
“Tangan tua itu tampak kuat meski memutih tertutup butiran tepung. Gurat uratnya yang terlihat jelas menjadi penanda kerja kerasnya selama puluhan tahun. Seolah menyembunyikan banyak kisah dari masa lalu. Menjadi saksi bisu pergantian sang kala. Dipegangnya adonan, diaduk sedemikian rupa, menambahkan cairan telur dan air, lalu kembali bergulat hingga mencapai konsistensi yang diinginkan. Lalu dia beranjak, pada batang panjang serupa alu untuk lesung, duduk di atasnya lantas mulai menekan adonan agar menjadi lebih padat. Setelahnya dia berpindah, menuju mesin giling yang tak kalah tuanya. Entah sudah berapa banyak mie yang dihasilkan mesin tangguh ini. Jika bisa bercerita, mungkin di setiap putaran yang berujung sulur-sulur mie nan panjang itu akan terselip beragam kisah yang tak biasa. “
Cerita di atas bukanlah imajinasi atau khayalan saya. Cerita di atas adalah sebuah lintasan pikiran yang hadir begitu saja tanpa diundang saat saya dan teman-teman dari Bogor Historical Walk (BHW) berkunjung ke Pabrik Mie legendaris di Bogor yang usianya bahkan lebih tua dari Indonesia merdeka. Wow banget khan ya?
Ini adalah kali pertama saya ikutan event BHW. Gerimis tipis yang turun pagi itu tak menyurutkan langkah kami di Rabu pagi berpindah dari satu lokasi menuju lokasi lainnya mengintip aneka kuliner legendaris di Kota Bogor. Sebuah perjalanan yang menyenangkan tapi agak berbahaya untuk timbangan. Kalau udah ketemu makanan enak, bikin lupa diri soalnya hehehe.

Kami berkumpul di Meeting point tepat di depan Gedung 1881 yang difungsikan sebagai Stasiun Bogor. Jujur, saya agak keki juga sama diri sendiri. Berkali-kali ke Stasiun Bogor, baru tahu dong saya nama gedung stasiun ini. Sebuah bangunan cagar budaya nan megah berusia 144 tahun yang masih berdiri kokoh dan memesona. Luar biasa. Dari sini, kami siap memulai perjalanan mencicipi cita rasa tempo dulu langsung dari rumah produksinya. Ada 4 cita rasa yang akan kami telusuri, mulai dari Eropa, jajanan khas Sunda, Cina peranakan hingga Timur Tengah. Gimana, sampai di sini udah kebayang dong gimana serunya perjalanan ini? Ikuti terus yuk!
Delicious Bakery
Berlokasi di Jalan Mawar no 22, dengan jam Operasional 07.00 – 15.00 WIB. Toko roti ini sudah berdiri sejak tahun 1940 dan sekarang dikelola oleh generasi keempat. Suasana vintage langsung menyambut kami sejak awal kedatangan. Mulai dari bangunannya yang tampak tua, dinding-dinding yang mulai kecoklatan hingga aneka pajangan di rak-rak dan dinding yang makin menguatkan nuansa tempo doeloe khas Eropa.


Di sini kami menikmati roti gambang legendaris. Saya beberapa kali makan roti gambang, menurut Saya ini yang terenak. Tampilannya kokoh tapi ternyata empuk saat digigit. After tastenya gak menyisakan tempelan di langit-langit mulut. Manisnya pas. Enak banget. Kayaknya bakal jadi langganan nih. Selain roti gambang, banyak juga jenis roti lainnya. Semua masih dengan rasa otentik tempo dulu. Ou, disebut roti gambang karena warnanya coklat dan bentuknya persegi mirip alat musik gambang. Di daerah lain, roti ini juga dikenal sebagai roti gandjel.
Saya membeli roti tawar dan roti kering untuk dibawa pulang. Roti tawarnya bukan tipe yang lembut dengan serat padat seperti roti yang terkenal itu. Ini beneran roti jadul yang rongga rotinya agak besar lalu teksturnya kering tapi tetap empuk digigit. Mengingatkan saya pada roti yang sering saya makan di masa kecil dulu di kendari. Kebetulan rumah orang tua saya hanya sepelemparan batu dari pabrik roti. Sayangnya pabrik itu sudah lama bangkrut, jadi meskipun saya mudik, udah gak bakalan ketemu lagi sama roti itu. Lalu ternyata memori saya kembali terbuka ketika makan roti dari Delicious Bakery ini. Ah, makannya sambil senyum-senyum ingat dulu sering rebutan roti dengan adik hehehe.
Oli Jepret, Kudapan Unik Khas Jawa Barat
Tepat di depan Toko roti Delicious, tak kalah legendnya ada Pak Asep yang berjualan Oli Jepret. Jajanan tradisional khas Jawa Barat. Umurnya lebih jadul lagi. Udah berjualan sejak 1928. Pak Asep ini udah generasi keenam. Sejenis uli tapi terbuat dari singkong, lalu dinikmati dengan serundeng yang diberi taburan Gula Pasir. Enak banget!

Dinamakan oli jepret karena teksturnya yang bisa ditarik jadi panjang. Kenyal-kenyal, legit kayak karet. Bisa ngejepret lah ya. Serundengnya juga khas banget rasanya. Kalau teman-teman biasa makan ketan yang ditaburi serundeng, nah ini serundengnya mirip begitu tapi menurutku lebih kaya rasa. Mungkin ada tambahan bumbu khusus ya saat dibuat. Cocok buat kudapan sebagai teman teh atau kopi.
“Bisa sampai jam 9 malam,” jawab Pak Asep ketika kami bertanya daya tahan sajian ini saat sudah tercampur serundeng. Karena memang sebagian besar membawa pulang bahkan ada yang ngeborong. Saya juga termasuk yang membawa pulang, sekaligus mau nguji basi atau tidaknya jika disimpan sampai malam hari.

“Enak ini. Tapi kalau Ayah mau request pakai serundeng aja, gak usah ditambah gula pasir lagi,” komentar suami saya saat pulang kantor saya suguhi Oli Jebret. Btw, suami saya baru makan sekitar jam 9 malam dan rasanya gak berubah. Masih sama dengan yang saya makan di siang hari. Mantul Pak Asep!
Mengunjungi Pabrik Mie Lie
Dari Toko roti, kami berpindah ke Jalan Roda menuju Pabrik Mie Lie yang juga bikin saya kagum. Sudah berdiri sejak tahun 1937. Bertemu Pak Herman yang sudah bekerja di sini membuat Mie selama 50 tahun. Astagaaa…! Cici Mira, owner Pabrik mie Lie sudah merupakan generasi ketiga yang meneruskan usaha turun temurun ini.
Sebagian besar proses pembuatan mie-nya masih manual. Mulai dari membuat adonan, melumatkan hingga menggiling. Juara!


Lintasan pikiran yang saya pakai untuk pembuka artikel ini tercipta saat melihat proses pembuatan mie oleh Pak Herman. Terkagum-kagum saya melihat beliau mengulen adonan mie dengan tenaga manual. Tangan-tangan tuanya begitu lincah mengolah dari masih berupa tepung hingga jadi mie yang siap berpindah ke konsumen.
Beli mie di sini, selalu fresh lho. Saat kami datang dan memesan, ya saat itu mienya baru dibuatkan. Jadi harus sabar menanti. Tanpa pengawet dan bahan kimia lainnya. Punya saya masih anteng di freezer, belum sempat diolah. Nanti kalau udah saya masak, bakalan diupdate lagi ya untuk rasanya.


Icip-icip Kuliner Khas Timur Tengah
Sudah puas jajan Mie dan aneka penganan jadul di seputar Jl.Roda – Gang Aut, kami berpindah ke seputaran Alun-alun Empang, menghampiri aneka penganan khas Timur Tengah di Ka Nung Bogor yang sudah mulai berjualan sejak 1974. Menyediakan beragam frozen food seperti roti cane, samosa, pastel, aneka bumbu instant dan segala derivasinya. Kami juga sempat masuk ke dapur produksinya. Istimewanya, beberapa pegawai di sini adalah disabilitas. Wow, salut banget lihat adik-adik yang sangat terampil dan produktif ini.


Saat tiba di Ka Nung, kami langsung disuguhi bubur syurbah, bisa pilih dengan campuran daging ayam atau kambing. Dagingnya dimasak bersama bubur. Bubur Syurbah ini adalah bubur khas Arab yang aslinya di sana terbuat dari gandum. Tapi karena agak susah menemukan gandum di Indonesia maka bisa digangi dengan havermout atau beras biasa.
Umumnya bubur syurbah hanya ditemukan saat bulan Ramadhan. Disajikan usai shalat Tarawih, panas-panas. Dengan paduan rempah dan aneka bumbu khas Arab menjadikan rasanya unik dan enak dinikmati. Bikin jatuh cinta sejak suapan pertama. Teksturnya kenyal, berwarna kuning yang berasal dari bumbunya. Dimakan dengan toping bawang goreng dan tambahan sedikit sambal jika suka pedas. Nikmat sekali. Huhu… jujur saya pengen nambah rasanya. Tapi malu euy.

Di sini juga kami menikmati samosa, martabak, roti cane dan dodol arab. Kalau biasanya kita mengenal dodol garut, dodol betawi, dodol cina, kali ini ada dodol arab. Berbeda dengan dodol daerah lain yang umumnya terbuat dari ketan atau tepung beras, dodol arab terbuat dari tepung terigu yang ditambahi bumbu rempah.
“Ini dodol rasa nasi kebuli!” kata seorang kawan saat mencicipinya. Saya yang awalnya agak ragu mencoba, jadi ikutan tergoda buat nyicip. Dan sayapun setuju dengan ungkapan kawan tadi. Dodol dengan rasa rempah. Bukan sekedar manis. Unik banget.
Dan ya, sebagian peserta trip kali ini adalah emak-emak. Begitu masuk ke ruang penjualan frozen food, pada kalap dong. Langsung ngeborong. Bahkan ada seorang kawan yang berbelanja sampai di atas 500 ribu. Dahsyat. Emak-emak memang gak ada lawan hahaha.
Tetap Eksis dengan Cita Rasa Otentik
Mengunjungi aneka kuliner legendaris ini seolah mengajak saya menyusuri lorong waktu. Mencoba membayangkan masa dimana usaha ini mulai dibangun. Di masa Indonesia belum merdeka. Masa dimana semua berbaur bersama. Keturunan Eropa (Belanda), peranakan Cina, Pribumi dan Timur Tengah. Hidup berdampingan dan tetap bertahan turun temurun meneruskan usaha keluarga.

Tak mudah tentunya. Di tengah gempuran pabrik-pabrik modern dan industri besar, makanan kekinian, selera anak muda dan perkembangan zaman yang terus melaju kencang. Salut, mereka juga turut memanfaatkan media sosial. Membuat akun untuk promo, berjualan online, tentunya tanpa mengurangi rasa otentiknya yang khas. Dulu mungkin sangat berjaya pada masanya, kini menjadi bagian dari UMKM. Terimakasih semua yang bertahan. Luar biasa bisa sejauh ini. Saya belajar banyak, tentang kegigihan, tentang semangat, tentang masa lampau.
Pengalaman Baru, Kawan Baru, Seru Banget
Sejujurnya, saya sempat ragu ikut event ini. Takut jadi paling cupu dan asing. Saya bukan orang yang mudah beradaptasi dengan orang baru. Apalagi belum kenal sama sekali sebelumnya. Lalu beberapa kali kontak dengan Mas Gio, kawan blogger yang sudah kenal cukup lama tapi belum pernah kopdar, janjian untuk ikut bareng. Yes! Ada temannya. Jadilah saya berangkat juga pagi itu meski gerimis turun bikin meringis.


Dan ternyata kami beda angkot dong. Saya di angkot dua, mas Gio di angkot tiga. Akhirnya mau tak mau ya tetap dengan kawan baru semuanya. Kenalan di angkot, ngobrol-ngobrol sedikit, saya mulai nyaman dengan trip ini.
Ternyata teman-temannya seru!
Tripnya menyenangkan dan mengenyangkan!
Apalagi kemudian, usai kegiatan utama kami pindah tongkrongan ke tempat lain yang tak kalah menariknya. Bahkan menghabiskan waktu lebih lama daripada kegiatan utama hahaha. Berasa dapat bonus berkali lipat deh. Nanti saya cerita di artikel berikutnya. Biar gak bosan bacanya.
Terimakasih BHW yang sudah bikin trip Kuliner Legendaris. Next, saya diajak lagi ya…!
Salam
Arni
seru tripnya, jadi mengenang masa lalu kan ya, kuliner legendaris ini ngangenin, penasaran dengan oli jepret unik banget namanya, gimana ya rasanya kalau dicampur srundeng gitu
Seru sekali bikin trip seperti itu. Pengen banget ada teman ngetrip seperti ini di kota sendiri. Tadi waktu baca panganan oli saya sempat kepikiran getuk karena dari bentuknya kelihatan kalau dari singkong. Kayaknya beda, ya. Harus cari tahu lebih banyak nih.
Kuliner2 nusantara jadoel banyak kemiripan, bedanya kadang pada teknik atau tambahan bahan setempat.
Di Bandung ada beberapa komunitas yg walking tour gitu jelajah kuliner, bangunan lama dll. Coba pas ada waktu, mau juga iiiih ikutan yg Bogor.
Kuliner jadul tuh kisah sejarah di baliknya dan tentu saja rasanya. Hebatnya soal rasa tuh tetap bertahan puluhan tahun…
Oli jepret kalau baca artilenya, mirip getuk bukan sih? Bisa enyoy gitu penasaran pengen cicip…
Kalo masalah kuliner emang ga ada tandingannya, apalagi mencoba kuliner jadul duh bikin kangen. Saya salfok sama roti gambang, dari penampaknya saja udah terbayang rasanya. Tapi buat dapat rasa empuk pas gampang-gampang susah.
Seru banget trip kuliner kaya gini
.
Biasanya kalau di kulineran legendaris gitu, banyak info tentang lokasi tersebut zaman dulunya gimana. Aku suka kepo dan kadang suka nanya sama penjualnya. Karena mereka pasti punya banyak cerita saat mengawali usahanya. Kadang jadi takjub sendiri. Kenyangnya dapet, ilmunya juga dapet..
wah bogor ya, pengen jalan ke sana lagi kalau ada kesempatan dan kota ini tak hanya romantis tapi juga bnyk makanan enak
Rupanya Bogor memiliki banyak jajanan dan kuliner khas yang sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka ya Kak? Benar-benar Teddy baru tau akan ada banyak sekali jajanan yang begitu enak dilihat mata yang tentunya sedap dilidah.
Teddy mau nanya nih Kak, BHW itu khusus blogger aja? Atau mereka hanya komunitas yang memang khusus menjelajahi kota Bogor Kak? Karena dari foto yang Kakak paparkan barusan banyak juga ya yang hadir dan meramaikan.
Terima Kasih Kak, mungkin kalau nanti ke Bogor bisa Teddy coba cicipi makanan-makanan enak di sana.
Wah jadi pengen gabung BHW, berasa menyusuri lorong waktu kembali ke masa lalu menikmati kuliner cita rasa otentik ini. Oli jepret kaya gethuk ga sih mba? Kalo gethuk ya singkong cuma taburannya kelapa. Keren rumah Mie Lie masih ngado manual. Sehat2 ya pakk..
wahh kulinernya banyak banget pengen nycip semua hihi… Bogor emang kaya Bandung kulinernya macem-macem dari yang jajanan murah meriah sampe yang melegenda ada.. mantap
Ih mbak, seneng banget bisa ngetrip ke tempat-tempat bersejarah gitu. Mau dong ikutan kalau ada lagi. Btw BHW itu komunitas blogger atau bukan ya?
Wah, klo wisata kuliner gini,aku jg mauuu. Btw roti gandjel rel di Semarang jg ada loh. Kira2 sama ga ya rasanya?
Wahhh semoga bisa tetap terjaga yaa dan terus dilestarikan agar bisa dinikmati kulinernya oleh beberapa generasi kedepan hhe. The best banget bogor nih.
Enak enak semua maknannya aku tertarik sama pabrik mie nya udah lama juga ya usianya pabriknya jadi kepo sama rasanya
Tripnya seru kak.. Kalau nge-trip gini emang gak lengkap kalo gak cicipi kuliner legendarisnya..
Wah, jadi pengen ikutan juga kalo ada jalan-jalan kayak gini lagi. Plus pengen cobain juga kulinernya. Kayaknya enak-enak dan khas.
Seru sekali ya, trip bareng BHW. Kalau di Bandung ada Bandung Heritage yang suka berkeliling ke bangunan Cagar Budaya.
Memang seru, ya, jalan-jalan ke tempat bersejarah apalagi bisa sekalian menyicipi kulinernya. Manteep!
seru banget nih bisa ikutan kegiatan Bogor Historical Walk (BHW) sambil mengenal kuliner asli bogor dan mencicipinya. aku suka kegiatan seperti ini apalagi yang menyangkut kuliner, hahahaha.
Seru banget jalan2nya. Jadi tahu banyak sekali kuliner Bogor yang udah eksis sejak lama tapi sekarang gak banyak terekspose.
Baru tahu ada makanan namanya Oli Jepret. Ternyata dari “uli” ini tuh tape bukan sih mbak?
Aku baru tau makanan ini. Kok bisa2nya kyk langka gtu ya?
Ya ampun menarik banget. Kuliner legendaris memang selalu di hati. Mana udah lama banget aku ga ikut kegiatan macam ini. Baca tulisanmu jadi kangen mba
Lapar bacanya…
Seru banget napak tilas kuliner legendaris begini. Sudah langka bakery jadoel begini, juga ada mie lidi yang masih dibikin secara manual, ada uli pun kuliner Timur Tengah. Ya ampun, asyiknya
Enggak cuma nambah wawasan tapi juga tambah teman plus bisa kulineran
Keren nih trip BHW
kuliner legendaris emang menyenangkan sekali bikin mengenang masa kecil ya, aku sendiri belum pernah makan Oli Jepret, aku suka makan yang ada serundeng, pasti enak