatkan lahir dan batin.

  8. Seru banget ya bisa trekking, saya sudah lama ga trekking, terakhir bulan April, Hua jadi kangen pengen trip lagi, kayaknya sejuk banget mba tempatnya apalagi dari namanya aja udah jelas tempat yang sangat adem dan nyaman

  9. haha.. iya, meskipun trekking ataupun hiking bikin capek, tapi rasanya kalo udah pernah ngerasain muncak pasti kepengen lagi..
    nyandu gitu..
    semoga selalu sehat jadi bisa terus ngelakuin hobi ini 🙂

  10. Erniawati says:

    Aku suka banget liat orang orang naek gunung, dari dulu pengen banget nyoba naek gunung, tapi sayangnya aku takut banget sama ketinggian hehe

  11. Ternyata ada bukit sekeren ini di kabupaten Bogor. Wajib ke sana nih, para pecinta Alam. apalagi journeynya bareng sama temen temen asyik se circle kita. yuk gaskeun. tunggu aku ya bukit Paniisan.

  12. I Gde Surjanta says:

    Pemandangan terindah terbentang setelah pendakian tertinggi ke puncaknya.
    Persahabatan terindah hadir ketika kita saling mengisi, menjaga dan membantu hingga selamat kembali sampai di rumah.
    Sesuatu yang indah adalah ketika kita membaca tulisan cerita ini dan terinspirasi untuk mengulang kebahagian2 tersebut dalam versi kita…
    Semangat sukses selalu, mba Arni
    👍🤲🙏💖

  13. Phai Yunita S Wijaya says:

    Masya Allah emak-emak kece dan strong banget ini. Masih sempat-sempatnya naik bukit. Emang ya mbak, mungkin udah jadi hobi ngetrack gini jadi ya hayuu aja.. hempaskan semua komentar miring, yang penting happy haha. Ditunggu cerita penjelajahan bukit lainnya yaa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *