Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya 1168 dan Parisudha Agung Paripurna Candi Prambanan

 “Denting suara genta berpadu mantra suci memecah keheningan. Hembusan pawana menangkup sayup lantunan puja, seiring swastamita mengawal petang mengantar lingsir bagaskara. Sukma berdetak, menyambut sakralnya upacara. Tanpa bisa ditahan, air mata menitik haru. Di sini, di pelataran Candi Siwa, kami menyatukan bayu sabda idep, menyerap energi suci dari warisan leluhur, Prambanan yang Agung”.

*****

Kembali Ke Prambanan

Sejujurnya untuk memulai membuat catatan perjalanan ini, saya agak kebingungan menuliskan kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana hati saya yang tak biasa. Setiap kali menjejak Prambanan, saya menemukan kesan berbeda. Prambanan selalu punya pesona yang membuat saya tak henti-hentinya berdecak kagum. Memandang kemegahannya, membayangkan suasana masa lampau, merasakan energi yang terpancar.  Padahal ini adalah kunjungan ke sekian kali, tapi tak pernah pudar rasa itu.

“Kita akan membawakan 2 tarian ya. Pertama Tari Pendet Penyambutan di acara pembukaan lalu sore hari membawakan Rejang Taksu Bhuwana di acara Atur Piuning”

Begitu kira-kira isi pengumuman di WAG Penari JakJaban (Jakarta, Jawa Barat dan Banten) yang terbentuk untuk persiapan Abhiseka Prambanan 1168 ini.  Ya, tim penari kali ini merupakan gabungan dari tiga provinsi, untuk ngaturang ayah – ngayah (persembahan tulus) dalam Abhiseka.

Cerita singkat tentang Abhiseka, silakan KLIK TAUTAN INI : Abhiseka Siwa Grha 1166  dimana 2 tahun lalu, saya dan teman-teman penari juga sempat turut serta. Karena itu saya menyebut ini sebagai perjalanan “Kembali ke Prambanan”

Karena terpisah jarak yang berjauhan, para penari berlatih masing-masing lebih dahulu, lalu kemudian bertemu untuk mengatur formasi, memadukan gerakan, menyelaraskan langkah dan menyatukan semangat yang sama. Hanya sempat 1 kali latihan gabungan. Astungkare, tetap berjalan lancar.  Sedianya oleh panitia, kami diundang untuk mengisi acara pada rangkaian acara utama Abhiseka, 12 November 2024.  Namun, karena kesibukan sebagian penari yang harus menjalani kerja rutin kantoran, akhirnya kami mengisi sesi tari di tanggal 10 November saja, pagi dan sore sekaligus mengikuti upacara Atur Piuning dan melakukan prasawya yaitu perjalanan mengitari area candi Prambanan sembari melantunkan mantra-mantra suci.

Selayang Pandang Abhiseka dan Parisuda Agung Paripurna Candi Prambanan

Ada yang istimewa pada pelaksanaan Abhiseka Prambanan tahun ini, dimana acaranya digabungkan dengan upacara Parisudha Agung Paripurna yang pelaksanaannya mengambil perhitungan sasih.  Pada tahun ini Abhiseka yang merujuk perhitungan kalender masehi ternyata jatuh pada hari yang sama dengan Parisudha Agung Paripurna yang menggunakan hitungan sasih yaitu di tanggal 12 November 2024.

Baca juga : Abhiseka Siwa Grha 1166

Dalam Prasasti Siwagraha yang berisi sejarah peresmian bangunan suci untuk Dewa Siwa tercatat Wualung Gunung Sang Wiku yang dibaca sebagai angka tahun 778 Caka atau sama dengan 12 November 856 Masehi menjadi dasar pelaksanaan Abhiseka yaitu setiap tanggal 12 November yang mulai digelar sejak tahun 2019 setelah sebelumnya hanya menjadi catatan sejarah tanpa peringatan apa-apa.  Berdasarkan rujukan prasasti tersebut, maka pada tahun 2024 ini adalah Abhikesa Candi Prambanan ke 1168.

Di sisi lain, sesuai amanat Pesamuhan Agung PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia – Majelis tertinggi umat Hindu) Tahun 2023 yang dilaksanakan di Denpasar, Bali maka untuk pertamakalinya pada tahun 2024 ini dilaksanakan Parisudha Agung Paripurna Candi Prambanan yang akan menjadi tonggak Pujawali/Piodalan.

Penentuan waktu pelaksanaan Parisuha Agung Paripurna ini telah melalui kajian mendalam yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2023 di Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa dengan menghadirkan Gurur Besar Arkeologi UI, Prof Arismunandar dan Pakar Wariga Universitas Hindu Negeri IGB Sugriwa, Dr. Gede Sutarya.  Dari kajian-kajian tersebut, diketahui Abhiseka Candi Prambanan dilakukan pertamakalinya pada Ekadasi Suklapaksa Margasira, 12 November 856 Masehi.  Ekadaksi Suklapaksa Margasira adalah Ekadasi Purnama Sasih Kalima yaitu 4 hari sebelum Purnama Sasih Kelima.

Adalah sebuah keistimewaan, pada tahun 2024 ini 4 hari sebelum Purnama Sasih Kelima ternyata jatuh pada 12 November 2024 yaitu bertepatan dengan pelaksanaan Abhiseka yang menggunakan perhitungan kalender masehi. Luar biasa. Saya yakin tak ada yang kebetulan. Semua sudah mengikuti skenario-Nya, sehingga dua acara besar bisa dilaksanakan bersamaan.

Sayangnya kami para penari tidak bisa hadir saat hari bersejarah itu. Kami sudah kembali ke  tempat aktivitas masing-masing. Tak apa, berarti kali ini berjodohnya baru pada atur piuning saja. Semoga kelak berjodoh di acara utama juga.

Penari Jakjaban bersama Ida Rsi Agung Putra Nata Siliwangi Manuaba

Baca juga : Pesona Candi Prambanan, Warisan Mahakarya Indonesia Untuk Dunia

Persembahan Tarian

Bersiap sejak subuh, para penari bergantian berhias. Bu Ketut Sukarni ditemani dua asisten dengan tangan-tangan terampilnya begitu sabar mendandani kami satu persatu. Mulai dari merias wajah hingga menata rambut. Selanjutya untuk berpakaian, kami saling bantu satu sama lain.

“Gak boleh cantik sendiri ya. Harus perhatikan temannya. Kalau ada yang kurang, bantu rapikan, kalau ada yang miring, bantu luruskan,” demikian pesan bu Karni. Menjadi pengingat kami semua, bahwa kami adalah tim.  Tidak boleh ada yang egois.

Persembahan tari pendet di pembukaan Abhiseka

Sekitar jam 9 pagi kami sudah siap di lokasi. Menuju pembukaan Abhiseka.  Hadir pula para tokoh-tokoh organisasi keumatan juga para pemimpin agama dalam kegiatan ini. Kami berkesempatan membawakan tari pendet penyambutan.  Panggung langsung penuh diisi oleh 33 penari.  Astungkare, berjalan lancar.

Usai membawakan tarian pertama, kami istirahat sejenak lalu bersiap berganti kostum untuk pementasan sore hari. Kali ini kami membawakan Rejang Taksu Bhuwana. Suasana di tenda penari seru banget. Membawa saya pada kenangan masa lalu, rame-rame bersiap di belakang panggung. Saling bantu satu sama lain, saling merapikan dandanan, sembari bersenda gurau. Seru sekali.

Saling bantu satu sama lain

Sekitar jam 4 sore, berpindah ke area concourse Prambanan. Area dengan spot terbaik karena tepat berada di depan Candi Prambanan. Menari di sini, langsung berlatar kemegahan candi yang berjajar indah di belakang. Saat kami tiba, para pengunjung sedang ramai. Sebagian besar sengaja berhenti untuk menyaksikan kami menari. Bahkan ada yang menunda pulang, mau nonton dulu katanya. Aih… begini rasanya jadi artis dadakan hahaha.

Tabuh gamelan mulai terdengar. Waktunya tampil menari. Selama menari, campur aduk rasa di hati. Kembali ke sini, setelah 2 tahun lalu menari di lokasi yang sama. Kali ini semesta mendukung. Suasana sejuk sekali.  Teringat tahun lalu, kami menari di bawah derasnya hujan hingga basah kuyup, kali ini terasa begitu syahdu. Jelang senja, dengan hembusan pawana yang berbisik lembut di kalbu.

Persembahan tari Rejang Taksu Buana

“Teruslah menari. Berikan persembahan terbaik pada peradaban agung ini…,”

Usai menari, tak tertahankan haru menyeruak di dada. Tak bisa diungkapkan dengan kata-kata rasa ini. Rasa syukur, bahagia, bangga, dan semuanya bercampur aduk jadi satu. Kami berpelukan satu sama lain. Menghaturkan rasa syukur, bisa mempersembahkan rejang Taksu bhuwana.

Latihannya berminggu-minggu. Narinya hanya sekitar 10 menit. Worth it? Tentu saja, Iya!

Tari adalah bersatunya wirama, wiraga dan wirasa. Kala musik mulai mengalun, raga turut bergerak, hati saya tersenyum. Inilah mungkin yang disebut bahagia jiwa dan raga.  Buat saya ini “me time”. Healing kalau kata anak sekarang. Kenapa me time? Yups… karena saat menari, saya mengerahkan seluruh indera untuk merasakan sensasinya. Mengajak seluruh tubuh untuk relaksasi dengan cara yang menyenangkan.

Tentang Tari Rejang, silakan baca di sini.

Ada banyak versi tari rejang. Saya ingat dulu, pertamakali mengenal rejang renteng. Kemudian rejang sari, rejang taman sari, rejang teratai putih, dan masih banyak rejang-rejang lainnya. Pada kesempatan 2 tahun yang lalu, kami menarikan rejang sari. Kali ini berkesempatan membawakan rejang Taksu Bhuwana.

Tari Rejang Taksu Bhuwana diciptakan oleh Guru Ghanta dan ditarikan pertama kali pada saat piodalan di Pura Taksu Bhuwana Taman Bukit Pengajaran, Sidemen, Karangasem.   Gerakan-gerakan tari ini menggambarkan persembahan diri pada Tuhan dalam bentuk pemujaan dan memohon segala jenis taksu semesta (kesidian, usaha, kesuksesan, kesehatan dll).

Matur Piuning dan Prasawya

“Kinon Mamuja Ri Pratidina”

Adalah tema yang ditetapkan panitia untuk Abhiseka 1168 ini. Artinya “memuja Prambanan setiap hari”. Diambil dari petikan Prasasti Siwa Grha tentunya dengan harapan agar spirit Candi Prambanan nan agung dapat mengisi hari-hari kita.  Prosesi Abhiseka juga menggunakan sesaji yang mengikuti relief candi serta informasi dari prasasti.  Hal ini semakin mengukuhkan posisi Candi Prambanan sebagai warisan budaya dunia yang disahkan oleh UNESCO sejak tahun 1991.

Persiapan Matur Piuning

Baca juga : Pujawali, Sebuah Sinergi Antara Religi, Tradisi dan Seni Dalam Harmoni

Ufuk Barat menampilkan warna jingga, kala kami perlahan beranjak menuju Utama Mandala Candi Prambanan untuk upacara Matur Piuning Abhiseka Candi Prambanan. Matur Piuning ini dimaksudkan sebagai permohonan agar Abhiseka yang akan dilaksanakan pada anggal 12 November nanti dapat berjalan lancar tanpa kendala. Matur Piuning umumnya dilaksanakan menjelang acara/upacara tertentu seperti Pujawali, sebelum melakukan perjalanan, dll sbagai bentuk permohonan restu dari Ida Sang Hyang Widi Wasa agar acara yang akan dilaksanakan dapat berjalan lancar tanpa kendala.

Dipimpin langsung oleh Ida Rsi Agung Putra Nata Siliwangi Manuaba, Sulinggih asli Sunda, prosesi berjalan begitu khidmat dan syahdu. Hangat merasuk di dada. Air mata haru mendesak ke luar tak terkendali. Saat saya dan bu Herni (kawan penari dari Jelambar) diberi tugas menghaturkan pejati di dalam Candi Wisnu, entah bagaimana, tanpa dikomando, kami menangis berdua di dalam candi. Dalam kegelapan, hanya diterangi cahaya dari HP salah satu bapak yang turut menyertai kami. Terisak dalam haru. Ada getar yang tak biasa. Suasana hening, tapi rasanya hati saya bergemuruh bahagia.

Kala Tirtha yang ditunggu hadir di Prambanan, kami dijadwalkan menghaturkan tarian untuk mendak (menyambut). Di sinilah keanehan terjadi. Sound system yang sudah disiapkan mendadak ngambek. Tak bisa dihidupkan sama sekali. Sudah berkali-kali dicoba, tetap saja tak bisa. Padahal sebelumnya sound system itu berfungsi dengan baik. Lalu kami mencoba menggunakan musik dari HP. Sempat terdengar musiknya di awal, lalu tiba-tiba mati juga. Mencoba dengan HP yang lain, kejadiannya sama. Kami kemudian sampai pada kesimpulan, “Beliau ingin hening!”

Demikianlah, Tirtha disambut dengan tarian tanpa musik. Hanya diiringi mantra dan kidung. Tapi sungguh, vibrasinya terasa begitu menggetarkan, syahdu dan magis.

Ida Rsi lalu menghaturkan puja. Umat melantunkan kidung. Makin terasa nyess dihati kala umat Hindu Jawa melantunkan kidung “Ibu Pertiwi”.  Duh ya, itu rasanya aliran darah terkesiap. Hangat di dada oleh rasa haru dan bahagia. Mendengarkan bait-bait kidung yang dihaturkan, saya jadi merasa sangat kecil, di tengah semesta maha luas ini. Ijinkan saya mengutip beberapa bait kidung ini :

Ibu Pertiwi, Paring boga lan sandhang kang murokabi, Peparing rejeki, Manungsa kang bekti, Bu pertiwi bu pertiwi, Sih sutresna mring sesami, Bu pertiwi kang adil luhuring budhi, Ayo sungkem mring ibu pertiwi

Duh Sang Hyang Widhi, Para putra ngaturaken sembah bekti, Puspa denta sinucekna sembah mami, Om Ang Brahma dipa astra, Tansah ulun sembah-sembah, Mugi paring kasucian mrambahi, Tangan kalih miwah waktra suci

Dua bait pertama yang saya kutip ini mempunyai makna yang sangat dalam. Pun demikian bait-bait berikutnya. Silakan googling untuk mendapatkan bait secara lengkap.  Saat kidung ini dilantunkan, saya merasakan ketulusan, berserah diri apa adanya pada Yang Maha Agung. Apalagi dilanjunkan dengan tembang Jawa yang medok, dengan cengkok khas yang berat dan mendayu-dayu. Sungguh magis dan sakral rasanya.

Kami kemudian melakukan pemujaan dengan melantunkan Maha Gayatri Mantram sebanyak 7 kali.  Yaitu Gayatri Mantram dalam versi lebih panjang dan lengkap. Lagi-lagi, saya merasakan sepertinya area Utama Mandala ini penuh sesak. Rasanya seperti banyak banget yang ikut serta. Entahlah, mungkin itu hanya perasaan saya saja. Tak tahu dengan teman-teman yang lain.

Acara matur piuning kemudian dilanjutkan  dengan Prasawya/pradaksina, yaitu berjalan mengitari area Utama Mandala, sembari melantunkan puja “Om Nama Siwa Ya” mengingat Prambanan adalah Siwa Grha. Yang mengejutkan, begitu putaran prasawya dimulai, saat itu pula gerimis tipis menyertai. Tipis saja, serasa membelai kulit. Rasanya seperti mendapat restu semesta.  Benar-benar tipis, serupa menerima percikan tirtha. Kalau biasanya dari Pemangku, kali ini langsung dari pemilik hidup. Gerimis terus hadir hingga 3 putaran berakhir. Dan kala putaran terakhir kami tuntaskan, tiba-tiba langit terasa terang. Tak ada gerimis. Tak ada sama sekali. Luar biasa.  Mengisahkan kembali suasana itu dalam bentuk tulisan ini saja, sukses membuat saya merinding dan terharu.

Usai prasawya, tuntas sudah rangkaian acara Matur Piuning dan  Nuur Tirtha  malam itu. Kami kembali ke tenda,  berkemas dan berganti pakaian, siap untuk pulang kembali ke Jakarta, Bogor, dll. Ya, malam itu kami langsung kembali. Mengingat beberapa rekan penari terikat jadwal padat untuk kembali beraktivitas di tempat kerjanya masing-masing.

Perjalanan malam, lelah tapi hati terasa penuh.  Melihat wajah kawan-kawan seperjalanan, saya mendapatkan gurat bahagia di sana. Bahagia karena sudah menunaikan “ngayah”. Sudah mewujudkan mimpi, melangitkan doa dan harap dalam keagungan Siwa Grha, Prambanan.

Sampai bertemu di kesempatan yang lain.

Rahayu

Salam

Arni

20 thoughts on “Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya 1168 dan Parisudha Agung Paripurna Candi Prambanan

    • Kalau saat ibadah, biasanya ditutup sementara untuk pengunjung, mbak
      Tapi hanya di area terbatas kok. Selebihnya ya boleh saja pengunjung menyaksikan

  1. Hani says:

    Aku bacanya pelan-pelan. Artikelnya bagus banget, jadi bisa ngebayangin pas acara Abhiseka ini. Sambil aku cari juga di Youtube, kayak apa sih tarian Rejang Taksu Bhuwana ini? Berharap adai video di Prambanan, biar bisa ngeliat mbak Arni menari. Sayang engga ada…hehe…
    Terharu bacanya…semua satu visi, mulai dari menari, yg engga boleh cantik sendiri. Sampai ke ibadah malam yang dielus percikan hujan.

  2. Amir says:

    Saya baru tau kalau kakaknya seorang penari. Btw saya sendiri belum pernah ke candi prambanan. Pastinya sangat menarik pemandanganya.

  3. Bagus sekali dan sarat makna artikel mbak Arni 🙂 Ingin rasanya suatu hari nanti bisa ikut menyaksikan pagelaran dan kegiatan keagamaan Abhiseka dan lainnya. Tetapi memang tertutup untuk umum ya mengingat sakral sekali dan harus khusyuk berdoanya. Tarian Rejang menarik sekali, semua tampak cantik dan elegan. Yang lokasinya di Prambanan itu juga istimewa sekali. Super!

  4. Upacara Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya 1168 dan Parisudha Agung Paripurna di Candi Prambanan sungguh sakral dan menyentuh hati. Sebagai warisan budaya dunia, Candi Prambanan kini kembali disucikan, memancarkan energi positif bagi kita semua. Semoga ritual ini membawa kedamaian dan keberkahan bagi bangsa Indonesia.

  5. Apakah Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya adalah peringatan dari berdiri dan dibangunnya candi Prambanan?
    Bila memang benar, Prambanan ternyata mempunyai sejarah panjang sejak Mataram Kuno.

  6. Wah, tulisan ini benar-benar menginspirasi! Deskripsi detail tentang Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya 1168 dan Parisudha Agung Paripurna di Candi Prambanan membuat saya seolah-olah ikut merasakan sakralnya upacara tersebut. Bahasanya yang puitis dan alur cerita yang mengalir membuat pembaca terpikat dari awal hingga akhir. Semoga tradisi dan warisan budaya seperti ini terus dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda. Terima kasih sudah berbagi pengalaman yang begitu berharga!

    • di Prambanan selalu ada cerita menarik bagi setiap pengunjungnya. Kalau saya ke Jogja, tak akan ketinggalan untuk singgah dan menikmati suasana Prambanan. Prambanan juga merupakan saksi kebahagiaan saya dengan kluarga kecil. Selalu jadi cerita. Ada saya, istri dan anak.

  7. Paling suka liat penari dan acara2nya. Apalagi penari yg memakai baju proper sesuai kaidah tradisinya tanpa embel2 atribut lain, sehingga terjaga keorisinalitas budayanya.
    Keren bgt nih acara Abhiseka, jd kepingin ikut nonton, nostalgia jaman sekolah prnh nari jg.

  8. Mbok arniii, asli saya pengen banget bisa tirta yatra ke prambanan. Apalagi pas mendekati nyepi atau sekedar hadir di piodalannya. Ke sana cuma bisa berwisata. Hiks.. Semoga diberi karunia bisa ikutan tirta yatra ke sana dengan teman-teman dari banjar di Malang. 😀

  9. Saya baru tahu tentang Abhiseka Samapta Diwyottama Siwalaya 1168 dan Parisuda Agung Paripurna di Candi Prambanan.
    Prambanan memang lebih dari sekedar tempat wisata, tetapi unsur religi dan budayanya juga sangat kental dan menjadi salah satu bukti kalau tanah air kita memang sangat kaya akan budaya, ya

  10. Bacanya ampe merinding sihh, soalnya emang pernah ke Prambanan tapi ngga pernah tahu juga tentang Abhiseka Prambanan ini. Menari dan memberi persembahan terbaik pada peradaban agung pasti sungguh mengharu biru, bersyukur bisa mempersembahkan rejang Taksi Bhuwana.

  11. Ya ampun keren banget kak menari kembali di Candi Prambanan. Tim penari yang kompak saling membantu satu sama lain ya. Jadi tahu tentang Abhiseka yang ditulis dengan detail dan mendalam. Bacanya sampai terkagum-kagum, bangga Indonesia punya warisan budaya seperti ini, hehe.

  12. membaca artikel ini saya jadi teringat masa kecil pernah les tari bali dan tari pendet selalu jadi favorit saya. terimakasih atas sharing informasi terkait abhiseka ini kak, saya jadi tahu lebih detail. yang paling berkesan kerjasama tim nya sih untuk saya pribadi, dikatakan diatas ” “Gak boleh cantik sendiri dan harus perhatikan temannya” keren banget.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *