Review Film Ngeri-ngeri Sedap ; Sebuah Kisah Tentang Kerinduan

“Nyepi nanti ndak pulang?” tanya Ibu saya, beberapa tahun lalu

“Maaf bu. Lagi ndak bisa cuti. Jadi tahun ini belum bisa pulang,” sembari menelan rasa bersalah, saya menjawab.

Saya tahu betul, di ujung telepon Bapak Ibu menahan isak dan rindu. Anak perempuan satu-satunya merantau ke ibukota. Pulang sesekali. Mungkin setahun sekali. Bahkan pernah sekitar 2 tahun lebih. Waktu itu saya hamil lalu melahirkan. Syukurnya, waktu itu bapak ibu masih sehat dan bugar, jadi beliau berdualah yang sering bolak balik Kendari – Bogor. Pun demikian dengan bapak ibu mertua, masih kuat bolak balik Bali – Bogor mengunjungi kami di rantauan. Meski saat ini keadaannya sudah jauh berbeda karena bapak sudah kembali pada-Nya, tapi kenangan ini menjadi catatan indah di lubuk hati.

Kisah kerinduan ini menyeruak hadir di ruang ingatan dan hati saya saat menonton film “Ngeri-ngeri Sedap” yang tayang di bioskop sejak 2 Juni 2022. Sebuah film keluarga dengan latar adat dan budaya Batak.  Dialek, nama, aktivitas keseharian, tradisi, lagu-lagu, hingga makanan popular khas Batak muncul dalam narasinya. Meski demikian, konflik dan pesan moral dalam film ini tetap relate untuk berbagai kalangan, suku dan keluarga manapun.

Selintas Kisah Ngeri-ngeri Sedap

Film ini berkisah tentang Pak Domu (Arswendy Bening Swara) dan Mak Domu (Tika Panggabean), pasangan suami istri suku Batak yang merindukan tiga anak lelakinya yang tak kunjung pulang dan memilih hidup di tanah rantau.

Anak sulung, Domu (Boris Bokir) yang diharapkan menjadi penerus marga, memilih calon istri dari tanah Sunda.  Anak lelaki berikutnya, Gabe (Lolox) yang digadang-gadang menjadi ahli hukum hebat justru memilih jalur pelawak sebagai karirnya. Lalu si bungsu, Sahat (Indra Jegel) yang diharapkan berada di rumah merawat kedua orang tuanya, malah memilih tinggal bersama Pak Pomo, petani tua di Yogyakarta. Hanya Sarma (Ghita Bebhita), anak kedua, perempuan, yang tinggal dengan Mamak Bapaknya dan bekerja sebagai PNS.

Di sisi lain, tekanan datang dari Opung Domu yang akan menyelenggarakan upacara adat “Sulang sulang Pahompu” dan mengharuskan cucu-cucunya untuk hadir.  Demi kepulangan tiga anaknya, Pak Domu mengeluarkan ide untuk pura-pura bercerai.

Aku tak mau membohongi anak-anak,” tentang Mak Domu

“Kau tak ingin anak-anakmu pulang?”

Dok. Imajinari

Karena rindu, Mak Domu akhirnya menyetujui rencana itu. Dimulai dengan pura-pura bertengkar di depan Sarma.  Perceraian bukanlah hal yang wajar dalam kehidupan orang Batak. Karena pertengkaran ini, Serma kemudian menghubungi ketiga saudaranya mengabarkan kondisi rumah tangga mamak dan bapaknya.

Awalnya, semua berjalan lancar. Ketiga anak lelaki pulang. Mak Domu memanfaatkan momen ini untuk melepas rindu dengan anak-anaknya.  Tetapi, Pak Domu justru menjadikannya kesempatan untuk kembali mengungkit soal pilihan hidup anak-anaknya yang menurutnya tidak sesuai dengan adat Batak. Perdebatan pun tak terhindarkan.  

Di sinilah konflik sesungguhnya terjadi. Jika di awal pertengkaran Pak Domu dan Mak Domu adalah sandiwara demi menahan agar anak-anak lebih lama bersama mereka, seiring waktu pertengkaran menjadi serius. Mak Domu yang bertahun-tahun memendam uneg-uneg akhirnya berani bersuara. Puncaknya, Mak Domu minggat dari rumah dan memutuskan untuk benar-benar bercerai.

Waaaa….! Makin tegang! Langsung nonton di bioskop aja ya kalau penasaran bagaimana kelanjutannya.

Kocak dan Sedih Saling melengkapi

Meski bercerita tentang keluarga Batak yang memang terkenal keras, namun penceritaan dalam film ini disajikan dengan sangat baik. Dialog-dialognya segar, sederhana dan mudah dipahami, meskipun kental dengan dialek Batak. Berkali-kali tawa penonton terdengar, lalu di adegan lain studio menjadi sunyi sepi karena penonton diam-diam terisak atau menyeka air mata. Candaan ditempatkan pada porsi yang pas sehingga tak sampai mengganggu suasana dramatis di konflik utamanya.

Para pemain yang sebagian besar berlatar komedian bermain dengan apik. Chemistry dalam keluarga tercipta dengan baik. Terutama antara Pak Domu dan Mak Domu. Saya sampai bengong lihat Tika yang seperti melekat banget dengan karakter Mak Domu. Hilang deh citra pecicilan ala Project Pop tempo dulu. Benar-benar menggambarkan sosok ibu yang sedih dan merindukan anak-anaknya sekaligus kecewa pada sifat dan keputusan-keputusan suaminya sebagai kepala keluarga.

Dok. Imajinari

Keindahan tanah Sumatera Utara berlatar Danau Toba juga tergambar jelas dalam film ini. Memanjakan mata penonton sekaligus mengundang rasa penasaran ingin berkunjung ke sana.

“Itu Danau Toba ya, bu. Bagus sekali. Ibu udah pernah ke sana?” Bisik Prema yang duduk di sebelah saya

“Iya. Danaunya memang indah sekali. Luas. Di tengahnya ada Pulau Samosir. Ibu udah pernah ke sana,”

“Prema juga mau. Nanti kita ke sana ya, bu.” Pintanya kemudian

Ahh.. Indonesia memang punya banyak sekali tempat-tempat indah. Dari ujung Timur hingga Barat terbentang lukisan alam nan memikat. Tak terkecuali di Tanah Karo ini.

Waktu pertama kali saya mengetahui tentang film ini, jujur saja agak ragu untuk menonton. Takut gak nyambung sama dialog-dialognya. Ternyata setelah menonton, saya justru menikmati dan belajar tentang adat budaya Batak. Penjelasan tentang prosesi adat yang ditampilkan, terbilang cukup detail. Jadi tak perlu ragu nonton meski teman-teman bukan orang Batak.

Lagu-lagu yang jadi soundtrack juga sangat menarik. Dari dulu saya memang menyukai  lagu-lagu Batak. Meski tak tahu artinya, tapi nada riangnya membuat saya ikut bahagia. Giliran lagu yang sendu, saya juga jadi ikut sedih. Tak heran sih, komposer yang  jadi penata musik dalam film ini adalah Vicky Sianipar, musisi asal Batak yang karyanya tak diragukan lagi. Film ini benar-benar paket lengkap, dari dialog, adat budaya, latar hingga musik beneran Batak banget.

Sah ya. Udah nonton Ngeri-ngeri Sedap

Dialog-dialog Inspiratif  Penuh Makna

Meski disajikan dalam dialog-dialog yang kocak, film ini tetap bertabur pesan moral, baik yang tersirat maupun tersurat. Bagaimana seharusnya orang tua bersikap dalam merespon pilihan anak-anaknya. Bagaimana anak memposisikan diri dalam keluarga. Bagaimana adat dan nilai-nilai budaya tetap terpelihara lestari.

Jadi orang tua itu terus belajar. Tak ada tamatnya. Kalau anak berkembang, orang tua juga harus ikut berkembang” (Opung Domu kepada Bapak Domu)

Nasehat yang diberikan Oppung Domu pada Pak Domu ini mengena sekali buat saya. Anak-anak adalah titipan. Kelak mereka akan menempuh jalannya sendiri. Selama pilihannya tak ke arah negatif, tugas kita sebagai orang tua adalah memberi dukungan.

“Urip iku urup. Hidup itu nyala” (Pak Pomo kepada Sahat)

Filosofi Jawa ini disampaikan oleh Pak Pomo ketika Sahat mengungkapkan keraguannya untuk pulang ke kampung halaman. Bermakna sangat dalam, bahwa hendaknya kita hidup dapat memberi manfaat bagi orang lain. Semakin besar manfaat yang kita berikan tentunya semakin baik. Tetapi sekecil apapun itu, selama tidak merugikan orang lain, tetaplah baik.

Memberi manfaat laksana api yang menyala. Bukan untukmembakar dan memusnahkan, tetapi sebagai cahaya yang menerangi setiap langkah kita menuju kebaikan dan jalan yang benar.

 “Kakak bingung bagaimana bersikap, Dik. Kakak tidak pernah melihat bapak menunjukkan cinta pada anak lelaki. Tapi kalau sama kamu, bapak kelihatan sayang” (Domu kepada Sarma)

Kau ajalah yang bilang, biar mau anak-anak itu! (Pak Domu kepada Mak Domu)

Dialog itu muncul ketika Sarma menanyakan kenapa hubungan Domu dengan adik-adik lelakinya kurang akrab. Bahkan mereka terlihat jarang berbincang. Sedangkan dengan dirinya, adik perempuan, bisa ngobrol dengan santai dan nyaman. Rupanya, Domu belajar dari bapaknya. Pak Domu tak pernah menunjukkan kasih sayang pada anak lelaki. Itulah yang kemudian menjadi contoh bagi anak-anaknya. Bisa jadi Pak Domu berprinsip anak lelaki harus dikerasi agar tak manja di kemudian hari.

Hmm… sejujurnya hal seperti ini  banyak terjadi di sekitar kita. Saya melihat banyak contoh di lingkungan tempat saya bertumbuh, baik di keluarga maupun tetangga sekitar. Tak banyak bapak yang bermain atau sekedar berbincang dengan anak lelakinya. Akibatnya hubungan mereka menjadi “jauh”. Apalagi ketika kemudian minat anak berbeda dengan impian bapak. Jurang makin besar. Giliran ada masalah, ibulah yang disuruh maju.

Satu hal yang saya syukuri, akhir-akhir ini sudah semakin jarang yang seperti itu. Saya mulai melihat bagaimana para bapak juga berperan dalam mendampingi tumbuh kembang anak, baik laki-laki maupun perempuan. Lha wong anak hasil berdua kok, jadi ya tanggung jawab bersama antara suami istri.

Sebagai anak, kita juga mendapat banyak pesan moral penting. Sejauh apapun kita pergi, ingatlah untuk pulang. Ada orang tua yang merindu, ada cinta yang menanti, ada kehangatan dari rumah masa kecil. Bahwa ada masanya orang tua ingin diperhatikan, butuh disayang.  Dan jangan lupa, di mata orang tua, kita selamanya adalah anak kecil. Adegan Mak Domu mengajak anak-anak ke pasar untuk membeli baju lalu makan di tempat langganan mereka, satu mangkok untuk berempat adalah caranya menghadirkan kenangan.

Masih banyak dialog-dialog dan adegan yang memberi pelajaran dalam film ini. Pokoknya gak nyesel nontonnya. Buat saya  Ngeri-ngeri Sedap bukan sekedar hiburan. Ini adalah pengingat sekaligus kritik sosial buat orang tua, buat anak, buat keluarga.

Sejujurnya, saya agak was-was setelah nonton film ini. Karena kami sekarang merantau, jauh dari orang tua di Kendari dan Bali, apakah kelak Prema juga akan merantau jauh dari kami? Ah… rasanya saya harus menyiapkan hati dari sekarang.

Salam

Arni

25 thoughts on “Review Film Ngeri-ngeri Sedap ; Sebuah Kisah Tentang Kerinduan

  1. Selalu angkat topi untuk sineas film yang berani mengangkat tema budaya meski masyarakat sini seperti yang kita tahu lebih suka film horor atau berbau Cinderella.
    Sepertinya film Ngeri-ngeri Sedap ini juga cukup kaya dalam hal cerita.

  2. Setuju dengan semua ulasan tentang Film Ngeri Ngeri Sedap ini, pas awal tayang saya langsung nonton.

    Film ini benar-benar bisa membolak balikkan emosi.

    Duhh, sekarang baca artikel ini jadi rindu sama bapak yg dulu sehat tapi sekarang lagi sakit 🥲

  3. Aku udah nonton juga, dan emang awalnya ngakak mulu tapi pas adegan mereka sekelurga ngumpul dan Sarma memuntahkan isi hatinya yang bagai bom waktu, tak sadar mata penonton juga basah. Terbaik film ini buat tahun ini ya, relate buat semua kekuarga apapun suku dan backgroundtya. Apalagi aku juga pernah merantau.

  4. saya belum nonton doong, dan sekarang jadi penasaran dengan ceritanya. Apalagi kita bisa belajar banyak dari sini dii Kak.
    hmmm Tika udah jarang kelihatan di layar kaca sih ya dan sekarang lebih fresh kayaknya 🙂

  5. Keren ya meski berasal dari Batak tapi hafal dan paham dengan filosofi Jawa: Urip iku urup. Hidup itu nyala”

    Apa yang dikatakan Pak Domo kepada Sahat memang pas karena Sahat diceritakan tinggal di Yogyakarta ya

  6. YSalma says:

    Banyak pesan kehidupan yang dapat diambil dari film Ngeri-Ngeri Sedap ini ya, baik sebagai orangtua dan juga anak.
    Zaman orangtua dan anak berbeda. Orangtua ingin yg terbaik utk anaknya, tp kurang sejalan dengan apa yg dimau anak.
    Harus nonton nih.

  7. Film keluarga yang tentu sarat makna. Jadi film Ngeri-Ngeri Sedap banyak memberikan pelajaran dari sisi orangtua dan dari sisi anak yang hidup di zaman kapitalisme seperti saat ini.

    Beneran pola pikir anak-anak ini tergantung pengasuhan dan tuntutan zaman.

  8. Banyak hikmah yang bisa dipetik ya dari film “Ngeri-Ngeri Sedap” ini. Suka juga nih dengan film yang mengangkat budaya dan bergenre family. Dari baca ulasannya juga kelihatan film ini sangat menarik. Duh bikin saya jadi ingat juga sudah lima tahun belum sempat pulang kampung menemui ortu :’)

  9. Fenni Bungsu says:

    Kedekatan orangtua terhadap anak laki-laki khususnya bapak memang harus sih. Karena anak laki-lqki akan melihat sosok bapaknya saat memimpin keluarga ya.
    Boleh banget ini filmnya. Apalagi ada para komikers kocak juga

  10. Handayat says:

    Menarik banget review-nya, kak. Mirip banget dengan apa yang temenku ceritain tentang film Ngeri Ngeri Sedap ini, saking sedihnya film ini temenku sampe nangis katanya, huhu.

  11. Kalau dilihat dari poster film nya. Ngeri ngeri sedap ini pasti penuh makna ya. Lucu juga sih. Dari wajah bokir dan lolox saja sudah bisa ditebak komuk mereka pas berakting

  12. Karunia says:

    Asli bikin mewek, sih, ini film. Tentang keluarga yang hangat, tentang kesibukan yang semakin menyita perhatian. Ah, bicara tentang keluarga emang tak ada kata yang bisa menggantikannya.

  13. Fionaz Isza says:

    Temen2 pada cerita kalo udah nonton film ini dan emang bagus baget jalan ceritanya kak. Aq belum nonton dan sebenernya pengen banget tapi sayang ada bocil jadi belum memungkinkan diajak ke bioskop

Leave a Reply to Fionaz Isza Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *