8-1

Kearifan Lokal Desa Sade, Lombok Tengah

Desa Sade

Saat berkendara menuju Pantai Kuta Mandalika lalu ke Tanjung Aan dan Bukit Merese kami melintasi sebuah desa yang dari luar tampak sangat unik. Sekilas ramai oleh pengunjung.  “Ini Desa Sade, desa tradisional yang jadi desa wisata karena masih memelihara adat istiadat dan budayanya. Nanti kita ke sini, sekarang ke pantai aja dulu,” kata Ari, guide kami hari itu yang kemudian melajukan kendaraan menuju pantai Tanjung Aan dan Bukit Merese

Dan jadilah setelah berpanas-panas ria di pantai, dalam perjalanan menuju ke penginapan kami mampir sejenak ke Sade yang terletak di Rembitan, Pujut, Lombok Tengah.  Makanya wajah kami udah yang super kucel deh pas ke Sade hahaha.  Harap maklum yaaaa

Bangunan tradisional khas Lombok menyambut kedatangan kami di Sade, bentuknya mengerucut dan dikenal sebagai lumbung. Dalam perjalanan selanjutnya di kota Mataram dan sepanjang jalan di Lombok, kami menemukan banyak sekali bentuk-bentuk bangunan serupa, bahkan di bangunan permanen sekalipun, selalu ada bentuk lumbung di atasnya. Continue reading “Kearifan Lokal Desa Sade, Lombok Tengah”

8-1

Update Medsos Saat Traveling, Yay or Nay?

Dieng

“Wah kamu mah liburan meluluuuu…,”

“Wuih dah ngebolang lagi aja. Perasaan jalan terus deh. Bagi oleh-oleh dong,”

“Perasaan kemarin kita baru ketemuan. Kok sekarang dah di pantai A aja nih?”

“Wah mbak lagi di sini to. Sampai kapan, nginep di mana, ketemuan yuk,”

Hayoooo siapa yang sering dapat komen begitu saat posting foto liburan di media sosial?

Saya sih ngacung deh. Sering banget dapat komen seperti itu aku tuuu.  Padahal saya kalau posting foto liburan, biasanya setelah pulang dan tiba di rumah dengan selamat.  Beberapa kawan yang kenal baik sudah hafal sama kebiasaan ini, jadi mereka udah tahu kalau postingan-postingan saya memang seringnya late post. Continue reading “Update Medsos Saat Traveling, Yay or Nay?”

8-1

Suatu Hari di Tanjung Aan dan Bukit Merese

Tanjung Aan Bukit Merese

“Kak Ari, habis ini kita mau ke mana?” tanya Prema saat kami kembali ke  mobil setelah puas menikmati keindahan Pantai Kuta Mandalika

Masih ke pantai juga, namanya Tanjung Aan. Tapi yang ini lebih indah pemandangannya karena ada bukitnya juga.  Namanya Bukit Merese, kalau naik sampai ke puncak nanti dari atas bakalan indah sekali,” Kak Ari langsung promo nih.  Cocok deh jadi guide.

“Nanti di sana kita berenang, bu?” Tanya Prema lagi.  Dia memang sudah tak sabar pengen berenang.  Sejak awal memutuskan Lombok sebagai destinasi liburan kali ini, Prema sudah kegirangan saat tahu bakalan banyak ketemu pantai.

Gak dulu deh ya. Kita berenangnya nanti aja, sekalian snorkeling di Gili Trawangan,” Saya mencoba bernegosiasi dengannya

“Jiaaah… kirain mau berenang, kalau cuma lihat-lihat aja khan gak asyik ” huhuhu Prema kecewa Continue reading “Suatu Hari di Tanjung Aan dan Bukit Merese”

8-1

Menikmati Keindahan Pantai Kuta Mandalika Lombok

Pantai Kuta Mandalika

“Aku tidak bisa memilih salah satu di antara kalian.  Aku sudah memutuskan bahwa aku adalah milik semua  orang.  Milik kerajaan ini dan milik seluruh rakyat,” kata Putri Mandalika dari tepi tebing di Pantai Seger.

Hari itu Putri Mandalika tampak begitu cantik dalam balutan kain sutra.  Putri memang mengundang seluruh pemuda dan pangeran agar berkumpul di Pantai Seger di pagi buta pada tanggal 20 bulan kesepuluh (menurut penanggalan Sasak) untuk mengumumkan pilihannya atas lamaran dari para pangeran-pangeran kerajaan lain.

Putri Mandalika bingung.  Dia tahu, jika memutuskan memilih salah satu pangeran, dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan perang  yang pada akhirnya akan mengorbankan rakyat  dan menimbulkan kerugian besar. Continue reading “Menikmati Keindahan Pantai Kuta Mandalika Lombok”

8-1

Damai dan Cinta di Klenteng Sam Poo Kong

Sam Poo Kong

Hari masih pagi ketika kami tiba di Klenteng Sam Poo Kong, salah satu bangunan bersejarah di kota Semarang yang hingga kini masih digunakan sebagai tempat peribadatan umat Tri Dharma (Konghucu, Tao dan Buddha).  Suasana meriah menyambut kedatangan kami, lampion merah tampak menggantung di banyak tempat.  Para petugas klenteng tampak bersiap-siap.  Kebetulan kami datang beberapa hari sebelum upacara Cap Go Meh, maka tak heran, suasana di sini meriah sekali.

Seperti klenteng-klenteng pada umumnya, bangunan di sini sangat kental nuansa negeri Cinanya.  Atap bersusun dua atau tiga dengan ujung runcing, dilengkapi ornamen-ornamen oriental dengan warna cerah  yang menjadi ciri khasnya.  Klenteng Sam Poo Kong terletak di daerah gedung Batu, Simongan, Semarang.  Tak terlalu sulit untuk menuju ke sini, meski merupakan tempat ibadah, namun Klenteng ini sangat terbuka untuk kunjungan wisatawan juga.  Yang paling penting sebagai pengunjung, kita harus bisa menjaga sikap dan tutur kata untuk tetap sopan dan saling menghargai. Continue reading “Damai dan Cinta di Klenteng Sam Poo Kong”

8-1

Suara Alam dari Candi Cetho Untuk Pelestarian Cagar Budaya Indonesia

Menapakkan kaki menaiki satu demi satu anak tangga menuju tingkatan-tingkatan teras Candi Cetho, hati saya bertanya-tanya, kira-kira seperti apa perasaan Van de Vlies, arkeolog Belanda yang pada tahun 1842 menemukan 14 teras atau punden bertingkat memanjang dari Barat ke Timur yang meski tertutupi oleh lumut, namun kemegahannya tetap tak dapat disembunyikan. Di tengah hutan, di lereng Gunung Lawu, dalam sebuah perjalanan tiba-tiba bertemu bangunan kuno yang entah kapan dibangun, berdiri megah di ketinggian. Membayangkannya saja saya sudah merinding.  Seperti nonton film-film penemuan harta karun.

Sejak pagi di Dusun Jlono, tempat kami menginap, saya excited sekali mengingat perjalanan hari itu adalah ke Candi Cetho, sebuah destinasi yang saya impikan sejak lama untuk dikunjungi.  Agenda ke Candi Cetho sudah lama kami rencanakan, bahkan beberapa kali rasanya sudah di depan mata banget, lalu karena sesuatu dan lain hal kemudian batal.  Ah, rupanya saya baru berjodohnya kali ini.  Semesta tahu kapan waktu yang tepat. Continue reading “Suara Alam dari Candi Cetho Untuk Pelestarian Cagar Budaya Indonesia”

8-1

Masih Eksis, Tempat Wisata Bandung Mainstream yang Tetap Layak Dikunjungi

Bicara Bandung, yang pertama terlintas adalah kotanya yang cantik, alamnya yang memesona dan tentu saja kulinernya yang menggoda.  Sesuai dengan julukannya sebagai Kota Kembang, Bandung benar-benar tercipta dengan pesonanya yang bikin kita sekali berkunjung, rasanya pengen balik lagi dan lagi.  Saat akhir pekan, Bandung selalu menjadi tujuan wisata yang  menggoda.  Semakin hari, kita akan menemukan ragam potensi Kota Peyeum yang tersembunyi.  Namun, dari sekian banyak yang ada, destinasi-destinasi  mainstream ini masih tetap digemari.

Bagi penggiat traveling, menjelajah kota Bandung tak akan pernah ada habisnya. Udara khas dataran tinggi yang sejuk membuat setiap destinasi menjadi semakin paripurna. Tak hanya tempat wisata kekinian, berbagai wisata yang sejak dulu ada ini selalu banyak pengunjung. Yuk, bahas lebih jauh pada ulasan di bawah ini! Continue reading “Masih Eksis, Tempat Wisata Bandung Mainstream yang Tetap Layak Dikunjungi”

8-1

Nikmati Keceriaan Wahana Baru Dufan

“Ibu, wahana baru yang Dunia Kartun di Dufan yang dulu lagi dibikin itu udah jadi belum sih?” tanya Cah bagus sekitar 2 minggu lalu saat  saya memindahkan file foto dari handphone ke laptop dan kebetulan yang terbuka adalah foto-foto seru liburan ke Dufan di bulan Maret lalu.

Udah dong.  Khan waktu itu memang dibilangin bukanya mulai bulan Juni atau Juli.  Sekarang aja udah bulan September,”

“Waaa…. Prema mau dong ke Dufan lagi.  Mau naik wahana baru.  Khan banyak buat anak-anak,” pintanya kemudian.

Beuh ni bocah modus banget deh.  Awalnya nanya udah buka atau belum.  Ujung-ujungnya minta main.  Tapi emang ke Dufan itu selalu seru sih.  “errr… iya deh.  Nanti kalau udah libur sekolah kita main ke Dufan ya,” jawab saya akhirnya.

Mestakung.  Semesta Mendukung. Continue reading “Nikmati Keceriaan Wahana Baru Dufan”

8-1

Ujung Perjalanan, Melipir ke Pulau Cipir

Pulau Cipir

“Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”

Sepertinya peribahasa paling pas deh buat mewakili perjalanan kami hari itu.  Bagaimana tidak, dalam sekali perjalanan kami benar-benar berlabuh di tiga dermaga, tiga pulau berbeda. Setelah sebelumnya menjelajah Pulau Kelor dengan Benteng Martellonya yang menawan, lalu mengunjungi museum dan makam-makam tua di Pulau Onrust yang pada masanya tak pernah beristirahat maka perjalanan terakhir menuju Pulau Cipir.

Silakan baca bagian 1 tulisan ini : Menoreh Jejak di Benteng Martello Pulau Kelor

Dan bagian 2 : Tak Ada istirahat di Pulau Onrust

Matahari masih terik di atas sana, meskipun perlahan sudah bergeser menuju peraduan.  Tapi hawa laut tak pernah berbohong, panasnya tetap saja menyengat.  Sesungguhnya kaki kami sudah lelah setelah menjelajah Onrust, Pak Ary dan mas Yoki sempat menawarkan, ”mau langsung balik ke Muara Kamala atau lanjut ke Cipir?”

Lha udah kepalang tanggung ini.  Masa iya balik.  Hanya butuh 5 menit gitu lho naik kapal dari Onrust, saking dekatnya.  Bahkan dulu, di masa pulau ini masih sangat sibuk, ada jembatan yang menghubungkan keduanya.  Sayang, sekarang jembatan itu sudah hancur.  Meninggalkan jejak berupa tonggak-tonggak pondasinya saja. Continue reading “Ujung Perjalanan, Melipir ke Pulau Cipir”

8-1

Terkenang Bening di Eling Bening

Eling Bening Ambarawa

“Kita harus pergi dari sini.  Sejauh-jauhnya.  Ayah dan Ibu bermaksud menjodohkan aku dengan Pangeran Brahmana dari Kerajaan Bawen. Aku tidak mau!” sembari menahan tangis Eling Bening menarik Sanggara, pemuda dari kalangan rakyat biasa yang sangat dicintainya

“Tapi, sejauh manapun kita pergi, pasukan kerajaan pasti akan mencari kita.  Bahkan itu akan mengancam keselamatan kita,” Jawab Sanggara

Aku tidak peduli.  Aku mencintaimu.  Aku hanya mau menikah denganmu,” Bening terus memaksa Sanggara untuk segera meninggalkan Kerajaaan Ambarawa. Continue reading “Terkenang Bening di Eling Bening”