Saat berkendara menuju Pantai Kuta Mandalika lalu ke Tanjung Aan dan Bukit Merese kami melintasi sebuah desa yang dari luar tampak sangat unik. Sekilas ramai oleh pengunjung. “Ini Desa Sade, desa tradisional yang jadi desa wisata karena masih memelihara adat istiadat dan budayanya. Nanti kita ke sini, sekarang ke pantai aja dulu,” kata Ari, guide kami hari itu yang kemudian melajukan kendaraan menuju pantai Tanjung Aan dan Bukit Merese
Dan jadilah setelah berpanas-panas ria di pantai, dalam perjalanan menuju ke penginapan kami mampir sejenak ke Sade yang terletak di Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Makanya wajah kami udah yang super kucel deh pas ke Sade hahaha. Harap maklum yaaaa
Bangunan tradisional khas Lombok menyambut kedatangan kami di Sade, bentuknya mengerucut dan dikenal sebagai lumbung. Dalam perjalanan selanjutnya di kota Mataram dan sepanjang jalan di Lombok, kami menemukan banyak sekali bentuk-bentuk bangunan serupa, bahkan di bangunan permanen sekalipun, selalu ada bentuk lumbung di atasnya.
Tidak ada tiket masuk untuk berkunjung ke desa ini, namun sebaiknya saat berkeliling kita ditemani oleh guide yang akan menjelaskan sejarah Desa Sade dan seluk beluknya, nanti berikan imbalan seikhlasnya. Jangan lupa terlebih dahulu mengisi buku tamu di pintu masuk. Pajangan kain tenun khas Lombok langsung menarik perhatian saya, aneka kerajinan tangan, gelang, kalung, tas anyaman semua tampak menggoda. Mengingatkan saya pada kain-kain di Pantai Kuta Mandalika dan makin bikin nyesek saat tahu harga yang ditawarkan di Sade mencapai ratusan ribu. Hiks… rasanya ku ingin berlari ke pantai buat jajan kain hahaha
Baca juga : Menikmati Keindahan Pantai Kuta Mandalika
Bapak guide – yang aduh maaf saya lupa namanya (maafkan kepikunan saya) – mengantarkan kami mulai dari lorong pertama di Desa Sade. Desa ini tidak terlalu luas, berada di lereng perbukitan tanah liat yang memang tidak rata, dengan rumah-rumah yang dibangun cukup rapat satu sama lain, terpisahkan oleh lorong-lorong kecil dan panjang berupa jalan setapak yang tentunya tak bisa dilintasi beramai-ramai. Harus antri yaaaa. Hampir di setiap rumah kita akan menemukan kain tenun yang cantik-cantik itu. Ada juga yang sudah berbentuk baju, outer atau model lainnya. Huft… saya ngiler berat booo!
Jelajah Keunikan Desa Sade
Sejak pertama kali menginjakkan kaki saya sudah terpesona pada desa ini. Menurut bapak guide, Sade artinya obat. Desa ini telah berdiri sejak tahun 1079 yang artinya sekarang sudah berusia sekitar 941 tahun. Wow sudah tua sekali ya . Yang luar biasa Sade masih menjaga adat istiadat yang diwariskan oleh para leluhur jaman dulu. Mulai dari bentuk rumah, cara perawatannya hingga kebiasaan turun temurun termasuk dalam hal perjodohan. Nanti akan kita bahas satu persatu.
Saat berkeliling, suasana khas pedesaan langsung terasa. Rumah-rumah beratap ijuk/jerami, kuda-kuda atapnya yang memakai pasak (tanpa paku), dinding berupa anyaman bambu, lantai beralas tanah. Bahkan, meski listrik sudah masuk di desa ini, beberapa rumah masih menggunakan penerangan berupa lampu tradisional yang disebut penyembe. Oh tak lupa, bangunan rumah ini memiliki konstruksi tahan gempa. Saat gempa besar mengguncang Lombok tahun lalu, Desa Sade menjadi salah satu desa yang aman dan tak mengalami kerusakan yang berarti. Luar biasa.
Ada 3 tipe bangunan di Desa Sade yaitu :
- Bale Bonter, rumah yang ditempati oleh pejabat desa, biasa juga digunakan untuk persidangan adat atau pembahasan halhal terkait kebijakan warga
- Bale kodong, untuk warga yang baru menikah atau bagi mereka yang menghabiskan hari tua
- Bale tani, untuk warga yang berkeluarga dan memiliki keturunan
Kami sempat diajak mengunjungi satu rumah yang merupakan bangunan tertua di Sade. Konon sudah berusia ratusan tahun, hampir seumuran berdirinya desa ini. Bangunannya terletak di tengah-tengah perkampungan. Saat saya masuk ke dalamnya, auranya adem sekali, padahal kalau dilihat, atapnya pendek dan dari luar terkesan gelap dan sumpek. Ternyata tidak begitu saat sudah di dalam. Rasanya lega dan sejuk. Pembagian ruang dalam rumah menjadi 3 bagian, bagian depan untuk tempat tidur anak lelaki dan orang tua. Bagian kedua yang posisinya lebih tinggi untuk dapur, lumbung dan tempat tidur anak perempuan. Lalu bagian terakhir yang paling belakang ada sebuah ruangan kecil untuk tempat ibu melahirkan.
Ciri khas lainnya adalah pintu masuk yang dibuat rendah, sehingga untuk masuk ke dalam rumah kita otomatis menunduk. Filosofinya adalah mengajarkan kita bersikap rendah hati. Saat masuk ke dalam rumah, buang semua ego dan siap bercengkerama sebagai keluarga dengan cinta dan kasih sayang.
Hal paling unik di sini adalah kebiasaan mengepel lantai dengan kotoran kerbau/sapi. Benar-benar menggunakan kotoran yang masih basah dan segar. Tanpa campuran air atau apapun. Setelah digosokkan pada lantai, dibiarkan mengering baru kemudian disapu. Mereka percaya dengan begini lantai lebih bersih dari debu-debu, lantai lebih kuat dan mencegah masuknya serangga terutama nyamuk ke dalam rumah.
Bagaimana baunya?
Percaya deh, gak ada bau sama sekali. Saya sudah membuktikannya. Saya sempat masuk ke salah satu rumah yang baru saja paginya dipel dengan kotoran kerbau dan tak ada aroma tak sedap sama sekali. Sungguh, saya takjub.
Proses pembuatan aneka kerajinan tradisional juga kami temui langsung saat berkeliling di desa ini. Seorang bapak tua yang sedang membuat tikar, topi dan aneka anyaman. Seorang ibu di sudut rumah yang sedang menumbuk kopi dan beragam kearifan lokal lainnya.
Ada sekitar 700 jiwa yang tinggal di Desa Sade, terdiri dari 150 KK/rumah. Semuanya adalah suku Sasak. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani. Karena tak ada sistem irigasi dan lokasinya berada di perbukitan, mereka mengandalkan hujan sehingga hanya panen sekali dalam setahun. Untuk perempuannya, selain membantu berladang juga wajib bisa menenun. Tak heran, saat berkeliling, di setiap rumah tersedia alat menenun. Prema sempat mencoba menggunakan alat ini, menjadi pengalaman unik tak terlupakan baginya.
“Seru banget! Prema baru tahu kalau bikin kain itu begitu caranya. Hebat ya mereka, bu. Warna kainnya bagus-bagus lagi,” komentarnya takjub
Rasa takjubnya makin menjadi-jadi saat kami lanjut berkeliling dan di salah satu sudut menemukan seorang ibu yang sedang memintal benang, langsung dari kapas. Wuaaa, jangankan Prema, saya aja baru pertama kali melihat ini. Benang yang sudah jadi itulah yang kemudian diwarnai dan ditenun hingga menjadi selembar kain nan cantik.
“Wow!”
Pembuatan satu kain songket bisa memakan waktu antara 2 minggu hingga 3 bulan. Tergantung ukuran dan kerumitan polanya. Di sini hati saya kemudian berbisik, “ya wajarlah harganya sampai ratusan ribu. Bikinnya susah maaak. Kalau saya disuruh bikin, sampai tahunan juga kayaknya gak bakalan kelar deh,”
Saya dan Putri sempat mencoba mengenakan baju lumbung, pakaian tradisional khas perempuan Sasak. Baju lumbung ini biasanya dikenakan dalam acara-acara adat seperti pernikahan dll. Coraknya indah sekali, dengan warna-warna ceria. Pemakaiannya juga mudah. Baju yang simpel tapi terlihat manis.
Bertemu Cinta di Pohon Cinta
Satu lagi tradisi unik di Desa Sade adalah dalam hal perkawinan. Di sini, saat akan menikah perempuan harus diculik terlebih dahulu oleh pihak laki-laki. Atau berjanji diam-diam untuk bertemu di sebuah tempat yang diberi nama pohon cinta. Pohon ini letaknya tepat di tengah-tengah desa. Namun posisinya entah bagaimana berada di belakang rumah-rumah Desa Sade. Seolah memang sudah diatur sedemikian rupa, sebagai tempat pertemuan bagi mereka yang sedang jatuh cinta. Nanti, akan ada seseorang yang bertugas sebagai mak comblang, memberi kabar ke keluarga perempuan untuk kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan tentang pernikahan.
“Mak comblang bukan hanya jadi penghubung. Mak comblang juga harus pinter dan jeli mengawasi rumah si perempuan. Bagaimana orang tuanya, apakah si perempuan siap “kabur” atau apakah ada janji dengan laki-laki lain misalnya. Apalagi kalau perempuannya cantik, wah bakalan jadi rebutan,” bapak guide kami menjelaskan
Tradisi unik ini disebut memari atau kawin lari. Saat sudah bertemu di pohon cinta, perempuan yang diculik akan dibawa ke rumah keluarga atau teman si laki-laki selama 3 hari 2 malam. Dalam masa inilah kemudian ada utusan dari pihak lelaki ke rumah perempuan yang melakukan negosiasi tentang rencana pernikahan. Benar-benar tradisi yang unik.
Pohon ini sebenarnya adalah pohon nangka. Meski sekarang pohonnya sudah mati, tapi tetap berdiri tegak dan dijaga keberadaannya. Justru karena sudah tak berdaun itu, menjadikannya tampak eksotis.
Baca juga : Pesona Tanjung Aan dan Bukit Merese
Merawat Kearifan Lokal, Merawat Kekayaan Bangsa
Pada hari-hari tertentu, jika beruntung kita bisa menyaksikan beberapa atraksi budaya di Desa Sade. Antara lain permainan alat musik tradisional yang dikenal dengan Gendang Beleq atau gendang besar. Biasanya dimainkan oleh lelaki yang memanggul gendang dan memukulnya dalam irama tertentu. Selain itu ada juga tarian Presean dan tarian Cupak Gerantang. Ou, mengenai Cupak Gerantang membuat memori saya teringat pada dongeng masa kecil dari Bali yang sering diceritakan oleh bapak saya dahulu. Tentang dua bersaudara yang perilakunya sangat jauh berbeda. Mungkin dongeng ini adalah dongeng yang sama yang diejawantahkan dalam bentuk tarian.
Tak terasa perjalanan kami sudah sampai di ujung desa. Sungguh, buat saya kunjungan ini membuka mata bahwa Indonesia begitu kaya dengan budaya dan adat istiadat yang begitu unik. Bahwa para tetua kita dahulu mewariskan harta karun tak ternilai harganya. Setiap bangunan, setiap keputusan, setiap aturan memiliki filosofinya masing-masing yang tentunya telah dipikirkan matan-matang untuk kebaikan bersama. Sebuah kearifan lokal yang tak lekang dimakan zaman.
Sampai kapan Desa Sade sanggup bertahan dari gempuran dunia modern?
Saya sih berharap, desa ini akan tetap lestari dengan semua tradisinya. Apalagi nanti, kalau sirkuit MotoGP Mandalika jadi dibuka tahun depan, yang artinya jalur jalan raya di Desa Sade akan semakin ramai dengan lalu lalang kendaraan, kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara juga akan meningkat, semoga Desa Sade tetap berdiri dengan pesona kearifan lokalnya.
Salam lestari
Arni
Dah berulangkali membaca tulisan tentang Sade, semuanya bener² bikin penasaran pengen kesana. Termasuk tulisan Arni yg bagus banget ini. Semoga suatu saat bisa terkabulkan
Terimakasih sudah berkunjung ke sini, Ayuk Annie
Semoga tulisana sederhana ini cukup memberi info tentang Desa Sade ya
Yuk yuk agendakan main ke Lombok
Wah, seru banget ya bisa jalan2 ke Desa Sade. Apalagi sempat belajar menenun juga.
Kalau di daerahku di Lampung, tradisi perempuan yg mau menikah diculik oleh pihak laki2 disebut sebambangan. Mirip prosesnya, ada orang yg diutus utk nyampein pesan ke orangtua perempuan. Cuma gak pake ketemuan di pohon cinta hehe
Wah ada juga tradisi yang mirip dengan ini ya
Aku baru tahu euy
Sungguh Indonesia kita kaya
sudah pernah berkunjung ke sini dan saya takjub dengan rumah-rumahnya yang elok. Jadi pengin berkunjung ke lombok lagi
Iya ya. Aku takjub karena mereka benar-benar memjaga tradisi warisan leluhur ini dengan sepenuh hati
Seru ya Mba pengalamannya berkunjung ke Desa Sade yang masih memegang tradisi leluhur.. Jadi pengen juga nih suatu saat bisa menjejakkan kaki di sana..
Seru banget
Memperkaya pengalaman dan pengetahuan aku tentang tradisi, adat istiadat di Indonesia yang sangat kaya ini
Mba untuk penduduknya mereka udah terbiasa diminta foto kali ya? Terus bisa gak Mba masuk ke rumahnya yang unik itu? Lihat2 dapurnya dll? 😀
Saya bener2 pengin ke sana euy
Itu kain tenunnhya juga khas banget ya 🙂
Karena ini Desa wisata jadi memang tiap hari rame sama kunjungan wisatawan, Teh
Nah penduduknya ya udah biasa berhadapan dengan kamera. Meski begitu, tiap mau motret ya aku tetap ijin dulu sama mereka
Ou untuk masuk rumahnya bebas kok. Malah sama guide ditawar2in gitu deh untuk masuk dan berkeliling di dalamnya
Seru banget bisa wisata budaya. Memang kita harus kenal budaya Indonesia supaya tahu uniknya budaya budaya itu.,
Iya mbak. Salah satu wisata favorit kami sekeluarga adalah wisata budaya. Makin cinta Indonesia deh
Mba Arni, desa Sade ini rapi sekali ya.. saya cukup takjub juga dengan cara mereka membersihkan lantai. Yakni dengan kotoran kerbau.
Benar-benar masih menjaga kearifan lokal ya Mba
Iya mbak. Bangunannya tertata rapi. Aku takjub sama cara mereka mempertahankan tradisi
Wah jadi ingat saat mereka membersihkan lantai dengan menggunakan tai sapi atau kerbau (maaf…).
Iya, memang begitu cara mereka
Dan ajaibnya gak berbau sama sekali
Huhu mbaa saya pengen banget ke desa Sade ini. Temen saya ada yg asli Lombok dan cerita kalo disana beneran menarik. Semoga secepatnya bisa ke sana. Aamiin
Semoga suatu hari bisa ke sana ya
Dan siap-siap deh terkagum-kagum pada tradisinya
wow 941 tahun, dan masih bertahan dengan budaya yang sangat arif. anw desa sade menjadi salah satu bucket list ku nih mba hehe belum kesampean – kesampean. semoga bisa segera kesana 😉
Udah tua ya mas
Aku aja terkagum-kagum
Apalagi pas masuk ke dalam rumah tertua itu, takjub karena masih berdiri kokoh hingga kini
Saya yakin Desa Sade akan bertahan sampai kapanpun jika pemerintah setempat ikut membantu memperkenalkan budaya yang ada disana kepada pihak luar. Melihat bangunan rumah dan cara membersihkannya saja sudah unik, ini sudah bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk melihat langsung kesana.
Betul mbak
Sebagai Desa wisata Desa Sade mungkin akan bertahan
Aku sih berharap generasi mudanya tetap mau melestarikan budaya
Jujur aja, saat ke sana aku hanya bertemu dengan orang-orang tua dan anak-anak kecil. Gak ketemu anak mudanya sama sekali
Penyembe itu kayak obor mini ya mba? Saya sudah sering lihat foto teman-teman yg main ke Desa Sade, namun ulasan tentang kearifan lokalnya yg lengkap baru saya baca di blog Mba Arni ini. Nice.
Iya mbak, mirip begitu sepertinya penyembe ini
Sayang kami ke sananya masih sore jadi penyembe ini belum dinyalakan
Padahal aku juga penasaran pengen lihat
Wah makasi apresiasinya mbak
Aku hanya menuliskan yang aku ingat dari penjelasan bapak guide kami sore itu
Salut buat Desa Sade yang masih teguh dengan kebiasaan adat istiadat dan keanekaragaman budaya yang menghiasi bangsa Indonesia.
Dan aku makin mencintai negeri ini apa adanya
Baca ceritanya jadi makin penasaran dengan desa sade ini. Semoga suatu saat bisa berkunjung juga kesini.
Aku doakan semoga terwujud keinginannya ya
Seru banget ke desa sade!
Pernah ke Lombok tapi belum mampir ke desa ini, penasaran banget sama praktek langsung bikin kain tenunnyaa 😍
Ayo diulang lagi ke Lomboknya
Dan main-mainlah ke Desa Sade
Benar-benar terasa kearifan lokalnya mba, suka banget sama artikelmu ini, berasa ikut lg visiting Desa Sade. Jadi pengen ke sana. Masukin wishlist ah 🙂
Terimakasih sudah meluangkan waktu membacanya mbak
Dan semoga nanti bisa main ke Sade ya
Keren banget Desa Sade, bersih dan natural rumahnya jadi pingin wisata kesana apalagi dengan suasana perkampungan alami jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Bener-bener terasa alami mbak. Padahal keluar dikit aja udah ketemu jalan raya yang super ramai lho
Keren banget pengalamannya., Mbak Arni.
Saya penasaran saa Desa Sade. Keunikan mengenai kebiasaan mengepel lantai dengan kotoran kerbau/sapi sudah beberapa kali saya baca.
Terus, waktu gempa hebat beberapa waktu lalu, rumah2nya masih bertahan begitu, apakah mungkin karena arsitekturnya tahan gempa ya? Atau karena memang gempanya kurang efeknya di sana? Penasaran. 🙂
Justru wilayah ini termasuk daerah terdampak gempa cukup keras lho
RUmah-rumah permanen di sepanjang jalan masih terlihat sisa gempanya. Di Desa Sade malah aman bangunannya. hebat ya
Lombok kaya akan keunikannya, sehingga lombok menjadi destinasi wisata yang cukup populer. Kalau baca artikel mbak Arni ini, rasanya pengen main lagi ke sana… saya kangen sama pantai-pantainya… 🙂
Pantai-pantainya cantik ya mas
Kami juga menikmati sekali wisata pantai di Lombok
sy senang nih kalau berkunjung ke tempat wisata ada sejarah seperti ini jadi kita mendapat cerita tidak sekedar jalan…hrs masuk rencana perjalanan sy nih desa Sade…menarik banget..
Iya betul. Aku juga suka wisata sejarah
Banyak pelajaran yang kita dapatkan dari perjalanan seperti ini
Saya suka sekali Desa Sade ini, memasukinya berasa masuk ke masa yang berbeda. Inget banget pas kesana ada temen yang belum menikah , dibilang ibu penenun kalau perempuan Sade wajib bisa menenun sebelum menikah, lalu mendadak pada ingin kursus menenun. Hahhahaa
Haha menenun itu susuah lho
Aku lihatnya rumit banget susunan benang-benangnya
Apalagi sambil mikirin pola
Saya benar2 kangen pengen ke Sade, nih. Huhuhu. Semoga sampai akhir tahun ini adik masih betah di Lombok. Pengen ikut ke sana ba’da lebaran nanti. Huhuhu….
Semoga bisa. Aamin!
Asiiiik ada yang mau ke Lombok nih sebentar lagi
Mampir ke Sade ya mbak
Waktu itu sempat mampir ke Desa Sade, kok yaa engga masuk ke rumah tradisional dong. Rombongan mau buru-buru ke Pantai Kuta. Duh nyesel…
Kalo ga kan aku bias banyak belajar tentang kearifan local. Makasih kisahnya. Mau ah…ke sana, kapan-kapan…
Ulang lagi ke Lomboknya
Kali ini spesial menikmati kearifan lokal di Desa Sade
Desa sade ini epic ya…beberapa blogger yang ke lombok menceritakan keunikannya… jadi semakin pengen ke lombok…semoga tahun ini kebagian ke lombok (amin)
Iya mas. Unik banget
Aku juga terkagum-kagum pas ke sana
Wah jadi kangen ke Lombok nie wkwkwk. Desa sade memang unik, yang penduduknya masih memakai adat kalau menikah harus bisa buat kain tenun dulu dan tidak bole sama orang luar sade ya. Tulisanku belum publish euyyy mengenai sade. Huhuhu
Wah aku nunggu tulisan versi mbak Inna
Pasti lebih seru dan lengkap ya
Ooooh Sade itu artinya obat? Wuih desa ini sudah hampir berusia 1000 tahun ternyata ya. AKu punya loh kain tenun Lombok. Dikasih mama mertuaku almh. Jadi memang dibuat oleh nenek2 perawan tuh lama gitu prosesnya ..harganya hmmm mahal. Pernha ke Lombok sekali cuma sehari semalam wkwkwk kapan2 mau lagi ah berkunjung ke sana siapa tau bisa mampir ke Desa Sade. TFS 😀
Iya mbak, Sade artinya obat
Wah senangnya punya kain tenun warisan
Ada cinta sidalamnya dari ibu mertua ya
Serius gak bau lho
Aku gak lihat langsung pas ngepel. Waktu ke sana, posisinya udah bersih, baru habis di sapu. Kayaknya lain waktu ke sananya pagi-oagi deh biar lihat yang ngepel
Haduuuu langsung aku pengen donggg k Lombok nih mba Putuuu. Indah banget bisa explore beberapa kearifan lokal di rumah sade ini. Emang khas nya itu dengan bentuk lumbung gitu yah
Udah sana buruan pesan tiket trus hanimun ke Lombok
Puas-puasin eksplore pulau cantik ini
Waah seneng banget yah mba bisa liburan keluarga di tempat sekeren Sade. Usianya udah mau 1000 tahun yaak? Gilaaa… Keren abis dah bisa melestarikannya sampe selama itu
Iya bentar lagi 1000 tahun dan masih terajaga tradisinya
Keren banget ya
Waah jadi ingat masa honeymoon. Salah Satu destinasi honeymoon backpacking kami adalah Lombok, termasuk Desa Sade, Tanning Aan, dsk. Sayangnya saat ke desa Sade ngga ada tourguide, huhu jadinya cuma lihat-lihat aja.
Wah asiknya yang hanimun ke Lombok
Mana nih cerita hanimunnya, aku mau dong baca-baca
Baca tulisan mbak ini saya jadi penasaran dan pengen ke lombok, tapi sepertinya harus nabung ektra supaya bisa pergi ke sana hehe. Thanks for sharing ya mbak
Semangat nabungnyaaaa
Masih banyak tempat cantik di Indonesia
Pemandangan alam yang indah dan perkampungan yang asri menjadi magnet tersendiri ya di desa Sade Lombok 🙂 pernah sekali ke sini, masih teringat semua keindahan yang ada
Bikin susah move on ya
Rasanya pengen liburan terus deh
Keren banget Mbak. Saya 5 tahun merantau ke Bali, belum pernah eh menyebrang ke Lombok. Jadi pengen kalau dengar yang unik-unik begini.
Wah sayang banget, padahal udah tinggal sepelemparan batu aja nyebrangnyaya. Ayo mbak, agendakan main ke Lombok
Tertarik dengan lampu tradisional “penyembe” … Ini bahan bakarnya apa ya Mbak? Lemak hewan atau minyak tanah ya?
Wah aku lupa nanya nih
Coba nanti aku tanyakan ke guide kami waktu itu ya
Asik yah desa tradisionalnya rapih dan bersih begini. Kerajinan desanya juga ditata dengan rapi jadi lebih memudahkan turis yang ingin berbelanja
Betul, semua tertata rapi dan bikin aku ngiler, rasanya pengen borong semua deh. Akhirnya suami dan Prema beli kalung + gelang sih
Mbak, tulisannya dikirim ke majalah coba. Bagus lho ceritanya. Aku pernah ke desa sade pas SMA. Zaman belum ada kamera digital. Wkkka udah lama banget. Seru injek lantai yang dipel sama kotoran kerbau. Ada gelang dari tanduk sapi apa ya itu unik banget
Wah ke majalah mana ya
Aku tuh gak pede ngirim beginian ke majalah, fotonya seadanya, pakai HP aja soalnya
Lombok itu banyak sekali ceritanya ya. Aku selalu terperangah kalau mendengar cerita teman-teman dari Lombok atau yang baru berkunjung ke Lombok. Nggak hanya wisatanya yang indah, namun juga budaya dan seninya. Benar-benar harus masuk bucket list untuk dikunjungi nih.
Iya betul. Lombok itu punya banyak pesona wisata
Dari alam hingga beragam tradisinya yang unik
Wah seru banget ya. Bikin penasaran pengen ke sana.
Silakan berkunjung mas. Banyak sekali yang bisa dinikmati saat berkunjung ke Lombok
Desa Sade ini salah satu kearifan lokal yang unik. Kain tenunnya juga bagus-bagus. Nah itu yang cukup menarik salah satunya adalah kebiasaan mengepel lantai dengan kotoran kerbau.
Aku jadi kangen menjejak ke Lombok lagi
Kain tenunnya cantik. Aku suka pemilihan warna dan motifnya. Bagus-bagus banget
Auto borong kain tenun kayanya aku kalo ke sini siiih.
Boleh gak sih diolah lagi kainnya? Jadi outer gitu? Biar bisa kepake sehari-hari~~
Boleh bangeeet
Kalau beli outer yang udah jadi juga banyak kok di Sade mbak
Wah keren ya di zaman yang sudah canggih seperti sekarang ini masih ada desa yang tetap menjaga tradisinya dengan erat seperti desa Sade ini. Suka dengan filosofi pintu rumah dari desa ini yang sengaja dibuat pendek agar penghuninya bisa rendah hati. Tradisi membersihkan rumah dengan kotoran sapi dan pernikahannya juga unik sekali ya.
Iya mbak, aku juga salut sama filosofi pintu rumah yang dibuat rendah itu
Betapa para tetua suku sasak dulu begitu mempertimbangkan soal etika sejak awal desa ini berdiri
Saya tertarik dengan membersihkan lantai dengan kotoran kerbau. Apa ini ada kaitannya dengan yang dimakan, ya?
Seperti kotoran manusia kan biasanya baunya juga tergantung apa yang dimakan. Saya jadi mikir kalau kerbau di sana makanannya masih semua organik. Jadi kotorannya pun gak bau
Nah aku gak tahu deh saat ngepel itu bau atau nggaknya mbak, karena memang yang dipakai kotoran yang masih basah
Saat aku masuk ke rumah yang habis dipel sih udah bersih dan memang gak bau sama sekali. Bisa jadi ya ada hubungannya dengan makanan
Unik banget, kesannya tradisional tapi bersih gitu dan lokasi rumahnya berdekatan. Aku udah lama pengin melihat aktivitas warga sekitar yang kayagini yang betapa masih asri dan murninya di tengah serba digital sekarang.
Iya mbak, karena berdekatan gitu, satu sama lain antar warga begitu akrab. Kekerabatannya sangat bagus
Aamin ya Allh semoga makin lestasi dan makin dicintai
Seru banget perjalanannya, dikupas habis jadi cerita yang pengne bikin ke sana. Moga bisa main ke Lombok aamiin. Padahal udah main ke padang Bainya kemarin
Wah tinggal nyebrang doang tuh ke Lombok
Ayo diulang road tripnya
Saya selalu suka membaca kisah perjalanan ke daerah tradisional seperti ini. Seperti lorong waktu yg membawa kita ke masa2 puluhan tahun lalu. Trima kasih sudah berbagi, semoga saya bisa berkunjung ke Sade suatu saat nanti
Terimakasih sudah membacanya, mas
Semoga suatu hari nanti bisa ke Sade juga ya
Bangunan rumahnya bener-bener tradisional ya Mak. Masih banyak rupanya yang menjalani serta menerapkan dan menjaga warisan leluhur
Desa Sade eksotis sekali. Semoga suatu hari nanti bisa berkunjung kesana dengan keluarga
Dalam sebuah pertemuan dengan pegiat desa, saya sempat mendengar desa ini. Sebenarnya sudah ada rencana ke sana. Namun, karena banyak kendala kegiatan, hingga membaca tulisan ini, belum sempet juga ke desa Sade.
Pemerintah memang sedang menggalakan desa wisata. Melalui gelontoran Dana Desa, semoga desa-desa di Indonesia semakin sejahtera ke depannya.
Tentu dengan tidak melupakan jati diri dan budaya desa ya Mba?
kabar-kabarnya, Sade sudah “komersil” nah saya ngga tau maksudnya gmana. Mungkin harga kainnya ya yang mahal.
Suka banget deh lihat tradisi budaya lain. Jadi jalan-jalan itu ga cuma lihat pemandangan manjain mata, tapi juga belajar 😀
Paling unik soal kotoran kerbau dan culik menculik hihi
Kok aku tertarik dengan tradisi pernikahannya ya, wkwkwkw Lucu banget di bawa kabur. Terus kalau perempuannya ga mau repot sudah itu. hehehe. Nice mba, liburan bukan cuma sekedar jalan-jalan tapi juga belajar bidaya setempat.
Seru banget bisa mengenal langsung kearifan budaya lokalnya yah. Lombok ini menjadi salah satu destinasi impian yang ingin kukunjungi. Masuk ke pintu rumahnya membuat kita seperti menghargai tuan rumah juga yah dengan menunduk begitu.
Pasti deh kalo abis baca blog kaka aku jadi envy sendiri hehe. Maklum masih banyak banget tempat yang belum aku kunjungi *sedih yaah wkwk. Btw, jadi urban legend sendiri yaah kak Pohon Cintanya dan cerita dibaliknya yang membuat pohon ini memiliki daya tarik lebih, Keren!
Cuma bisa berharap desa Sade akan terus seperti ini, mempertahankan semua adat dan budaya nya. Aku salut juga sama tradisi turun temurun yang mengharuskan seorang perempuan untuk menenun. Itu semacam lifeskill ya. Eh aku jd penasaran nih, ada ga ya penduduk desa Sade yang merantau ke kota?
Aku belum pernah ke Lombok dan habis baca ini jadi pengen bikin agenda liburan kesana sekalian explore Lombok. Apalagi bermain dengan penduduk lokal ya mbak, ah senang sekali ini lihat perjalanannya.
Aku juga mampir kesini ketika ke Lombok kemarin. Anehnya berfoto dirumah-rumah disana meski suasananya terlihat gelap tapi ternyata hasil fotonya terang yah hehehe.
Saya selalu terkesima dengan indahnya kain tenun buatan tangan. Wajar banget kalau harganya mahal. Dari proses pembuatannya aja udha rumit dan memakan waktu lama. Punya 1 aja kain buatan tangan seperti itu rasanya seneng banget
Saya beneran jadi pengen ke sini. Desanya sangat menarik. Kain tenunnya bagus-bagus banget
Meski sering mudik ke Bima, belum kesampaian mampir ke desa Sade ini. Dan postingan ini bikin pengen banget bisa mampir.
Wah aku malah pengen ke Bima nih mbak
Dosenku di Kendari dulu orang BIma, dia sering banget cerita tentang kampung halamannya dan bikin aku penasaran
Selalu suka baca cerita kebudayaan kayak gini. kalau di Jawa Barat ada Kampung Naga yang punya juga tipe-tipe rumah kayak di Kampung Sade ini. Aku mau ke sini.. plisss.
eh aku malah baru dengar Kampung Naga, dimana itu ya?
Berasa gagal tinggal di Jawa Barat belasan tahun nih aku
Tulisannya ngalir, aku kayak diceritain langsung sama Mba… Dan terjawab sudah rasa penasaranku akan Desa Sade, makin pingin ke sana deh… Bagian yg ngepel pake tai kerbau itu ternyata biar rumah nggak ada nyamuk
Terimakasih sudah mampir mbak
Ayo jalan-jalan ke Desa Sade
Aku iriiiii
mau lah ke sini juga.
Seneng lihat rumah2nya. Sederhana, tradisional tapi uga apik dan resik.
Cuss lah banyak long weekend lho tahun ini
Ayo agendakan mbak
yang saya suka saat berkunjung ke desa wisata seperti Desa Sade ini adalah bisa bercengkrama dan memahami budaya lokal mereka. Desa Sade ini sekarang udah bener-bener tertata rapi ya dari mulai suasana sampai promosinya.
Betul mas. Saya juga menikmati sekali ngobrol-ngobrol sama penduduk setempat saat traveling begini
Penasaran deh, kalau abis fotoan sama penduduk, mbak Arni kasih sesuatu ga buat mereka? Misal uang, barang atau semacam tips gitu 🙂 Hehehe…cinderamatanya cantik2 ya. Kalau dijual ke Jakarta jadi berapa duit ya? Pasti mahal. Aku sih punya kain Sumbawa yg dibuat sama perawan2 tua di sana 🙂 TFS.
Ngasi tip sih nggak mbak, kecuali ke guide ya. Ou sama ke ibu yang kainnya aku pakai buat foto-foto itu. Mereka gak matok tarif, seikhlasnya aja. Kalau yang lain-lain paling aku beli beberapa cinderamatanya, kayak gelang, kalung dll
Aku salfok ama kain Sade yang dipakai mb Arnie. Ditenun warga lokal kah? Warna dan motifnya bagus banget. Mahal gak?…
Iya mbak, ditenun warga lokal
Kalau gak salah harganya sekitar 200-an deh
Seru sekali perjalanannya Mba Arni. Saya waktu ke sana waktu sedang ada nyongkolan, jadi Desa Sade mendadak ramainya aduhai sekali. Jadilah nggak bisa bebas foto foto dan menjelajah. Akhirnya saya bisa mendapatkan cerita lebih banyak di sini.
Saya jadi kangen pulang ke Lombok deh, baca beberapa tulisan Mba tentang Lombok.
Waaah aku malah penasaran pengen menyaksikan nyongkolan secara langsung. Pasti jadi wisata budaya yang menarik banget tuh
Aku pernah ke Desa Sade ini, Mbak Arni. Paling senang ke tempat ini dari sekian banyak tempat yang kukunjungi di Lombok.
Tapi Mbak Arni menulis desa ini lebih detail. Aku jadi kepingin ke sana lagi untuk foto di depan pohon cinta yang nyaris nggak ada daunnya itu :))
Waktu mbak Vicky ke sini, pohon cinta ini masih berdaun gak?
Salah satu desa adat yang pengen banget aku kunjungi di 2020 ini. Desa yang masih kental dengan adat istiadatnya. Menarik banget kak liputanyaa ini.
Semoga kesampaian ya, Pul
Pasti kamu bisa ceritakan lebih baik dari aku deh tentang Desa Sade kalau udah ke sana
Unik banget ya budaya memari itu, mau nikah aja pake acara culik-culikan segala. Untung nggak sampe dipidanakan 😀
Haha karena udah jadi bagian dari adat ya gak berurusan dengan hukum negara
saya suka dengan desa adat
karena banyak pengetahuan yang bisa didapat
pengin banget sampe ke sini
semoga suatu saat tercapai
Iya, saya juga suka sekali wisata budaya seperti ini
Selalu banyak hal menarik yang kita temui
Wah, terakhir kali ke Desa Sade itu 5 tahun lalu dan mereka tetap membersihkan rumahnya dengan kotoran sapi ya. Kerennn
Soal tradisi penculikan ini, aku sudah dengar. Tapi soal pohonnya, kok aku baru tahu ya? Ahahah, mungkin 5 tahun lalu nggak fokus dengerin cerita dari guide-nya 🙂
Wah, padahal mungkin 5 tahun lalu pohon ini masih hidup dan berdaun lho. Hayooo waktu itu fokusnya lihatin apa?
Seru sekali y mbak.. desa nya masih kental akan adat dan tradisi yang ada. Menarik untuk ditelusuri.. apalagi tentang pohon cinta.
Iya mas. Kalau ke desa-desa wisata gini selalu menarik banget karena kearifan lokalnya unik-unik
Kalau aku pas ke Lombok tahun 2017, mengunjungi Desa Ende. Sama-sama desa suku Sasak namun kata guide-nya, suasana di Desa Ende lebih tradisional.
Seruu sekali pengalaman yang kami dapatkan, sama kayak Mbak Arni. Kami bisa melihat atraksi Presean bahkan beberapa juga mencobanya.
Semoga ada rejeki bisa ajak anak istri ke Lombok aamiin.
Wah kami malah belum kesampaian ke Desa Ende
Lebih luas atau gimana di sana, Wan?
Aku mau dong baca-baca di blogmu kalau udah ada liputannya
Aihhh asyiknya yang udah jalan-jalan ke Desa Sade. Saya yang tinggal di Lombok malah belum pernah ke sana. Lewatnya sih sudah beberapa kali. Hahaha.. gak asyik bener akutu sebagai warga sini. Sayang yaa, belum sempat ketemuan kita. Next time deh.
Itu biasa mbak. Justru yang tinggal di sana malah belum pernah ke sana. Sama kayak orang Jakarta aja, yang justru gak pernah ke Monas haha
Desa sade ini salah satu tempat wisata yang wajib banget dikunjungi. Aku belum pernah ke Lombok, makanya pengen banget main ke sini dan belajar budayanya.
Semoga suatu hari bisa ke sini ya mbak
Selamat menikmati budayanya yang unik
Lucu yac kak pintunya kaya seukuran jendela. Itu klo yang orangnya tinggi/jangkung apakah akan kesulitan untuk masuk? 😁
senang bisa melihat desa sade yang masih menjaga dan melestarikan adat istiadat & budayanya.
Tradisi kawin lari disana beda pengertian kalo di jawa hehehe